Mohon tunggu...
Humaniora

Bumiku, Hatiku

21 September 2016   13:56 Diperbarui: 21 September 2016   14:16 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Senin, 21 September 2016

Untuk Bumi ku Tercinta,

Hai Bumi! Sudah lama aku tidak berbicara denganmu walau hanya lewat surat ini. Maafkan aku karena ketidakpekaanku padamu. Selama ini engkau seperti sahabat dan orang tua yang membingbimbingku di seluruh permukaanmu. Aku percaya bahwa di setiap langkahku engkau akan membimbingku dengan hati mu yang berada jauh di dalam sana.

Akhir-akhir ini, banyak kejadian yang mengingatkanku padamu, sahabat lamaku. Mirisnya, hal-hal tersebut bukanlah hal yang ingin aku dengar atau bisa dikatakan hal tersebut bukan merupakan hal yang baik. Aku tidak habis pikir kenapa banyak sekali orang yang tega melakukan hal itu padamu. Sebenarnya, banyak pula orang yang baik pada mu tetapi kebaikan kebaikan mereka seakan tidak terlihat akibat berbagai kejahatan yang dilakukan orang lain padamu.

Di dalam abad ini, segala hal di kelilingku seakan bergerak sangat cepat tanpa melihat ke kanan dan kiri mereka. Aku tahu engkau mengalami kesakitan yang luar biasa akibat luka bakar di sekujur tubuhmu. Sekarang tidak banyak hawa sejuk yang dapat mendinginkan badanmu, tidak banyak hal yang bisa mengobati luka bakarmu itu. Terlebih lagi aku menangis melihat mereka tidak hanya menyakiti mu sekali tetapi berkali kali di tempat yang sama di sekujur tubuh mu. Hatiku tersayat mengingat engkau tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya dapat menangis dalam diam. Memang ada segelintir orang berhati mulia yang membantu mengobati luka mu tetapi daya orang-orang tersebut tidaklah sebannding dengan kerusakan dahsyat yang telah ditimbulkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu padamu. Dengan terpincang-pincang dan segala dayamu, engkau tetap membimbing kami dan tidak pernah membentak kami.

Belum lagi selesai penderitaanmu itu, engkau kembali terengah-engah dan sangat lemah karena air yang mengalir pada permukaanmu itu yang bagaikan aliran darah hilang begitu saja. Lagi-lagi orang-orang belum puas dengan mengambil apa yang engkau punya. Mereka terlalu serakah dan mementingkan diri mereka sendiri hingga mereka lupa bahwa engkau memberikannya secara cuma-cuma. Mereka terus menerus mengambil pohon-pohon pelindungmu hingga tidak ada lagi yang bisa menahan aliran airmu. Akibatnya , lama-lama aliran tersebut pun habis dan kering. Kesejukan telah kembali dirampas darimu tanpa ampun. Mereka kembali menyalahkan orang lain atas perbuatan yang telah mereka perbuat sendiri. Mereka bahkan tidak sadar untuk menjalankan kewajibanmu pun engkau sudah hampir tidak berdaya.

Mungkin engkau masih bisa, dengan sisa-sisa tenagamu, membantu kami melangsungkan hidup kami sehari hari. Akan tetapi, hatimu tercabik luar biasa hebat melihat anak anakmu kehilangan nyawa mereka begitu saja. Engkau menjadi saksi segala pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang kepada saudara, teman, orang asing atau kepada binatang-binatang yang hidup bersama dengan mereka. Setiap harinya, engkau menyaksikan pembunuhan keji yang terjadi diluar kuasamu. Mereka menodaimu tubuhmu dengan darah kotor yang dengan sia-sia merelakan nyawa nyawa berharga. Aku tahu engkau menangis dalam bentuk tetesan tetetasan hujan setiap harinya saat engkau sanggup. Engkau seperti memberitahu kami untuk berhenti melakukan semua itu.

Di atas segala hal yang terjadi, engkau seperti tersentuh untuk menunjukkan kepada kami apa arti kasih yang sebenarnya. Engkau tidak membalas kami dengan kejahatan tetapi mengajari kami untuk membalas dengan kasih sehingga engkau terus memberikan apa yang engkau punya pada kami. Dengan kebaikan mu, engkau melingdungi kami dari sengatan matahari yang menyengat. Saat kami merusak dan melubangi lapisan mu itu,  engkau berusaha untuk memperbaikinya seperti semula demi kami.

Bumi, atas segala pengorbananmu itu kami mengucapkan terima kasih. Kami tahu bahwa sudah saatnya kami membals segala kebaikanmu dan merawatmu setelah engkau menjaga kami pula. Mungkin sekarang aku hanya bisa mengungkapkan dengan surat ini, tetapi suatu hari nanti aku percaya semua orang akan sadar akan kebaikanmu. Mereka akan berusaha memperbaikimu dan hidup berdampingan denganmu tanpa menyakitimu. Mungkin hal ini tidak akan terjadi dalam waktu dekat tetapi pada abad selanjutnya, pasti ada revolusi besar tertutama pada cara pemikiran manusia tentang engkau, Bumi.

Salam,

Gaby

y

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun