Olimpiade Tokyo 2020 memberikan hiburan gratis bagi setiap orang. Perwakilan atlet terbaik dari penjuru dunia datang membawa mimpi dan harapan bagi dirinya, keluarga dan juga untuk negera tercinta. Ada tetesan air mata tumpah di sepanjang pertandingan. Akhirnya, ada yang pulang. Gegara "dewi fortuna" belum berpihak pada karir profesional mereka. Tapi, tidak dengan Gronya Somerville.
Baca Juga: Di Balik Popularitas Gronya Somerville, Ada Luka Batin
Kehadiran Gronya Somerville di Olimpiade Tokyo 2020 mampu menghibur fansnya. Mulai dari yang tidak suka cabor bulutangkis dan pada akhirnya kecantol juga dengan wanita cantik itu.
Kemenangan Gronya Somerville dan Mapasa dari Denmark tidak mampu memberikan tiket menuju babak selanjutnya. Karena Gronya dan Mapasa menelan pil pahit dari ganda putri China dan Korea.
Akan tetapi, ada satu hal menarik dari pebulu tangkis berusia 26 tahun ini. Kira-kira hal menarik apa ya? Yuk, tetap "stay tune" bersama saya ya.
Kemampuan Manajemen Diri
Salah satu kesulitan terbesar setiap orang adalah tidak mampu memanajemen dirinya. Gronya Somerville selain memiliki talenta yang luar biasa, ia juga pandai dalam mengemas dirinya dengan baik.
Kalah bukan berarti masa depan sudah berakhir. Tapi, kekalahan adalah tabung pengalaman untuk hari esok dan lusa.
Psiko emosional Sonya sudah terlatih dari lingkungan keluarganya. Meskipun, ia dibesarkan tanpa sosok seorang ayah. Karena ayahnya meninggal saat ia masih berusia 3 tahun. Sedih tentu saja ia pasti sedih dan hatinya teriris-iris saat ini.
Darah blasteran Inggris dan China ini mungkin saja merasa "down." Karena ia tidak bisa mewujudkan impian rakyat Australia untuk meraih medali emas di Olimpiade Tokyo 2020.
Tentu saja, cara setiap orang untuk meng-handel rasa kecewa itu berbeda. Tapi, Gronya Somerville punya trik atau teknik untuk memeluk rasa kecewa itu.
Ah jadi kepo nih, Masa bodoh! Eits, silakan baca teknik dari Gronya Somerville ya.
Penampilan Minim Tapi Banyak Penggemar
Hadirnya di tanah Asia seakan membangkitkan memori kehidupan ayahnya yang berasal dari China. Dan ia menikmati moment itu.
Info grafis menampilkan bahwasannya Gronya tidak terlalu menonjol dalam setiap pertandingan, khususnya di Olimpiade Tokyo 2020. Namun, di luar lapangan, ia bak pahlawan bagi rakyat Asia. Karena ikatan emosional, selain parasnya yang sangat cantik.
Dilansir dari halaman facebook Gronya Somerville ia mengungkapkan istilah yang tidak asing bagi mereka yang pernah belajar ilmu Filsafat yakni, "We came, We saw, we went a little viral (the good kind) yang berarti; "Kami datang, kami melihat dan kami sedikit viral."
Sekadar ingatan saya berkelana menuju ungkapan kaisar dan negawaran Romawi, Julius Caesar yang mengatakan, "Veni, Vidi, Vici" dalam bahasa latin yang berbunyi "Kami datang, Kami  melihat dan Kami menang."
Masih ada hubungan dengan ungkapan filsuf  Rene Descartes di abad renaisans atau pencerahan yakni, "Cogito Ergo Sum" yang berarti "Aku berpikir karen aku ada.
Begitu pun aku menuliskan ungkapan ini yang masih seirama dengan dunia kepenulisanku "Scribo Ergo Sum yang berarti "Aku Menulis Karena Aku Ada."
Gronya Kembali Dengan Kepala Tegak
Gronya Somerville memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Apa pun kondisi yang dialaminya  di Olimpiade Tokyo 2020 tidak mengurangi kadar kepercayaan diri dan kebahagiaannya.
Jelas, Gronya bangga karena ia bisa mewakili Australia untuk tampil di Olimpiade Tokyo. Dari akun instagramnya, ia bersama dengan rekannya menikmati pemandangan hari terakhir di Tokyo, dengan caption "Last Day Village Moments" (Instagram@GronyaSomerville).
Selama di Tokyo, ia merasakan atmosfer alam yang berbeda dari Australia. Dan Gronya sungguh menikmatinya. Ia memandang Tokyo sebagai desa yang indah untuk ditempatin.
Relevansi Kisah Gronya Untuk Kita
Kita pernah atau sedang menuju fase terberat dalam kehidupan kita. Entah kegagalan dalam hubungan dengan siapa pun, gagal ujian masuk Kampus, gagal berkencan dengan si doi dan apa pun yang membuat produksi adrenalin kita meningkat dalam koridor negatif.
Akibatnya kita merasa tak berharga, tak diakui, tak sekeren dia, tak sebahagia dia dan tak berarti yang berujung pada penyiksaan terhadap fisik dan mental sendiri.
Gronya Somerville telah membawa kita menuju tahap "self improvement" atau pengembangan diri dalam menghadapi setiap kegagalan.
Apa pun yang kita hadapi itu sudah berlalu. Jika kita tetap memelihara rasa kecewa, marah, dan benci, justru itulah lingkaran negatif yang akan merugikan masa depan kita.
"Enjoy" saja lah sobatku. Saya pun banyak masalah. Tapi saya punya cara untuk berbagi yakni dengan prinsip " Scribo Ergo Sum (Aku menulis karena aku ada).
Selamat berakhir pekan dengan orang-orang tercinta. Teruntukmu rekan Kompasianer di mana pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H