Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Desk Politik

Koran kampus ipb 2003-2004 Majalah trobos 2005 Tabloid Peluang Usaha, Waralaba, Wirausaha (media peluang group) 2006-2009 Tabloid The Politic (pimred), tabloid Femme (wapimred) 2009-2014 Tabloid waralaba dan wirausaha (pimred) 2014-2015 Marcomm Perusahaan mitra pertamina di SPBU 2015-2016 Marcomm media warna warni advertising 2016 Majalah properti indonesia (redaktur) 2016-2017 Majalah Inspiratif (Redaktur) 2017-2018 Berkabar.id, berempat.com, Independent observer, Sironline.id (2018-skg)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mega Vs SBY di Balik OTT KPK pada KPU

11 Januari 2020   09:37 Diperbarui: 14 Januari 2020   18:22 3089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY dan Megawati, Pertarungan Tak Kunjung Henti (Sumber Gambar : Merdeka.com)

Sebagai misal Ferdinand Hutahean di Demokrat diposisikan sebagai pengganti peran Ruhut Sitompul yang spesialisasi terhadap "serangan kasar", sementara Andi Arief seorang politisi berbasis aktivis serangannya lebih pada "tembakan tembakan" kepada para elite seperti kasus kardus Prabowo, sementara bila agak halus maka diserahkan pada Syarief Hasan. 

Inilah bahasa SBY dalam melakukan komunikasi politik, begitu juga Megawati, bila komunikasi politik serangan dibawakan oleh Adian Napitupulu yang fungsinya agak mirip dengan Andi Arief, bila serangan itu ke soal sistem dan lebih masuk ke dalam tatanan pemerintah peranan itu dibawakan oleh Prof. Hendrawan Supratikno dan soal soal yang lebih ke persoalan politik sehari hari maka Eva Kusuma Sundari menjadi public relation PDIP. Pola pemberitaan ini tentunya sudah jadi makanan sehari hari bagian riset media. 

Nah dalam OTT KPK kepada KPU kemarin dengan framing "Staf Sekjen PDIP" ketara sekali ada serangan politik Demokrat ke PDIP juga diikuti pola yang sama yaitu : "Serangan dilakukan pada hari hari penting PDIP" dalam ilmu militer serangan pada hari yang dianggap penting dan sakral bukanlah serangan militer yang mematikan namun ditujukan untuk propaganda. 

Kenapa Demokrat Perlu Menghajar PDIP

Suara Demokrat yang sudah hancur hancuran, gagalnya popularitas AHY dan tidak masuknya AHY ke dalam kabinet Jokowi jilid II jelas menjadikan posisi Demokrat turun ratingnya dan tidak lagi menjadi arus utama politik di Indonesia. 

Sikap Demokrat yang enggan pada posisi oposisi yang praktis hanya ditempati oleh PKS serta malasnya Demokrat merapat pada Gerindra dimana Gerindra saat ini dekat sekali dengan kubu PDIP menjadikan Demokrat tidak punya positioning sama sekali.  

Apalagi Demokrat harus berpikir keras bagaimana membongkar "kayu kayu lintang" bloking Megawati kepada SBY agar tidak lagi masuk ke dalam sistem kekuasaan. 

Inilah yang membuat Demokrat harus mengambil langkah langkah terobosan politik dan yang terbaik adalah "Serang PDIP utamanya Sekjen PDIP" dengan melakukan framing serangan kepada posisi Sekjen PDIP maka Demokrat berpeluang untuk melakukan "positioning" politik serta secara perlahan melakukan langkah langkah politik penguasaan wilayah yang sudah direbut kembali PDIP pada Pilkada-Pilkada lalu. 

Dalam berbagai Pilkada dan Pileg, Demokrat mengalami kehancuran total. Satu satunya kemenangan penting justru di Jawa Timur itupun dengan membajak Emil Dardak kader PDIP untuk dijadikan Wagub Jawa Timur.

Demokrat juga merasa beberapa serangan politik besar dilakukan oleh Sekjen PDIP kepada mereka dan ini bisa dianatomi oleh cuitan cuitan twitter Andi Arief kepada PDIP atau khususnya kepada Sekjen PDIP yang selalu dijadikan sasaran tembak PDIP. Serangan ini juga bisa dikatakan aksi balasan pada bentuk serangan Adian Napitupulu yang dulu dituduh melakukan "kepungan ke rumah SBY" di Jalan Kuningan Jakarta. 

Penggunaan Andi Arief dan Ferdinand Hutahean jelas akan membuka pintu posisi politik Demokrat lebih tinggi. Ini juga sesuai dengan "Hoki SBY" yang selalu menjadikan Megawati sebagai pihak arogan sementara pihaknya sebagai "orang yang melawan arogansi Megawati" pola komunikasi seperti ini sudah jadi hapalan banyak analis politik dan orang orang Indonesia yang minat terhadap peristiwa politik dimana disitu ada "kemenangan SBY" maka "harus ada Megawati yang diserang", dan siapa lagi proxy Megawati saat ini kecuali Hasto Kristiyanto, sekjen andalan Megawati dan orang yang dianggap sebagai pusat dari segala gerakan PDIP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun