Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Retaknya Kohesi Sosial dan "Terorisme" di Mako Brimob

9 Mei 2018   17:56 Diperbarui: 9 Mei 2018   18:07 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keempat partai itu apa saja, silakan cari sendiri informasinya di Google. Kita hanya bisa berharap semoga keempat partai itu bisa membina para eks-HTI untuk pulang ke pangkuan ideologi Ibu Pertiwi.

Logika politik, HTI kini menjadi organisasi terlarang. Para pengikutnya yang disebut-sebut 1.000.000 orang itu selayaknya bersyukur sebab mereka tidak diperlakukan layaknya saudara-saudara kita yang dulu pernah terlibat atau difitnah menjadi anggota PKI.

Pasalnya, negara kini sedang membangun etika dan nilai-nilai keadaban, meskipun keadaban dan norma hukum yang tengah dibangun itu kerap ditafsirkan bahwa negara (pemerintahan) dalam posisi lemah dan kemudian dimanfaatkan para begundal politik untuk menebar kebencian dan fitnah.

Oleh sebab itu saya sependapat dengan Kristiadi yang dalam diskusi itu melanjutkan bahwa cara-cara tak santun (melanggar norma hukum dan nilai-nilai) itu dapat merusak kohesi atau hubungan yang erat di masyarakat.

Ia memberikan contoh, sejak era orde lama hingga reformasi saat ini sudah banyak tokoh besar pendiri bangsa jatuh karena ada gesekan dalam memperebutkan kekuasaan.

"Fenomena perebutan kekuasaan ini jadi daya rusak yang sangat dahsyat terhadap kohesi sosial masyarakat," tutur Kristiadi sebagaimana dikutip koran Media Indonesia, Rabu (9/5).

Kristiadi mengatakan, cara memperebutkan kekuasaan dengan menggabung-gabungkan ajaran agama apa pun dapat meretakkan kohesi sosial. Karena berlatar belakang Katolik, Kristiadi mengungkapkan, kohesi sosial sempat retak di Eropa saat umat Katolik di sana menetapkan Paus sebagai pemimpin tertinggi bagi umat Katolik dan memonopoli kebenaran bahwa Yesus Kristus sebagai milik mereka.

"Penggunaan politik identitas untuk merebut kekuasaan tidak dapat dimungkiri menjadi salah satu faktor yang bisa merusak kohesi sosial dalam masyarakat," tegas Kristiadi.

Siti Nurbaya Bakar selaku penggagas acara Dialog Selasa menyebut bahwa demokrasi di Indonesia telah memunculkan ciri demokrasi yang dianggap lemah dalam etika.

Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, demokrasi yang lemah beretika itu, menurut Siti Nurbaya, telah merambat ke tingkat akar rumput dan berstatus sangat mengkhawatirkan.

Jika demokrasi hanya dicirikan dengan sistem pemilihan umum atau pendekatan elektoralisme, seperti diungkap Siti Nurbaya, maka demokrasi hanya diartikan sangat sempit dan menyuburkan tumbuhnya rezim-rezim yang berebut kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun