Mohon tunggu...
Friza Ananda
Friza Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sabar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjaga Akhlaq di Tengah Bisingnya Dunia Digital

14 Oktober 2025   13:30 Diperbarui: 14 Oktober 2025   13:29 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan
Kehidupan manusia modern kini dikelilingi oleh suara yang tak pernah hening. Bukan hanya dari dunia nyata, tetapi juga dari ruang digital yang senantiasa riuh dengan jutaan kata, gambar, dan video setiap detiknya. Dunia maya telah menjelma menjadi pasar wacana tempat setiap orang bebas berbicara, berpendapat, bahkan menghakimi. Dalam kebisingan ini, kita sering lupa bahwa komunikasi sejatinya bukan sekadar berbicara, tetapi bagaimana menjaga martabat diri dan orang lain.
Ironisnya, kemajuan teknologi yang diharapkan menjadi sarana memperluas pemahaman dan mempererat hubungan antarmanusia, justru sering kali menjadi sumber salah paham, kebencian, dan permusuhan. Di sinilah urgensi menghadirkan kembali nilai-nilai komunikasi profetikyakni komunikasi yang meneladani akhlak para nabi: humanisasi (amar ma‘ruf), liberasi (nahy al-munkar), dan transendensi (tu’minuna billah) sebagaimana dirumuskan oleh Kuntowijoyo dalam gagasan besarnya tentang Ilmu Sosial Profetik (ISP).
Krisis Moral di Era Informasi
Ruang digital kini menjadi samudra informasi tanpa batas. Setiap orang bisa menjadi penyebar kabar, tanpa selalu menjadi pencari kebenaran. Fenomena clickbait, hoaks, dan ujaran kebencian adalah gejala nyata dari krisis moral komunikasi di era modern.
Al-Qur’an sebenarnya telah jauh hari memperingatkan umat manusia tentang pentingnya tabayyun verifikasi sebelum menyebarkan berita:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Ḥujurat [49]: 6)

Ayat ini menegaskan bahwa komunikasi yang tergesa-gesa tanpa verifikasi dapat menimbulkan kerusakan sosial. Dalam konteks digital, tabayyun berarti menunda jari sebelum membagikan, menimbang kata sebelum menulis, dan memastikan niat sebelum mengunggah.
Kuntowijoyo mengingatkan bahwa ilmu dan teknologi tanpa moralitas hanya akan melahirkan pengetahuan yang membutakan nurani.  Begitu pula dengan komunikasi jika kehilangan dimensi etik dan spiritual, ia berubah menjadi senjata yang melukai banyak orang. Maka, menghadirkan kembali akhlak komunikasi adalah langkah mendesak agar peradaban digital tidak kehilangan kemanusiaannya.
Humanisasi: Menyapa dengan Akal dan Hati
Nilai humanisasi (amar ma‘ruf) menuntun manusia agar komunikasi tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga menumbuhkan kasih sayang dan penghargaan terhadap sesama.
Rasulullah SAW bersabda:
 “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa berbicara adalah bagian dari iman. Maka, di dunia digital, setiap komentar dan unggahan seharusnya menjadi cerminan keimanan dan adab. Humanisasi dalam komunikasi digital bisa diwujudkan dengan cara sederhana: tidak menulis komentar kasar, tidak menyebarkan aib orang lain, dan tidak mempermalukan seseorang di ruang publik daring. Lebih dari itu, ia berarti mengubah ruang digital yang semrawut menjadi wadah empati.
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu.” (QS. Al-Ḥujurat [49]: 10)

Ayat ini menegaskan misi kemanusiaan komunikasi profetik: menyatukan, bukan memecah; menenangkan, bukan memprovokasi. Maka, tugas seorang muslim di ruang maya bukanlah memenangkan perdebatan, melainkan menegakkan nilai kemanusiaan.
Liberasi: Membebaskan dari Ketidakadilan Digital
Dimensi liberasi (nahy al-munkar) berbicara tentang upaya membebaskan manusia dari penindasan baik secara sosial, politik, maupun kultural. Di era digital, penindasan itu muncul dalam bentuk baru: dominasi algoritma, penyebaran informasi palsu, dan ketimpangan akses terhadap pengetahuan.
Kita hidup dalam sistem media yang lebih mengutamakan sensasi daripada substansi. Konten provokatif lebih mudah viral daripada pesan yang menenangkan. Akibatnya, publik terperangkap dalam “gelembung algoritma” yang mempersempit pandangan dan mengikis daya kritis.
Komunikasi profetik menolak bentuk penindasan semacam ini. Ia menuntut lahirnya literasi digital profetik yakni kemampuan menggunakan teknologi secara sadar, kritis, dan bertanggung jawab dengan berlandaskan nilai iman dan kemanusiaan. Seorang muslim yang beriman seharusnya menjadi penebar pencerahan di tengah arus disinformasi.

Allah SWT berfirman:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, meskipun sebelumnya mereka dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu‘ah [62]: 2)

Ayat ini menegaskan misi pembebasan Rasulullah SAW yang universal: membebaskan manusia dari kebodohan dan ketidakadilan. Maka di era digital, liberasi berarti melawan kezaliman informasi, menolak ujaran kebencian, dan memperjuangkan ruang komunikasi yang adil, sehat, serta berkeadaban.

Transendensi: Menghadirkan Kesadaran Ilahi dalam Komunikasi
Nilai transendensi (tu’minuna billah) merupakan fondasi spiritual yang meneguhkan dimensi vertikal dalam komunikasi. Tanpa kesadaran akan kehadiran Allah, komunikasi mudah berubah menjadi sarana ego dan amarah.
Allah SWT berfirman:
 “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qāf [50]: 18)
Kesadaran ini membuat seorang muslim berhati-hati dalam setiap kata, baik yang diucapkan maupun dituliskan. Dalam dunia digital, jejak yang kita tinggalkan komentar, unggahan, atau pesan pribadi bukan hanya terekam oleh sistem, tetapi juga oleh malaikat pencatat amal.
Transendensi melahirkan taqwa digital yakni sikap berhati-hati dan bertanggung jawab dalam berkomunikasi karena menyadari pengawasan Allah. Dengan demikian, media sosial bisa berubah menjadi ladang pahala: tempat berbagi ilmu, menginspirasi kebaikan, dan memperluas dakwah nil-hikmah.
 
Penutup
Masalah terbesar dalam komunikasi modern bukanlah teknologi, tetapi hilangnya adab. Umat Islam hari ini ditantang untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga penjaga moralitas komunikasi.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Menjaga akhlak di tengah bisingnya dunia digital berarti menghidupkan kembali semangat kenabian dalam komunikasi. Artinya, setiap aktivitas digital harus diarahkan untuk memanusiakan manusia, membebaskan dari kebodohan dan permusuhan, serta mengingatkan pada Tuhan.
Dengan menanamkan nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi, dunia maya dapat menjadi ruang dakwah yang mencerahkan, bukan arena permusuhan. Komunikasi profetik adalah upaya mengembalikan ruh spiritual dalam teknologi: mengingatkan bahwa di balik setiap kata ada tanggung jawab, di balik setiap pesan ada nilai, dan di balik setiap interaksi ada peluang untuk menebar kebaikan. Di tengah kebisingan dunia digital, semoga kita mampu menjadi suara yang meneduhkan suara yang tidak hanya berbicara tentang kebenaran, tetapi juga memancarkan kasih dan kesadaran ilahi.

Daftar Pustaka
Hidayat, K. (2019). Komunikasi Profetik di Era Digital: Tantangan Etika dan Spiritualitas. Jurnal Komunikasi Islam, 9(2), 145–160.
Kuntowijoyo. (2001). Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kuntowijoyo. (2006). Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.
Qur’anul Karim. (n.d.). Surah Al-Ḥujurāt [49], Al-Jumu‘ah [62], Qāf [50].
Ṣaḥīḥ Bukhārī & Ṣaḥīḥ Muslim. (n.d.). Kitāb al-Adab.
Ahmad bin Hanbal. (n.d.). Musnad Ahmad.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun