“I love kopi”
Kata itu begitu sering terdengar di telinga saya. Pasalnya, Kakak saya, kawan saya, Om, dan pakde saya, adalah penggila. Mania kopi jenis apapun, yang tidak bisa saya mengerti kenapa mereka begitu doyan.
Pada dasarnya, selera memang tidak untuk diperdebatkan. Kemampuan lidah seseorang itu memang berbeda. Saya tidak begitu suka kopi, sekedar penikmat dikala butuh bergadang, atau ketika ingin mencoba varian minuman. Namun saya menjadi sedikit memahami tentang “Kopi” saat saya bertandang ke sebuah kedai kopi di wilayah kota solo.
Dari stasiun Purwosari ke selatan, memasuki sebuah gang di selatan Rumah sakit Kasih Ibu, tepatnya di jalan Melati 07, Purwosari-Surakarta, anda akan menemui sebuah kedai kopi dengan nuansa klasik. Sebuah tempat yang pastinya asyik untuk ngorolin kanan-kiri, maupun mencari inspirasi.
“Ngopi serius” sebuah nama yang membuat saya sedikit mengernyit aneh. Serius amat ini namanya, seolah kedai ini memberi peringatan saya sebagai seseorang yang tidak begitu kuat minum kopi, untuk tidak masuk ke dalam area ini. Tetapi rasa penasaran selalu menuntut saya untuk sedikit nekat melawan batas ketakutan. Maka akhirnya, sayapun memberanikan diri memasuki kedai itu dan menjajal kopinya.
Pintu kayu ukir di depan, serta warna kuning lampu yang membuatnya menyala remang-remang diantara kegelapan, berpadu dengan jajaran kursi, dan tiang dari kayu, memberikan kesan klasik nan artistik pada tempat ini. Di sisi kiri tembok, terpampang beberapa gambar tarian adat daerah, yang seolah ingin menegaskan kepada siapapun bahwa di dalam tempat ini keberagaman Indonesia hadir dalam segelas kopi yang siap dinikmati.
Sementara itu, di sisi kanan, terdapat beberapa gambar modern yang seolah ingin berkata bahwa kopi itu, terkenal secara internasional. Salah satu gambarnya adalah tentang quotesnya Abraham Lincoln
“If this is coffe please bring me some tea. but if this tea please bring me some coffe.” Quotes yang sedikit membigungkan.
“Ngopi Serius”, rupanya begitu “serius” dengan kopinya. Terhitung ada 36 menu kopi dari beberapa daerah yang bisa anda cicipi. Tenang saja, harga kopi di sini tidak akan terlalu membuat dompet anda terkuras banyak. Cukup siapkan kocek antara 10-50 ribu untuk mencicipi rasa original coffe. Nah, di bawah ini saya fotokan menu kopi asli dan harganya yang mungkin bisa anda jadikan piihan saat datang kemari
Saya sendiri memesan Kopi Bali Kintamani. Rasanya yang asam sedikit pahit tanpa gula, benar-benar tidak cocok dengan lidah saya. Saat saya meminta tambahan gula pada barista “Ngopi Serius”, ia hanya tersenyum ramah sembari berujar bahwa gula bisa mengurangi nikmat rasa aslinya. Saya terkekeh malu, pasti kelihatan sekali kalau saya bukan pecinta kopi.
“Nggak apa-apa mas, saya hanya ingin kopi saya ditambahkan sesuatu yang bisa membuat rasanya sedikit manis,” ujar saya pasrah.
Akhirnya, mas Chiko, sang barista, menambahkan cairan putih –mungkin susu- ke dalam kopi saya. Baru setelah itu, saya bisa menikmatinya. Padahal, saat menyajikan, mas barista berpesan kopinya bakalan enak kalau minumnya pelan-pelan. Tapi, namanya “nggak biasa” sepelan apapun tetap saja saya gagal menikmatinya. Baru, setelah ditambahkan cairan putih itu saya mampu meneguknya. Dan menemukan kata “enak”
Dapat setengah gelas, entah sugesti pikiran saya yang sudah mengklaim “nggak kuat kopi” atau pada dasarnya saya memang sedang kurang sehat untuk menikmatinya. Kepala saya mendadak kliengan, dan tangan menjadi dingin. Nina, sahabat saya yang menemani saya ngopi hanya terkekeh saat saya mengeluh.