Dalam beberapa tahun terakhir, dunia startup di Indonesia berkembang pesat. Banyak anak muda menciptakan berbagai inovasi digital, mulai dari aplikasi belanja online, layanan keuangan, hingga platform pendidikan. Namun, di balik pertumbuhan itu, masih ada satu kendala besar yang sering mereka hadapi: sulit mendapatkan modal.
Berbeda dengan bisnis konvensional, banyak startup digital tidak memiliki aset fisik seperti tanah atau bangunan yang bisa dijadikan jaminan ke bank. Padahal, bank adalah salah satu sumber pendanaan utama di Indonesia. Akibatnya, banyak usaha rintisan bagus yang terhambat berkembang karena tidak memiliki akses pembiayaan.
Pemerintah Turun Tangan: Menempatkan Dana ke Bank
Untuk membantu mengatasi masalah ini, pemerintah menjalankan kebijakan dengan cara menempatkan dana negara ke bank-bank mitra. Tujuannya ada dua. Pertama, menjaga kestabilan sistem keuangan dengan memastikan bank memiliki cukup dana segar. Kedua, mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif, termasuk UMKM dan startup digital.
Sederhananya, pemerintah "menitipkan" dana ke bank agar bank punya ruang lebih besar untuk menyalurkan pinjaman ke masyarakat dan pelaku usaha. Kebijakan seperti ini juga digunakan di banyak negara lain dan terbukti dapat membantu meningkatkan penyaluran kredit dengan bunga yang lebih rendah.
Dana Belum Banyak Mengalir ke Startup
Walaupun bank sudah menerima dana tambahan dari pemerintah, kenyataannya tidak semua dana itu benar-benar mengalir ke sektor startup. Dari sudut pandang bank, memberi pinjaman ke startup dianggap berisiko tinggi karena beberapa alasan.
Pertama, banyak startup tidak memiliki jaminan fisik yang dapat digunakan sebagai agunan. Kedua, informasi tentang kondisi keuangan dan prospek bisnis startup sering terbatas, sehingga bank kesulitan menilai kelayakan kreditnya. Ketiga, sektor digital dianggap masih belum stabil, sehingga bank khawatir kreditnya macet.
Akibatnya, dana yang seharusnya bisa membantu sektor inovatif justru sering ditempatkan di sektor yang lebih aman dan berisiko rendah.
FinTech sebagai Jembatan
Dalam situasi seperti ini, teknologi keuangan atau Financial Technology (FinTech) menjadi jembatan penting. FinTech membantu bank menilai calon peminjam dengan lebih akurat menggunakan teknologi dan data. Misalnya, melalui analisis data transaksi dan perilaku pengguna, FinTech dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kelayakan bisnis startup.
Dengan bantuan teknologi, bank menjadi lebih percaya diri untuk menyalurkan kredit ke sektor digital. Proses pengajuan juga menjadi lebih cepat dan tidak selalu bergantung pada jaminan fisik.
Cara agar Kebijakan Lebih Berdampak
Agar kebijakan suntikan dana pemerintah benar-benar memberikan manfaat bagi perkembangan startup, ada beberapa langkah penting yang perlu dilakukan:
Mendorong kerja sama yang lebih erat antara bank dan FinTech dengan dukungan regulasi yang jelas.
Mengembangkan skema penjaminan kredit khusus bagi startup agar bank tidak terlalu khawatir terhadap risiko.
Meningkatkan transparansi penggunaan dana pemerintah supaya penyalurannya tepat sasaran.
Memberikan insentif bagi bank yang aktif menyalurkan kredit ke sektor inovasi.
Meningkatkan literasi keuangan digital bagi pelaku usaha agar mereka siap mengelola pembiayaan dengan baik.
Kesimpulan
Kebijakan penempatan dana pemerintah di bank bukan hanya soal menjaga kestabilan keuangan, tetapi juga bisa menjadi alat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Namun, hal ini hanya akan berhasil jika pemerintah, bank, dan pelaku teknologi bekerja sama secara serius.
Dengan strategi dan kolaborasi yang tepat, dana pemerintah dapat benar-benar mengalir ke pelaku usaha rintisan yang sedang membangun masa depan ekonomi Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI