"Sebenarnya yang tidak adil itu negara atau Tuhan sih? Kenapa orang-orang yang hidup enak dengan menginjak dan mencekik rakyat tidak dilaknat sama Tuhan?"
"Hey sssttt....! Ati-ati Dung kalo ngomong, jangan bawa-bawa Tuhan. Lagian kan sudah ada lembaga yang bisa nangkepin orang-orang yang korupsi." Untuk pertama kali Imat mulai melontarkan komentar.Â
"Arrggh! Nggak sebanding! Kalaupun mereka nangkepin, terus disidang, hukumannya juga paling berapa tahun. Kalau hukumannya berat pun kalau tiap tahun dapat remisi juga tinggal sisa berapa tahun aja ndekam di penjara. Itu juga kalau nggak main sama sipir. Kalau masih punya banyak uang, dia bisa keluar masuk penjara seenak dengkulnya."
"Lantas kita bisa apa? Mau lu apa?"
"Ya buruan buktiin janji-janji yang dulu pernah diomongin waktu kampanye. Rakyat butuh duit, butuh pekerjaan, butuh rumah, butuh hidup yang layak. Kalau tiap hari cuma nangkepin koruptor tapi duitnya juga nggak jelas dikemanain, sama juga bohong."
Tiba-tiba petir menggelegar. Langit yang semula terang benderang tetiba meredup, gelap. Angin bertiup kencang. Dan dalam hitungan kurang dari lima menit, hujan turun dengan lebatnya.Â
"Astaghfirullah. Ujan, Dung! Lu sih tadi nyebut-nyebut Tuhan. Kalau sudah begini kan kita lagi juga yang susah. Nggak bisa narik," pekik Imat.Â
"Yah, emang selama jadi rakyat ya beginilah nasib kita." Dudung cuma bisa pasrah.Â
"Nah, itu lu paham. Mau lu maki-maki kayak apapun, siapa juga yang bakal ngedenger kalau bukan Tuhan yang di atas sana. Jadi mending banyak-banyak aja berdoa. Minta yang bagus-bagus cuma sama Tuhan. Jangan ngarep sama manusia." (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI