Mohon tunggu...
Galang Geraldy
Galang Geraldy Mohon Tunggu... Dosen

Akademisi Ilmu Politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi Tujuh Dekade Konferensi Asia Afrika (KAA): Menggugah KAA Progresif di Tengah Dunia yang Agresif

18 April 2025   10:00 Diperbarui: 18 April 2025   09:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung (Sumber: www.bandung.go.id)

Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang diselenggarakan di Bandung pada 1955 merupakan simbol perjuangan negara-negara berkembang untuk membangun jalan independen dalam menghadapi hegemoni kekuatan besar dunia. Semangat KAA yang progresif tidak hanya mendekonstruksi ekonomi politik global, tetapi juga menegaskan pentingnya solidaritas internasional terhadap penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Mengacu pada Dasasila Bandung, salah satu poin utama adalah penegasan pentingnya hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri (self-determination) dan penolakan terhadap penggunaan kekuatan militer dalam hubungan internasional (Kahin, 2013). Dalam konteks tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di Gaza, semangat KAA perlu dimaknai ulang sebagai panggilan untuk solidaritas global, pembelaan terhadap hak rakyat Palestina, dan penolakan terhadap segala bentuk penindasan struktural.   Sebagaimana tokoh orientalis Edward Said (1990) menyampaikan bahwa“...Palestine represents the last colonial question in the post-colonial era”. Maka, dalam konteks Gaza, KAA memberikan landasan moral dan politik bagi negara-negara Global Selatan untuk bersatu menyuarakan kecaman atas agresi dan mendesak penyelesaian damai yang adil baik melalui berbagai forum seperti PBB, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), maupun gerakan masyarakat sipil transnasional. 

Pada akhirnya, refleksi kritis KAA menempatkan posisi para pemimpin di negara-negara berkembang untuk seharusnya memperkuat kerja sama dalam isu-isu ekonomi politik global, kemanusiaan dan lingkungan sebagaimana menjadi cita dan harapan para penggagas KAA 1955.  Di dalam momentum tujuh dekade (70 tahun), KAA perlu didorong langkah yang lebih progresif untuk mendekonstruksi epistemik terhadap narasi dominan yang membungkam solidaritas negara-negara selatan, khususnya dalam isu-isu kemanusiaan seperti tragedi di Gaza, serta menegaskan kembali semangat anti-kolonialisme dan keadilan global sebagaimana diwariskan dalam Dasasila Bandung. Bahwa prinsip-prinsip seperti penghormatan terhadap kedaulatan, penyelesaian damai sengketa, dan non-intervensi menjadi dasar normatif yang relevan dalam merespons krisis Gaza, perubahan iklim, dan dominasi geopolitik unilateral saat ini. 

Dan Indonesia, sebagai negara besar yang memiliki legitimasi historis sebagai pionir Konferensi Asia-Afrika (KAA), kembali memiliki peluang strategis untuk menginisiasi jalan ketiga sebagai sebuah jalur etis-politik yang tidak tunduk pada logika bipolaritas geopolitik maupun kalkulasi pragmatis kekuasaan global, melainkan berpijak pada nilai-nilai keadilan, solidaritas, dan kemanusiaan universal yang diwariskan dari semangat Bandung. Indonesia harus memantik revitalisasi jalan ketiga, sebuah posisi moral yang tak sekadar netral, tetapi aktif membangkitkan kembali solidaritas antar negara Asia-Afrika dalam membela nilai-nilai kemanusiaan, anti-imperalisme dan kolonialisme. Sebagai penutup, mengutip pidato Soekarno saat pembukaan KAA 1955: ..let a new Asia and a new Africa be born, sebagai panggilan sejarah hari ini, untuk membangun tatanan dunia yang lebih adil, damai, dan manusiawi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun