Kalau kita perhatikan, hampir setiap kali ada konvoi atau kopdar komunitas motor, yang paling dominan adalah laki-laki dewasa. Entah itu motor bebek, matic, sport, sampai moge, mayoritas anggotanya tetap pria. Pertanyaannya, kenapa ya komunitas motor lebih banyak diisi laki-laki dewasa ketimbang perempuan atau anak muda?
1. Motor sebagai Simbol Maskulinitas
Motor sejak lama identik dengan simbol kebebasan, kecepatan, dan keberanian. Tiga hal ini lekat dengan konstruksi sosial tentang maskulinitas. Menurut teori gender role (Eagly, 1987), masyarakat sering membentuk pandangan bahwa laki-laki lebih cocok dengan hal-hal yang menantang dan penuh risiko.
Jadi, bukan cuma soal kendaraan, tapi ada citra "macho" yang melekat saat laki-laki naik motor, terutama motor gede atau sport. Itulah yang bikin banyak pria merasa percaya diri ketika bergabung dengan komunitas motor.
2. Laki-Laki Cenderung Suka Risiko
Dalam psikologi, ada istilah risk-taking behavior. Penelitian menunjukkan laki-laki lebih cenderung menyukai aktivitas berisiko dibanding perempuan (Byrnes, Miller, & Schafer, 1999). Touring jarak jauh, konvoi, atau sekadar riding malam hari jelas punya risiko, mulai dari kecelakaan hingga kondisi cuaca yang nggak menentu.
Bagi laki-laki dewasa, tantangan ini justru jadi daya tarik. Ada kepuasan tersendiri saat bisa menaklukkan jalanan bersama komunitas.
3. Komunitas sebagai Ruang Sosial
Buat banyak pria dewasa, komunitas motor bukan cuma soal kendaraan, tapi juga ruang untuk bersosialisasi. Di sana mereka bisa ngobrol, saling tukar informasi, bahkan membangun jaringan bisnis.
Teori uses and gratifications (Katz dkk., 1973) menjelaskan bahwa orang bergabung dengan komunitas karena ada kepuasan sosial yang didapat: rasa kebersamaan, identitas kelompok, dan pengakuan. Bagi pria dewasa yang mungkin jenuh dengan rutinitas kerja, komunitas motor jadi wadah untuk melepas penat sekaligus memperluas relasi.
4. Faktor Ekonomi dan Usia