Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Penolak Parcel Natal dan Tahun Baru itu Ternyata Orang Berada

27 Desember 2014   23:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:21 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_386464" align="aligncenter" width="640" caption="Sewu lampu"][/caption]

“Buuuuk ... kamu di mana?“ Suami saya memasuki rumah, mencari saya.

“Di sini ...“ Saya menjawab tapi tetap meneruskan pekerjaan, berharap suami menemukan saya. Dan memang ketemu, wong saya kenceng teriaknya.

“Aku sedih, Buk.“ Wajahnya murung. Suami saya memang ekspresif, kentara sekali kalau dia sedang galau.

“Ada apa sih, pak?“ Saya berhenti bekerja. Saya peluk badannya yang segedhe gaban. Suami saya merasa lebih enakan. Anak tunggal itu memang paling suka disayang-sayang. Haus belaian kasih sayang. Hehe.

Akhirnya suami saya cerita. Ia memang baru saja mengantar 50 parcel, paket natal dan tahun baru untuk partner perusahaan si bos besar. Salah satunya, ditolak! Hah? Baru pertama kali ini ia merasa ditampar orang Jerman yang menolak parcel kiriman. Penolak adalah orang Jerman.

“Hallo, selamat siang. Nama saya C dari perusahaan B mau mengantar parcel untuk bapak A dari perusahaan B“ Suami saya sudah pasang muka manis dengan kalimat berbahasa Jerman formal, waktu itu, bukan dialek.

“Maaf, bapak A bilang, perusahaan kami dilarang menerima parcel dari siapapun dalam bentuk apapun.“ Si wanita langsung menutup pintu, tanpa mempersilakan suami saya masuk. Suami bengong.

Memang adat di Jerman seperti itu, ketika mengetuk pintu, tidak semua orang yang membukakan pintu akan menyuruh masuk.Saya sendiri lebih suka memasukkan orang yang mengebel pintu, meski tidak masuk ke ruang tamu tapi ruang depan; agar tidak kedinginan, supaya lebih enak ngomongnya untuk tanya maksud kedatangannya. Biasanya pak/bu Pos menolak karena memang terburu-buru. Kawan, saudara atau tetangga, mau dimasukkan lho ... hehehe ... di ruang sepatu dan jaket bergelantungan, di Flür, gang rumah menuju Wohnzimmer, ruang rumah.

Karena penasaran; warum ...? Mengapa si pemilik perusahaan memberikan aturan di perusahaannya untuk menolak parcel? Makanya, kami diajak suami untuk datang ke rumahnya pada hari natal kedua, 25 Desember 2014, tadi malam.

[caption id="attachment_386465" align="aligncenter" width="360" caption="Patung malaikat di sebuah atapnya"]

14196712681830351827
14196712681830351827
[/caption]

[caption id="attachment_386466" align="aligncenter" width="360" caption="Patung malaikat di sebuah gubugnya"]

1419671300870460536
1419671300870460536
[/caption]

[caption id="attachment_386467" align="aligncenter" width="384" caption="Tempat menjamu para tamu"]

1419671325957642134
1419671325957642134
[/caption]

[caption id="attachment_386468" align="aligncenter" width="360" caption="Krippe dan menara sebagai latar"]

14196713531217078753
14196713531217078753
[/caption]

[caption id="attachment_386469" align="aligncenter" width="360" caption="Cantik"]

14196713781583801487
14196713781583801487
[/caption]

[caption id="attachment_386470" align="aligncenter" width="360" caption="Santa "]

1419671400216048416
1419671400216048416
[/caption]

[caption id="attachment_386471" align="aligncenter" width="384" caption="Fragmen kelahiran Yesus"]

1419671425681895200
1419671425681895200
[/caption]

[caption id="attachment_386472" align="aligncenter" width="360" caption="Kawanan rusa"]

14196714561108188410
14196714561108188410
[/caption]

[caption id="attachment_386473" align="aligncenter" width="360" caption="Sampai jumpa lagiiiii"]

1419671480897039803
1419671480897039803
[/caption]

Woooooow ... rumahnyaaaa. Mulaknooo ... orang berada, gak perlu parcel barangkali ya? Mungkin si bapak berpikir, parcel hanya untuk orang tidak punya, lebih bermanfaat, efektif dan memang sebuah kejutan bagi mereka. Jadi semua parcel ke perusahaan, dikembalikan, disuruh bawa pulang lagi.

Oh iya, rumahnya itu lho. Kok seperti film natal yang kami tonton bersama tanggal 24 Desember 2014 dari Apple TV ya? Itu lho film natal yang menceritakan kisah seorang lelaki gemuk beranak kembar yang memasang banyak lampu di setiap sudut rumahnya berikut musiknya, seperti pasar natal. Ini membuat ketidaknyamanan tetangga depan rumahnya, terganggu kwadrat. Sampai keduanya berperang teror dan keluarga masing-masing meninggalkan bapak-bapak yang sedang kebakaran jenggot itu. Untungnya, happy ending bahwa tenggang rasa di manapun dan kapan pun itu, perlu. Pelajaran yang berharga bukan? Menyelesaikan masalah dengan masalah lalu happy, smile.

Ah, jadi bahas film. Oh, iya, rumah yang baru saja kami tandangi itu memang jadi tontonan publik. Waktu kami datang pukul 22 dari mengunjungi kerabat, ada satu mobil dengan keluarga besar yang lewat dan menonton hujan lampu gratisan itu.

Sebuah Krippe, fragmen dari kelahiran Yesus dalam ukuran anak-anak, tampak mempesona. Termasuk para kijang berlampu, malaikat dan seterusnya. Wahhh seru lihatnya. Jeprat-jepret.

Selama ini, saya lihat orang Jerman memang bersemangat untuk memasang lampu menjelang natal dan tahun baru, tapi tidak seheboh pemilik rumah yang saya ceritakan tadi. Paling hanya balkonnya, atapnya, terasnya, atau pohonnya saja, bukan serumah! Ya. Untuk lampu LED kelap-kelip sepanjang 3 meteran saja harganya sudah 100€, berapa duit coba si bapak tadi mengeluarkan uang? Belum listriknya dari pukul 17.00-00.00 misalnya, meski listrik di Jerman tergolong murah menurut pendapat dan pengalaman kami berempat di Indonesia dan berlima di Jerman dengan fasilitas lengkap serba listrik. Listrik Jerman kan sampai diekspor ke negeri tetangga segala? Sudah ditotal sebulan berapa pengeluarannya kan? Tapi untuk keceriaan natal dan membahagiakan diri sendiri dan orang lain, barangkali ini tidak dihiraukan. Sekali-sekali.

***

Dari insiden penolakan parcel itu, saya juga belajar satu hal yang membuat saya tersenyum: ternyata ada orang Islam yang mengirim parcel untuk orang yang merayakan natal (dan tahun baru) meski bukan orang Islam (entah Katholik, Kristen, Jehova atau bahkan atheis sekalipun).

Bos suami saya itu asli Pakistan dan orang Islam. Ia memesan parcel bagi 50 orang tersebut lewat suami di Jerman. Dan ini sudah dilakukannya sejak ia memiliki perwakilan di Jerman beberapa puluh tahun yang lalu. Saya memang belum tanya apa motifnya.Suami saya hanya bilang, ini sebagai rasa terima kasih atas kerjasama selama ini dan sedikit memberikan kebahagiaan, berbagi rejeki, karena mereka juga sudah berbagi rejeki (memesan, membeli produk dari waktu ke waktu).

Demikian, cerita saya yang berkaitan dengan natal (yang pasti menarik bagi yang merayakan kemarin). Tetap ada hikmah yang bisa diambil dari penolakan parcel tadi. Apakah parcel hanya untuk orang berada? Sebaiknya untuk kaum papa saja? Arggghhhh ....Salju turun lagi hari ini, 30 cm,  indahnya. Selamat pagi. (G76)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun