Mohon tunggu...
Galuh Iftita A.
Galuh Iftita A. Mohon Tunggu... Freelancer - Galuh Ifitita Alivia

Seorang mahasiswa perencana dari Universitas Jember, suka merencanakan termasuk merencanakan ingin menulis apa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Obligasi Pertama Indonesia, Bagaimana dengan Jember?

10 Juni 2019   21:40 Diperbarui: 10 Juni 2019   21:44 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita tahu bahwa Indonesia bukanlah negara maju, terlebih dengan pendapatan perkapita Indonesia yang masih termasuk dalam negara lower middle income sesuai dengan klasifikasi World Bank. Namun, pada tahun 2030, diharapkan Indonesia telah mencapai kesetaraan dengan negara maju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tentu saja untuk mencapai kebutuhan kesejahteraan masyarakat, Indonesia dituntut untuk memiliki kenaikan pendapatan perkapita sebanyak 6-8%per tahun sebelum tahun 2030. Tantangan untuk memenuhi angka tersebut adalah ketersediaan infrastruktur dan kemampuan negara untuk membiayai pembangunan

Namun, kita ketahui bahwa pembiayaan untuk memajukan Indonesia tentu tidak murah. Dengan pendapatan yang rendah, tentu akan terjadi pembengkakan dana, karena anggaran belanja pemerintah lebih besar ketimbang anggaran pendapatan daerah. Meskipun telah ditopang oleh retribusi dan pajak, pendapatan asli daerah bahkan belum bisa memenuhi kebutuhan untuk merawat infrastruktur daerah yang ada. Dengan begitu, perlu diadakanya solusi seperti melakukan peminjaman. Peminjaman ini sesuai dengan peraturan pemerintah no. 30 thn 2011 tentang pinjaman daerah, disebutkan bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggelolan pinjaman daerah serta menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan.

Saat terjadi defisit cara untuk menanggulanginya adalah dilakukan salah satunya dengan pinjaman daerah. Sementara itu, pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal disebut sebagai obligasi daerah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 2011. Dalam melakukan Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi beberapa syarat seperti jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Apabila daerah melakukan penerbitan obligasi daerah, diharapakan akan menambah pendapat daerah dan memperbaiki infrastruktur daerah yang dapat memajukan daerah. Dampak lain daerah dapat menata pendanaan keuangannya dengan lebih baik karena setelah penerbitan obligasi ke pasar modal, akan ada peraturan ketat yang mengikutinya.

Diketahui bahwa saat ini ada tiga daerah pronvinsi yang berencana menerbitkan obligasi daeranya. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat  Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah, telah merencanakan untuk menerbitkan obligasinya. Namun, OJK telah melakukan sosialisasi mengenai hal ini kepada lima daerah yaitu, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Bali, dan terakhir pada 21 Maret lalu sosialisasi dilakuakan di daerah Sumatera Barat. Meski begitu, hingga saat ini belum ada pemerintah daerah provinsi yag telah menerbitkan obligasi daerahnya.

Hingga saat ini, dari ketiga daerah yang ada, baru Jawa Tengah yang paling menjanjikan dan paling siap dalam penerbitan obligasi pertam di Indonesia. Dengan ini, Jawa tengah akan menjadi daerah percontohan sebagai provinsi pertama yang meneribitkan pinjaman daerahnya ke pasar modal. Diharapkan yang akan membeli saat telah diterbitkan pada pasar modal adalah masyarakat hingga PNS.  Pengajuan rencana ini telah mencapai tahap pengajuan perda dan diharapkan akan segera terbit pada tahun 2020. Berdasarkan catatan rencana, dengan terbitnya obligasi ini dapat membiayai berbagai infrastruktur mulai dari rumah sakit, public space, hingga sport center. Diperkirakan rencana rancangan obligasi yang akan diterbitkan bernnilai sebesar dua milyar rupiah.

Dalam penyusunan obligasi ini, salah satu hal yang menjadi fokus utama adalah adanya regulasi baru yang akan mengatur dan menjamin kegiatan ini. Mengenai persiapan regulasi untuk menjamin serta melindungi investor. Sebab jangka waktu yang diajukan adalah selama 10-20 tahun, tentu diperlukan regulasi yang akan melindungi investor ketika pemerintah daerah mengeluarkan surat hutang. Regulasi ini akan membahas mengenai perlindungan dan perjanjian dengan investor yang berwujud peraturan daerah. Maka dari itu, kini tengah diajukan rancangan peraturan daerah khusus yang akan mengatur mengenai obligasi daerah dan tengah menuju persetujuan DPRD.

Sementara itu, Kabupaten Jember sebagai salah satu Pusat Kegiatan Wilayah memiliki potensi tersendiri untuk menerbitkan obligasinya. Hal itu dibuktikan dengan, Peraturan Daerah Kabupaten Jember pada tahun 2009 yang membahas tentang pengelolaan keuangan daerah. Disebutkan pada pasal 31 secara jelas tentang penerbitan obligasi. Namun, hingga saat ini belum ada rencana maupun sosilasi dari OJK mengenai penerbutan hutan daerah ke pasar modal di daerah Jawa Timur. Tentu tak menutup kemungkinan, bahwa, Jember atau lebih luasnya Provinsi Jawa Timur akan juga mengikuti langkah Provinsi Jawa Tengah dalam penerbitan obligasi daerahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun