Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - KETUM AP2I

Ukirlah sejarah melalui tulisan!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kapan Pemerintah akan selesaikan kasus kami?

2 Februari 2015   21:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:56 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Forum Solidaritas Pekerja Indonesia Luar Negeri (FSPILN) Sebanyak 203 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Anak Buah Kapal (ABK) yang diberangkatkan oleh PT. Karlwei Multi Global (KARLTIGO) dan PT. Bahana Samudera Atlantik pada tahun 2012 silam hingga saat ini perkaranya belum juga menemukan titik terang dan nasib para korban masih terkatung-katung di negeri sendiri setelah pemerintah berhasil memulangkan dan menjanjikan akan membantu dengan segala upaya untuk menyelesaikannya termasuk langkah untuk menjual kapal-kapal milik PT. Kwo Jeng Trading,.co.ltd (TAIWAN) yang disita oleh pemerintah setempat baik di Trinidad and Tobago maupun di Abidjan guna sebagai kompensasi terhadap gaji yang belum terbayarkan. (Dokumentasi : Foto Para ABK saat ditelantarkan di Perairan Trinidad and Tobago selama 4 bulan tanpa bahan makanan)Para ABK sudah melakukan segala upaya baik diplomasi maupun hukum, sayangnya langkah yang dilakukan para ABK tidak mendapat perhatian dan bantuan baik pendampingan ke instansi pemerintah maupun pemberian bantuan hukum dari pemerintah. pemerintah terkesan acuh tak acuh dalam kasus tersebut, buktinya sejak tahun 2012 hingga saat ini kasus tersebut belum terselesaikan.

14228595881509685766
14228595881509685766
(Dokumentasi : Foto para ABK dan Kuasa Hukumnya saat Judicial Review pasal 26 ayat (2) huruf (f) dan Pasal 28 Undang - Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri UUPPTKILN di Mahkamah Konstitusi MK 22/01/2015 ) ABK Gugat Ketentuan yang Wajibkan Pelaut Miliki KTKLN Jumat, 23 Januari 2015 | 06:23 WIB dibaca : 5877 kali
Iskandar Zulkarnain selaku kuasa hukum Para Pemohon (tengah) saat menyampaikan poko-pokok permohonan dalam sidang uji materi UU PPTKI, Kamis (22/01) di RUang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie. Sebanyak 29 Anak Buah Kapal (ABK) mengajukan gugatan terhadap ketentuan yang mewajibkan pelaut memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dalam Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (UU PPTKLN). Pada sidang perdana perkara No. 6/PUU-XIII/2015 yang digelar Kamis (22/1), Iskandar Zulkarnain selaku kuasa hukum Para Pemohon yang bekerja di berbagai negara mengatakan ketentuan Pasal 26 ayat 2 huruf f dan Pasal 28 beserta Penjelasan UU UPPTKLN telah merugikan hak konstitusional Para Pemohon atas  jaminan perlindungan, kepastian hukum, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum karena ada dualisme kementerian yang bertanggung jawab. Terlebih, kepemilikan PPTKLN bagi TKI yang bekerja di sektor perikanan pada peraturan lain justru tidak diwajibkan. Ketentuan Pasal 26 ayat (2) huruf f UU PPTKLN mengatur bahwa penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri harus memenuhi persyaratan wajib memiliki KTKLN. Pasal 28 UU a quo menyatakan penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Dalam penjelasan Pasal 28 UU a quo dinyatakan bahwa pekerjaan yang dimaksud antara lain adalah pelaut. Dengan adanya ketentuan tersebut, Pemohon mengatakan menteri yang dimaksud dalam seluruh pasal pada UU PPTKLN adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, yaitu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menteri Ketenagakerjaan). Padahal, selama ini TKI yang bekerja pada sektor Perikanan seperti ABK yang lapangan kerjanya berada di atas dan di dalam kapal laut di tengah lautan samudera yang luas terikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Angkutan di Perikanan dengan Kementerian Perhubungan sebagai penanggung jawabnya. Dualisme Penanggung Jawab Peraturan yang mengatur soal penempatan awak kapal menurut Pemohon juga sudah diterbitkan oleh dua institusi dimaksud, baik oleh Menteri Perhubungan maupun Menteri Ketenagakerjaan. Peraturan dimaksud antara lain, Peraturan Menteri PerhubunganNomor PM. 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal dan Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor Per.12/KA/IV/2013. Adanya dua kementerian atau lebih yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja pada sektor Perikanan sebagai Pelaut atau Anak Buah Kapal (ABK) tersebut menurut Pemohon telah menyebabkan tiadanya jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum. Sebab, ketika adanya perselisihan yang timbul antara ABK dengan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), kedua kementerian tersebut saling lempar tanggung jawab. Hal serupa juga terjadi ketika ABK mengurus permohonan memiliki KTKLN. Haryanto selaku kuasa hukum Para Pemohon dari Tim Pembela Pekerja Indonesia mengatakan saling lempar tanggung jawab tersebut menyebabkan Para Pemohon tidak mengetahui pihak yang berkewajiban memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum. “Hal ini juga berdampak ketika terjadi perselisihan yang timbul dari akibat adanya hubungan kerja ABK dengan perusahan PPTKIS. Pihak pemerintah yang saling lempar tanggung jawab antara Kemenaker dan Kemenhub, sehingga para Pemohon tidak mengetahui siapa yang seharusnya berkewajiban memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hokum,” ungkap Haryanto. Sementara itu Zaeli Alfan selaku kuasa hukum Pemohon lainnya mengatakan kementerian lain (Kementerian Perikanan, red) justru tidak mewajiban setiap TKI yang bekerja di sektor perikanan memiliki memiliki KTKLN. Ketidakjelasan aturan tersebut menurut Pemohon berpengaruh erat terhadap jaminan perlindungan TKI. “Ketentuan tersebut telah menyumirkan tanggung jawab negara c.q pemerintah. Sehingga dengan sendirinya ketentuan Pasal 28 dan Pasal 26 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan patut dinyatakan tidak mengikat secara hukum sepanjang tidak dimaknai yang dimaksud dengan menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak TKI,” jelas Alfan sekaligus membacakan petitum permohonan Para Pemohon yang pada intinya meminta Kementerian Ketenagakerjaan-lah yang bertanggung jawab terhadap perlindungan TKI, termasuk ABK yang bekerja di berbagai belahan samudera. (Yusti Nurul Agustin)

Indonesian seamen plead for help

Published: Sunday, October 21, 2012

A crew member puts a piece of wood which is used for fire to cook their food. Photos: Shirley Bahadur Stranded in Trinidad and Tobago for several months now, Indonesian crew members on fishing boats—Rich 5, Fullness 6, Fullness 2, Fullness 5—out at sea just off Crews Inn, Chaguaramas, are pleading for help. Some 160 Indonesian and Vietnamese crew members have no money, no food and no salary. They are dependant on good Samaritans in the area for their next meal. The men say they want to go home. The owner of the boats, who is a Taiwanese national, has been declared bankrupt in Taiwan. Sources say the local agent in T&T, Royal Marine, have now closed their doors on the crew members. The men have no way of getting home on their own. The men were relocated to the Royal Palm Hotel and Chaconia Hotel after Trinidad and Tobago Immigration intervened last week Saturday. However, due to the high cost of housing, the crew were sent back to their vessel.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun