Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jefri Ndun: Kesadaran "Ecosophy" Pintu Pertobatan Ekologis

6 Desember 2017   22:44 Diperbarui: 7 Desember 2017   23:57 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam artikelnya ke 69 menegaskan keterbukaan penggunaan alam dan bumi oleh semua orang dan untuk semua orang. Konstitusi Pastoral ini menulis: "Allah menghendaki, supaya bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta benda yang tercipta dengan cara yang wajar harus mencapai semua orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cinta kasih". Manusia tidak perlu mencaplok semua yang tercipta sebagai miliknya semata tanpa memperhitungkan kepentingan yang lebih luas dan lebih lama lagi.

Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis dari Paus Yohanes Paulus II

Dalam ensikliknya ini, khusunya artikel 34 menegaskan bahwa manusia tidak dibenarkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengorbankan hewan, tumbuhan dan unsur-unsur alam lain. Sumber daya alam sifatnya terbatas sehingga dalam pemanfaatannya harus memperhatikan tuntutan-tuntutan moral dan etis. Bahwasannya sang Pencipta sudah mengungkapkan secara simbolis agar manusia tidak  makan "buah terlarang". 

Alam dari keadaan asalinya tidak hanya terikat dengan dan di bawah hukum-hukum biologis tetapi juga hukum-hukum moral. Allah adalah anugerah Allah bagi semua orang sehingga dalam pengelolaannya harus memperhatikan kesejahteraan bersama tanpa menghilangkan aspek keberlanjutannya. Sikap hormat ini sangat penting agar kodrat setiap ciptaan tetap diindahkan serta hubungan antar ciptaan dalam satu tata-susunan yang teratur sebagai sebuah kosmos.

Surat Apostolik Octogessima Adveniens dari Paus Paulus VI

Dalam artikelnya yang ke 21, Sri Paus Paulus VI mengingatkan akan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang berlangsung terus. Menurutnya, bahwa akibat eksploitasi alam yang acak-acakan, manusia menyadari munculnya resiko yang menghancurkannya, dan ia sendiri menjadi korban atas pengrusakannya itu. Sri Paus menegaskan bahwa umat kristiani harus memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan persoalan-persoalan yang sudah berjangka luas ini bersama dengan semua pihak lainnya dengan membangun masa depan sejak dari sekarang

Ensiklik Laudato Si' dari Paus Fransiskus I

Ensiklik inilah yang berbicara secara khusus tentang lingkungan hidup. Paus Fransiskus menggambarkan hakekat dari keterciptaan alam semesta dan keterkaitannya dengan manusia sebagai makhluk istimewa. Bahwasannya alam lingkungan yang dari asalnya adalah mulia, suci dan bermartabat oleh karena ulah  manusia di zaman ini menjadi rusak dan hancur. Ia menggunakan istilah menangis. Bahwa perkembangan peradaban manusia dengan adanya teknologi dan informasi serta persaingan ekonomi yang tak diimbangi dengan sikap etis-moral, penurunan kualitas manusia dan sikap sosial manusia, kuasa manusia yang begitu sombong, perkembangan paradigma teknokratis adalah sumber dan akar dari kerusakan alam lingkungan yang juga berimbas bagi kehidupan manusia sendiri dalam berbagai bidang; sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Alam tidak lagi menjadi tempat kediaman yang nyaman.

Maka keadaan ini menjadi tanggung jawab semua orang beriman agar mengembalikan alam dalam tatanannya yang benar. Paus mengajak setiap orang untuk masuk dalam pertobatan ekologis dengan kembali memegang prinsip-prinsip Ilahi dan dengan meneladani St. Fransiskus Asisi terutama Kristus Yesus sebagai dasar iman. Manusia perlu  membangun kehidupan dengan kesadaran akan kesejahteraan bersama, keadilan yang terintegrasi dan melakukan dialog-dialog dalam lingkup internasional, nasional ataupun lokal. Manusia diharapkan membangun suatu gaya hidup baru dengan memiliki pola pikir dan pola tindakan yang baru berlandaskan iman, moral dan pendidikan yang berorientasi pada kebaikan bersama.

Beberapa pemikiran dan pandangan para Paus di atas menjadi suatu inspirasi dan arah baru bagi setiap manusia untuk melihat alam lingkungan lebih bijaksana sebagai suatu ciptaan Allah sama seperti manusia pada umumnya. Selain itu memunculkan sebuah tindakan pengakuan yang sempurna bahwa alam lingkungan adalah saudara yang perlu dihormati dan dihargai. 
Alam adalah bagian integral dalam rangkaian kosmos indah karya Tuhan dan memiliki kesuciaanya sendiri. Inilah sikap ecosophy yang harus dimiliki oleh manusia zaman sekarang supaya manusia belajar untuk mengorbankan hasrat-hasrat diri yang terarah pada penodaan, pengrusakan lingkungan ini dan membangun suatu pola hidup yang memberdayakan alam lingkungan ini. Alhasil manusia dapat menyebut alam lingkungan ini sebagai saudara dan saudari serta memperlakukan mereka seperti manusia mencintai dirinya sendiri. 
Sebab sebagai makhluk rohani, manusia hanya bisa menyucikan dirinya dengan cara menyucikan ciptaan lain. Supaya bersama dan dalam kesatuan dengan hewan, tumbuhan, manusia hidup di dalam rumah ini dan bersama-sama memuliakan Allah sendiri. Sebagaimana tersurat dalam Kitab Suci ini "dari kebesaran dan keindahan benda-benda ciptaan, tampaklah gambaran tentang Khalik mereka" (kebij. 13: 5) dan "Kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya dapat tampak dan dipahami dari Karya-Nya sejak dunia diciptakan (Rm. 1: 20)". 

Inilah makna dan arti dari suatu pertobatan baru yang diminta dari manusia yaitu pertobatan ekologis. Supaya kesadaran ecosophy dalam diri manusia membawanya masuk dalam suatu visi dan misi gereja sendiri terutama suatu visi ilahi bahwa keselamatan dan hidup baru itu tidak sebatas pada sesama manusia melainkan terintegrasi dengan semua ciptaan Allah yang lain; hewan, tumbuhan dan ciptaan abiotik lainnya. 
Muncul sikap syukur dan kemurahan hati bahwa alam semesta adalah kado dari Allah bagi manusia karena kasih-Nya dan karena itu terikatlah tanggung jawab manusia untuk melindungi alam lingkungan. Keselamatan itu pun tidak hanya berdimensi tunggal bagi  manusia melainkan juga berdimensi sosial dalam keterkaitan dan keterikatan dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Sehingga bersama dengan yang lain, manusia menjadikan dirinya sebagai "persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan (Rm. 12: 1) bagi Allah.
Sumber:Kitab Suci Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern, (07 Desember 1965) dalam: Hardawiryana, R. (penerjemah), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 1993.Martin Harun (Penerj.), Paus Fransiskus, ENSIKLIK LADATO SI, Jakarta: Obor, 2015R. Hardawiryana (Alih bahasa), Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja tahun 1891 -- 1991 dari Rerum Novarum sampai Centesimus Annus, Depaterteman Dokumentasi dan Penerangan KWI,  Jakarta; 1999Petrus Danan Widharsana dan R. D. Victorius Rudy Hartono, Pengajaran Iman Katolik, Yogyakarta: Kanisius, 2017.Armada Riyanto, Berfilsafat Politik, Yogyakarta: Kanisius, 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun