Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekali Lagi, Bukan Bencana yang Membunuh Mereka, Tetapi Kelalaian Manusianya

2 Oktober 2018   02:20 Diperbarui: 2 Oktober 2018   02:54 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahwa kerak bumi tidaklah masif, melainkan terpecah-pecah, terapung di atas cairan magma panas.

Di tengah Samudra Atlantik dua lempeng saling menjauh. Pergerakan itu didorong magma cair yang bergerak dari inti bumi yang panas ke permukaan.

Batu-batuan panas itu kemudian mendingin dan menutup celah yang terbentuk antara kedua lempeng tektonik. Di beberapa lokasi, sebagian bebatuan panas ini muncul ke permukaan bumi. Dalam hitungan waktu yang sangat lama gundukan besar tersebut kemudian membentuk kerucut besar yang kemudian disebut ilmuawan sebagai gunung berapi.

Dalam pemahaman yang lebih gamblang bahwa Pergerakan aktif dari magma yang ada didalam rekahan dasar bumi tersebut terus mencipatakan energi besar yang sewaktu-waktu bisa berakibat pada benturan dan gesekan antar lempeng. Efek getaran terus menerus inilah yang ilmuan sebut sebagai Gempa bumi.

Strategi menyatu dan bersimbiosis dengan alam raya.

Dengan teropongan beberapa hasil ilmuan diatas tentang realitas bergerak dari bumi yang kita pijak, maka sudah menjadi konskwensi mendasar setiap orang yang berada dalam kawasan tersebut untuk selalu siaga dengan berbagai macam cara.

Siaga yang kita maksud adalah merubah secara total cara pandang kita dalam menyikapi gejala dan dinamika alam raya yang sekarang kita huni. Perombakan atau dekonstruksi-rekonstruksi paradigma pengetahuan yang kita miliki menjadi sebuah keniscayaan adanya.

Konsep keharmonisan, sejuk dan damai harus kita pahami sebagai relasi antar manusia dan alam semesta dalam kaidah keselarasan dalam kesinambungan. Bukan kita artikan monoton sebagai bentuk statis mapan dan konstan. Menafikkan fakta tentang potensi gerak darai alam semesta adalah sebuah kemustahilan. Karena pada dasarnya hukum gerak alam tersebut kemudian terakumulasi menjadi gejolak dan pergolakan dalam kurun waktu tertentu yang akhirnya kita sebut sebagai fenomena Bencana Alam

Jika prasyarat awal ini tidak disepakati maka mustahil akan terjadi sebuah perubahan dalam  menghadapi gejala alam raya ini. Akibatnya kita akan selalu terkejut dan tergopoh-gopoh ketika terjadi fenomena alam yang kita anggap tidak lumrah yang sering diasumsikan sebagai bencana.

Jauh sebelum rezim sistem pengetahuan yang kita sebut modern muncul, kazanah ilmu pengethuan kosmologi jawa salah satunya ( masih banyak kearifan lain di Nusantara), telah membumikan kaidah filsafat kosmologinya secara turun temurun. Cara pandang kosmologi jawa yang mampu memadukan antara mikrokosmos (jagad kecil) dan makroksmos (jagad besar) telah menemukan satu pemahaman yang holistik yaitu dengan cara pandang "keselarasan" menyikapi alam. 

Penyatuan dengan pola  keselarasan dengan alam atau kosmos lantas kita sebuat dengan kosmosentrisme spiritual yang kemudian melahirkan konsep keseimbangan dalam segitiga utuh-menyatu dan saling berhubungan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun