PENDAHULUAN
Dalam hidup, setiap orang pasti menghadapi masalah, kegagalan, dan situasi yang tidak selalu sesuai harapan. Cara seseorang menyikapi kenyataan hidup sering kali menentukan apakah ia mampu bangkit atau justru terjatuh semakin dalam. Karena itu, berpikir positif menjadi sikap mental yang penting. Namun, berpikir positif bukan berarti menutup mata dari kenyataan, melainkan belajar melihat kehidupan dengan cara yang lebih bijak dan sehat.
Pemahaman tentang berpikir positif sebenarnya bukan hal baru. Sejak masa filsafat kuno, para pemikir sudah banyak membahas hubungan antara cara berpikir dan kualitas hidup manusia. Marcus Aurelius dan Epictetus, dua tokoh Stoisisme, mengajarkan bahwa sumber kebahagiaan bukan berasal dari dunia luar, tetapi dari bagaimana kita mengendalikan pikiran dan sikap terhadap peristiwa yang terjadi.
Kemudian, Friedrich Nietzsche menambahkan sudut pandang lain. Menurutnya, hidup memang penuh penderitaan, tetapi manusia bisa menjadi lebih kuat jika mampu menghadapinya dengan keberanian dan pikiran yang matang. Pada era berikutnya, William James memperkenalkan gagasan bahwa cara berpikir seseorang dapat membentuk kebiasaannya, bahkan mempengaruhi tindakan dan masa depannya.
Pemikiran ini semakin berkembang di dunia psikologi modern melalui Albert Ellis. Ia menunjukkan bahwa emosi negatif sering muncul bukan karena suatu peristiwa, tetapi karena cara seseorang menafsirkannya. Ia menegaskan bahwa jika seseorang belajar mengubah cara berpikirnya, maka ia juga bisa memperbaiki kehidupannya.
Dari lima tokoh tersebut, dapat dilihat bahwa berpikir positif bukan sekadar slogan motivasi, tetapi memiliki dasar pemikiran yang kuat. Oleh karena itu, menarik untuk mengulas bagaimana pandangan mereka membentuk pemahaman mengenai pentingnya berpikir positif dalam kehidupan manusia.
1. MERCUS AURELIUS (122 — 180 M) — Filsuf Kaum STOA
Marcus Aurelius lahir di Roma pada 26 April 121 Masehi dengan nama Marcus Annius Verus. Seiring perjalanan hidup dan karier politiknya, ia kemudian dikenal dengan nama resmi Caesar Marcus Aurelius Antoninus Augustus, meskipun orang lebih sering menyebutnya Marcus Aurelius.
Sayang, ia pertama kali diadopsi oleh Kaisar Hadrian (76–138 M), lalu kemudian oleh penggantinya, Antoninus Pius (86–161 M), sehingga membawanya masuk ke lingkungan kekaisaran. Sejak muda, Marcus mendapat pendidikan terbaik dari para guru ternama pada masanya dalam bidang retorika, puisi, bahasa Latin, bahasa Yunani, serta filsafat yang sangat ia tekuni.