Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Populisme Mengglobal?

3 Januari 2017   12:55 Diperbarui: 4 April 2017   16:50 5262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: http://www.slate.com/articles/news_and_politics/interrogation/2016/02/is_donald_trump_a_populist.html


Kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat mengagetkan secara global. Tidak  kurang dari majalah yang sangat tinggi reputasinya, The Economist yang berpusat di London, Inggris menyebutnya sebagai Trumpquake, gempa Trump. Apa betul demikian?

Trump yang latar belakangnya adalah business tycoon sangat berbeda dengan rekan-rekannya dari partai Republik. Trump jelas bukan politisi gaya Washington. Dia datang dengan gaya, pemikiran, dan rencana yang bertolak belakang dengan politisi-politisi Amerika Serikat umumnya. Tengok saja cara, retorika, dan ancaman yang ia lontarkan ketika kampanye. Kawan saja dibikin bingung, apalagi lawan. Tapi nampaknya rakyat Amerika Serikat senang dengan Trump, setidaknya sebagian rakyat Amerika Serikat yang memilih  dia.

Gaya seperti Trump yang menghantam para elite politik yang sudah mapan sepertinya sedang mewabah di Dunia. Tingkat prevalensinya meningkat di beberapa negara di Eropa. Tengok saja di Hungaria, bisa disebut Perdana Menteri Viktor Orban adalah Chief dari Populisme di Eropa. Tokoh-tokoh seperti Marine Le Pen dari Perancis dan Jaroslaw Kaczynski di Polandia boleh jadi terinspirasi oleh Orban dengan populismenya. Apalagi Orban sudah enam tahun berkuasa di Hungaria dan mengindikasikan semakin kuat.

Austria sepertinya bergerak ke arah populisme dengan pimpinannya Presiden kanan-radikal, Norbert Hofer. Gerakan populisme juga telah mendominasi perpolitikan di Slovakia.  Walau begitu, mewabahnya populisme tidak selalu diartikan kaum populisme memegang pemerintahan. Di negara yang mana kelompok populis tidak berkuasa, mereka mendominasi debat politik.  Kelompok populis nampaknya sudah punya agenda dalam merancang masa depan Eropa. Bahkan ini bisa saja mewabah ke kawasan-kawasan lainnya. Ini akan menjadi kenyataan jika gerakan ini berhasil meningkatkan pengaruhnya di masyarakat.

Populisme itu apa? :

Populisme didefinisikan sebagai suatu ideologi yang memisahkan masyarakat  ke dalam dua kelompok yang homogen dan antagonis, masyarakat yang murni dan elite yang korup. Selain itu, para penyokong populisme berpendapat bahwa politik harus merupakan ekspresi dari keinginan umum masyarakat.

Populisme memang mempunyai beragam arti. Populisme artinya berbeda untuk tiap kelompok. Namun demikian, persamaan di antara populisme untuk setiap kelompok adalah bahwa semuanya sama dalam hal kecurigaan terhadap elite dan semua memusuhi elite , membenci mainstream politics (arus utama dalam politik), dan institusi yang mapan. Dengan cara ini, populisme mewakili mereka yang dilupakan, orang biasa yang terpinggirkan, bahkan seringkali merasa mewakili patriotisme murni.

Sejarah membuktikan bahwa populisme bisa memiliki varian kiri dan varian kanan. Kedua varian ini bahkan saat ini bagaikan bunga yang sedang mekar. Lihat saja dengan Donald Trump, Bernie Sanders, Syriza pemimpin partai kiri di Yunani, dan Front Nasional di Perancis. Sementara Spanyol yang pernah mengalami masa diktator sayap kanan ternyata tidak ada selera terhadap populisme. Jerman saat ini memiliki partai populis kanan, padahal pernah mengalami masa kelam di era diktator fasis kanan.

Bagaimana dengan Amerika Latin? Dimulai dengan keberhasilan Juan Peron pada 1946, dengan gerakan yang diberi nama decamisados yang merupakan populisme ala Amerika Latin - yang terintegrasi ke dalam populisme sampai sekarang, populisme telah mendominasi politik di Amerika Latin. Bahkan jauh sebelum itu, sekitar tahun 1930an populisme sudah menguasai Amerika Latin saat Presiden Getilio Vargas berkuasa di Brazil sampai kepada Evo Morales yang menjadi Presiden Bolivia pada tahun 2006. Hanya belakangan ini gaya kepemimpinan orang kuat di Amerika Latin, grandiose, sudah menyurut pamornya.

Dampak:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun