Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Membaca, Berproses, Menulis, dan Berbagi || Portal Pribadi: www.tafenpah.com www.pahtimor.com www.hitztafenpah.com www.sporttafenpah.com ||| Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kita Berbeda Bahasa Ibu Tetapi Satu dalam Bahasa Indonesia

14 Januari 2022   14:09 Diperbarui: 14 Januari 2022   14:15 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil olahan dari Canva. Tafenpah.com

Tak peduli saya dan kamu lahir dari keluarga mana, yang terpenting saat ini kita hidup, makan, minum, tidur, ber-say-hello, bercanda tawa, bermain, menonton, dan tertawa lepas di bumi Nusantara.

Sebagai Ibu Pertiwi ada norma dan etika yang mengatur kehidupan kita. Salah satunya adalah kita harus tetap melestarikan bahasa Indonesia.

Memang, pada dasarnya antara saya dan kamu sudah berbeda rahim, apalagi bahasa. Tetapi, perbedaan bahasa itu disatukan oleh bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia adalah lambang identitas kita. Ke mana pun langkah kaki kita berpijak, kita tidak akan melupakan bahasa pemersatu keberagaman di bumi nusantara ini.

Ketika kita menghargai bahasa Indonesia, sama saja kita sedang membangun komunikasi yang intim atau lebih mendalam dengan para pejuang bangsa ini yang telah mengorbankan apa pun yang mereka miliki.

Memang tak bisa dimungkiri bahwasannya hidup di zaman serba digital ini telah memaksa kita untuk beradaptasi dengan dunia luar. Salah satu cara untuk mengikuti perkembangan zaman dengan ritme kehidupannya, kita harus memahami bahasa asing (Inggris).

Tentu saja, hal ini tidak dilarang oleh pemerintah atau siapa pun kepada diri kita. Namun, kita perlu juga membangkitkan rasa memiliki (Sense of Belonging) sebagai bangsa yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi dan pangsa pasar terbesar di dunia.

Indikator, tolok ukur, patokan ini mencerminkan bangsa kita sedang menuju jalur yang tepat untuk berdiri tegak di depan bangsa-bangsa besar di dunia yang terlebih dahulu berada di garis depan.

Namun, apa lah daya, jika kita sendiri tidak menguatkan kecintaan akan budaya berbahasa kita. Celah atau ruang terbuka ini akan memberikan kemudahan bagi bangsa besar di dunia untuk kembali menjajah kita dengan cara yang lebih elegan dan halus.

Ya, meskipun kita sementara dijajah oleh mereka dengan menginkulturasikan bahasa asing ke dalam kehidupan milenial saat ini, melalui ragam permainan populer, budaya K-Pop, fesyen, film layar lebar, seni musik yang berbau bahasa asing.

Tentu saja kita tidak fobia/takut terhadap budaya asing. Tetapi, kita juga perlu membentengi diri dengan memperkuat bahasa Indonesia di tengah persaingan global.

Bahasa Sebagai Simbol Kebudayaan

Sumber: maxmanroe.com
Sumber: maxmanroe.com
Bahasa itu simbol dari bangsa tertentu. Bahasa Indonesia adalah simbol yang mempersatukan kita, mulai dari Sabang sampai Merauke.

Jika saya melihat kembali ke belakang zaman abad pertengahan, khususnya filsafat Patriarki, di sana bahasa Latin getol disebarluaskan oleh kerajaan Romawi ke berbagai penjuru dunia. Demikian juga bahasa Arab, India, dan China.

Inilah kekuataan bahasa dari kerajaan-kerajaan besar dunia yang pernah meninggalkan jejak literasi bagi kita di zaman sekarang.

Dari sana, kita belajar untuk kembali melihat sekaligus mencintai budaya kita sendiri. Karena mencintai kebudayaan (bahasa) merupakan investasi jangka panjang untuk kehidupan generasi yang akan datang.

Menarik apa yang disampaikan dalam topik pilihan Kompasiana "Bahasa Anak Jaksel." Sebelum kita menguliti lebih lanjut, kita juga perlu memahami konteks sosial, khususnya penghuni Jakarta Selatan yang mayoritas adalah campuran dari berbagai negara.

Sentuhan-sentuhan lintas budaya dalam kehidupan anak Jaksel saat ini tidak terlepas dari kontribusi eks patriat atau warga asing yang memilih untuk tinggal di Indonesia.

Ketika lingkungan itu semakin banyak ditempati oleh budaya asing, perlahan-lahan gaya komunikasi mereka juga akan berubah.

Perubahan dimulai dari kombinasi bahasa Indonesia dengan bahasa asing yang tentunya juga akan memberikan tantangan sendiri bagi eksistensi atau keberadaan bahasa Indonesia sendiri.

Jika kita berkaca dari bahasa Portugal yang dari akarnya adalah bahasa Latin. Tetapi, seiring dengan bergulirnya waktu, kombinasi bahasa lokal dan latin ikut melahirkan gaya komunikasi baru.

Fakta itu pun kini kita bisa temukan dan alami serta rasakan dalam membangun komunikasi bersama anak-anak milenial, khususnya yang berada di Jakarta Selatan.

Purnama waktu akan ikut melahirkan gaya bahasa Indonesia baru, bukan hanya di kawasan Jakarta Selatan. Tetapi juga sudah mulai terasa di berbagai kota besar nusantara.

Untuk itu, tidak ada cara lain yakni, kita harus kembali pada quotes dari tafenpah "ketika aku naik sepeda kamu naik motor, namun kita disatukan oleh garis lurus. Begitu pun antara aku dan kamu memang berbeda bahasa ibu, tetapi kita satu dalam bahasa Indonesia."

Salam literasi dari rumah tafenpah.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun