Mohon tunggu...
Freddy Pattiselano
Freddy Pattiselano Mohon Tunggu... Dosen - Freddy adalah staf pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Papua Manokwari

Dalam menjalan tugas pokok sebagai staf pengajar di Perguruan Tinggi, tiga fungsi uatama kami adalah (1) Pendidikan dan Pengajaran - Mengajar para mahasiswa; (2) Melaksanakan Penelitian sebagai bagian penting dalam menunjang tugas pokok; dan (3) Melakukan kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

Paruh Bengkok sebagai Hewan Kesayangan

7 Februari 2023   23:07 Diperbarui: 8 Februari 2023   08:35 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kakatua koki salah satu jenis paruh bengkok yang dipelihara (Foto: Freddy Pattiselanno)

Seperti namanya, paruh bengkok, maka kelompok burung ini memiliki bentuk paruh yang khas dengan condong ke arah bawah atau dkenal dengan jenis paruh bengkok.

Golongan atau jenis burung paruh bengkok sangat beragam, karena selain bentuk paruhnya yang bengkok, kelompok burung ini biasanya memiliki warna bulu yang menarik. dan menarik.

Karena bentuk paruhnya yang unik dan warna bulu yang menarik, jenis paruh bengkok banyak dipelihara sebagai hewan kesayangan. Aktivitas memelihara satwa sebagai hewan kesayangan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan satwa oleh manusia. 

Menurut Baliey (1984) dan Dassman (1964), pemanfaatan satwa umumnya didasarkan pada nilai satwa itu sendiri yang dapat diklasifikasikan atas: (1) nilai komersial, (2) nilai rekreasi/hiburan, (3) nilai estetika, (4) nilai ilmu, biologi atau biologi atau pendidikan, (5) nilai sosial, dan (6) nilai negatif.

Di masyarakat, bentuk pemeliharaan satwa liar termasuk paruh bengkok lebih banyak untuk tujuan kesenangan dan hiburan, dan sejauh ini aktivitas ini dilakukan secara bebas oleh siapa saja yang berminat.

Hal tersebut terlihat dari tersebarnya pasar yang menjual satwa di kota-kota besar seperti Pasar Burung Sanglah di Bali dan Jalan Pramuka di Jakarta (Widodo 2005; 2007).

Melihat cenderung meningkatnya minat masyarakat memelihara paruh bengkok sebagai hewan kesayangan, maka mahasiswa Peternakan Universitas melakukan survei pemeliharaan paruh bengkok sebagai hewan kesayangan.

Dalam praktik Mata Kuliah Budidaya Aneka Ternak dan Satwa, para mahasiswa kemudian melakukan pengamatan terhadap masyarakat yang memelihara paruh bengkok di Manokwari.

Minat masyarakat memelihara paruh bengkok cukup tinggi, terlihat pada jumlah peliharaan yang terdiri dari 6 (enam) ekor kakatua koki, 3 (tiga) ekor kasturi kepala hitam dan masing-masing 1 (satu) ekor nuri raja Papua dan nuri sayap hitam.

Tingginya minat masyarakat memelihara burung paruh bengkok (Psittacidae) lebih banyak disebabkan karena jenis burung ini memiliki keindahan bulu dan kemerduan suaranya. Bentuk fisik burung yang eksotis dan menarik ini menjadi alasan terbesar orang memelihara burung itu.

Jika dilihat menurut status konservasinya, Eos cyanogenis - nuri sayap hitam (Rentan); Aprosmictus erythropterus - nuri raja Papua (Resiko rendah); Lorius lorry - kasturi kepala hitam (Resiko rendah); Cacatua galerita - kakatua koki (Resiko rendah).

Asal hewan peliharaan yang ada pun bervariasi dan menyebar di beberapa kabupaten, seperti di Manokwari (kakatua koki, kasturi kepala hitam, nuri sayap hitam), Tambrauw (kakatua koki), Bintuni (kasturi kepala hitam), Teluk Wondama (kakatua koki, nuri raja Papua), dan Numfor (kakatua koki). Secara tidak langsung asal daerah paruh bengkok ini menggambarkan wilayah penyebarannya di Papua Barat.

Persepsi pemelihara paruh bengkok tentang pentingnya melapor keberadaan hewan peliharaan nampak pada 63.2% pemelihara yang mendaftar secara resmi hewan peliharaannya di instansi teknis terkait (Dinas Kehutanan atau KSDAH) dan atau unit kerja yang menangani perijinan pemeliharaan satwa liar.

Ada 37% pemelihara yang mendaftarkan hewan peliharaan mereka secara sukarela aktivitas mereka dianggap sah dan tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku. 

Lebih dari 58% pemelihara memperoleh hewan peliharaan mereka dengan cara membeli dari penjual hewan. Perolehan karena pemberian dan mendapatkan dengan cara berburu memiliki persentase yang sama yaitu 21%.

Data ini mengekspresikan bahwa tren perdagangan hewan liar di Manokwari cukup tinggi. Menurut Widodo (2005) daerah asal tangkapan, burung paruh bengkok yang diperdagangkan di Bali sekitar 18% berasal dari Papua.

Memang jika dibandingkan dengan daerah lain, skala perdagangan satwa di Manokwari mungkin masih tergolong kecil. Tetapi jika kondisi seperti ini dibiarkan terus berlanjut, dikhawatirkan intensitasnya akan sama dengan perdagangan satwa di daerah lainnya di Indonesia.

Hewan peliharaan diberikan pakan secara teratur dengan kriteria yang berbeda. Pemberian pakan dua kali sehari dilakukan oleh 42% pemelihara, pakan sekali diberikan untuk kebutuhan sehari 37% dan pakan selalu tersedia (jika habis ditambahkan) dilakukan oleh 21% responden.

Hampir semua peliharaan disediakan air minum, meskipun ada juga yang tidak memberikan air minum. Pemberian air minum menjadi penting karena mereka menyeadari bahwa semua mahluk hidup memerlukan makanan dan minuman, karena itu pakan dan air minum juga disiapkan bagi hewan peliharaan mereka.

Memelihara peruh bengkok sebagai hewan kesayangan saat ini cenderung meningkat di Manokwari. Implementasi peraturan perundangan yang berlaku perlu dilakukan sehingga pemahaman masyarakat tentang perdagangan dan pemeliharaan satwa secara ilegal dapat dicegah.

wlife_researchunipa

(https://www.instagram.com/wlife_researchunipa/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun