Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kompasiana Lagi Down, Enaknya Ngapain?

4 Mei 2016   19:46 Diperbarui: 4 Mei 2016   19:58 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Marah? Pastiiiii. “Kok sudah mau 8 tahun, Kompasiana ngadat terus sihh?“

Bingung? “Lah iya lah ... Fotonya amburadul bahkan bisa jadi ilang, tulisan amblas, komentar gak muncul dan entah apalagi ... huuuuuh! Posting gatot teruuuus.“

Kecewa? “Namanya juga manusia kalau tempat “bermain“ udah nggak nyaman pasti lah masygul, nek.“

Protes? “Sebagai warga penghuni K, kann boleh mengingatkan pemilik kampung K ...“

Lantas apakah dengan semua luapan perasaan itu, Kompasiana yang lagi down bisa cepat sembuh? Jawabannya belum tentu. Logikanya, bukankah sudah ada pihak managemen dan IT yang berusaha menyelesaikan masalah itu? Barangkali memang protes Kompasianer menjadi sebuah tekanan agar mereka bekerja ... lebih keras lagi. Hmm ... Siapa yang bisa menjamin tekanan akan menyulap kondisi down menjadi up dalam sekejap?

Saya ingat pengalaman yang hampir mirip. Yup. Di radio. Awal-awal masuk, saya heran mengapa penyiar senior justru angkat kaki dari radio yang pernah terkenal di jamannya. Setelah agak lama bergabung saya jadi tahu, banyak permasalahan yang akhirnya tidak bisa ditolerir oleh para penyiar dan perusahaan dianggap tidak bisa menyelesaikannya. Dari beragam masalah itu salah satunya adalah soal pemancar yang “byar-pet“. Kadang byar aka terang lancar jadi radio bisa didengerin, kadang pet alias mampet aka mati di mana suara radio kita nyarisss tak terdengarrrr. Lahhh kalau pemancarnya mati, pendengar kecewa, dong? Yang terdengar hanya bunyi ngeses kresek-kresek ... zzzzzz .... kayak TVRI yang turun udara. Banyak semutnya, gitu loh!

Ohhh ... Salah seorang penyiar pernah bilang ke kami, “Kalau kita nggresula (mengeluh) terus, tidak akan menyelesaikan masalah. Teknisi sudah kerja, kita berdoa saja!“ Kalimatnya yang diucapkan tanpa ekspresi itu mak jlebbb teman-teman! Iya, ucapan yang keluar dari gadis secantik Nia Zulkarnaen itu berekspresi (wajah dan suara) ... tenang nan datar. Mendengarnya, mata saya mendelik, melotot kayak orang keselek biji kedondong. Untung, nggak sampek loncat tuh mata saya. Dia, mengucapkannya sambil memutar-mutar kaset jadul di tape yang tutupnya saja ya amploppp ... sudah copot dan kadang bikin nglokor suara musik. Muternya lagu rock yang keluar keroncong!

Saya pikir betul. Betul sekali apa kata dia bahwa kalau radio sedang down, kita boleh saja marah, kecewa, bingung, protes ... tapi tak boleh putus asa, tenang dan ikut mendoakan.  Manusia berusaha Tuhan yang menentukan ... istilahnya begitu. Menyalahkan teknisi yang dianggap tidak becus, memprotes managemen yang dituding nggak ngurusin ... waktu itu adalah hal-hal yang kami tepis karena diyakini tidak akan serta merta menyelesaikan masalah.  Kesabaran memang ada batasannya. 

Buntutnya, satu-persatu penyiar lama dan baru ... pergi. Lah gimana nggak? Lagi enak-enak siaran, pemancar mati jal. Mana bisa pendengar menikmati suara penyiar dan musik atau berita? Belakangan, setelah suwung, sepi penyiar, siapa yang siaran? Hanya kami bertiga; saya yang dipanjer seharian siaran, dua penyiar laki-laki siaran malam dan seorang janitor akan menjadi penjaga gawang kalau-kalau di antara kami tidak datang ... diputerin musik tanpa penyiar. Sudah. Miris, ya? Kondisi down yang berlarut-larut, langganan. Kesabaran saya hanya bisa teruji sampai tahun ketujuh. Saya memilih pindah ke radio yang pemancarnya joss dan gajinya wuss. Bagaimanapun, suka duka di radio pertama itu nggak bakalan terlupa. Kalau ditulis, jadi mirip novel Lupus di radio Gana eh Gaga. Xixi.

Nah, dari pengalaman itulah barangkali, saya yang barusan ulang tahun jadi penghuni Kompasiana selama lima tahun, merasa ini hal yang biasa. Biasa ketika Kompasiana dirasa-rasa, diperhatiin ... dalam keadaan down. Bisa jadi ini suatu hikmah biar saya nggak setiap hari atau seharian mikirin Kompasiana terus. Itu dunia maya. Masih ada dunia nyata yang kudu tetep jadi nomor satu. Seperti menikmati masa mendampingi anak-anak tumbuh dan berkembang dengan memeluk-cium mereka sesering mungkin, membantu suami, meneruskan naskah buku yang terbengkalai dan masih banyak lagi....

So, Kompasiana lagi down? Yo wis lahhhh ... piye menehhhh? Berdoa, semoga lekas pulih ya ... Kompasiana! Good luck.(G76)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun