Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mafia Pembobol Bank Berselingkuh, BTN Terlibat?

27 Juli 2017   15:22 Diperbarui: 27 Juli 2017   16:46 2196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak sampai sebulan, Sugih kembali menerima selembar cek yang dikeluarkan Bank BRI senilai Rp 1,4 miliar, dan pada 10 Januari 2010, ia lagi-lagi menerima cek dari bank yang sama senilai Rp 1,5 miliar. Menyusul pada 10 Maret, Sugih diberi cek Bank BRI senilai Rp 1,5 miliar.

Sugih kena tipu. Saat cek-cek itu akan dicairkan, si pemberi cek tidak punya dana di BRI alias Sugih dapat cek kosong. Dari sinilah peristiwa apes yang menimpa Sugih bagaikan cerita dalam sinetron yang setiap episodenya tak kunjung berakhir sampai sekarang.

Sugih memang pernah menerima uang pembayaran tahap pertama sebesar Rp 1 miliar kemudian dicicil oleh pihak terkait hingga mencapai total Rp 1.065.000.000 pada April 2010. Tapi setelah itu tidak ada juntrungannya.

Ibarat sinetron yang tidak kunjung selesai ceritanya, pada tahun 2013, Sugih terkejut, sebab ia menerima surat pemberitahuan dari Bank BTN yang isinya akan melelang tanah milik Sugih yang dalam surat disebut telah diagunkan sebagai jaminan utang oleh PT NED ke BTN.

Bagaimana Sugih tidak terkejut, sebab ia tidak pernah berurusan dengan bank BTN. Ia juga bukan nasabah bank milik negara itu? Usut punya usut, PT NED punya tanggungan utang yang totalnya mencapai Rp 14 miliar. Utang pertama Rp 7 miliar macet. Utang kedua Rp 7 miliar juga macet.

Rupanya sertifikat milik keluarga Sugih-lah yang diklaim sebagai kepunyaan PT NED dan dijadikan jaminan ke BTN tanpa sepengetahuan Sugih.


Yang mengherankan mengapa BTN seceroboh itu? Atau jangan-jangan ada pejabat atau orang dalam bank itu yang ikut bermain kredit-kreditan. Bermain komisi-komisian okelah (meskipun haram). Tapi, jika kredit itu macet di tengah jalan, yang rugi pasti negara.

Namun, dalam kasus di atas, yang dikorbankan akhirnya rakyat yang tidak tahu apa-apa, karena "orang-orang pintar" yang tahu hukum dan terlibat dalam mafia saling berselingkuh. Sungguh sangat menjijikkan.

Berusaha menaati hukum, Sugih yang telah diberi kuasa oleh saudara-saudaranya untuk mengurus kasus yang menimpa mereka melaporkan anggota mafia tanah dan "pembobol bank" -- juga pihak-pihak terkait -- ke Polres Bekasi.

Namun, laporan Sugih tak berujung membawa keadilan. Setelah melalui proses pemeriksaan, Polres Bekasi menyatakan laporan Sugih di-SP3 (dihentikan penyidikannya) dengan alasan kurang cukup bukti. Jangan heran sebab logika polisi Bekasi tentunya tidak sama dengan logika orang waras. Pihak yang dilaporkan Sugih ditengarai melakukan intervensi dan gantian balik memperkarakan Sugih. Ceritanya seperti kaum sumbu pendek belakangan ini yang gampang tersinggung dan sebentar-sebentar menyalahkan pemerintah. Jika polisi menangkap kaumnya, mereka balik menuduh pemerintah melakukan kriminalisasi.

Lewat bantuan atau jasa pengacara Kemal Idris Pulungan dan kawan-kawan, Sugih juga berusaha menemui direksi Bank BTN guna mencari tahu dan menelusuri bagaimana sertifikat tanah milik orang lain kok bisa diterima sebagai agunan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun