Mohon tunggu...
Frans K
Frans K Mohon Tunggu... Lainnya - Sales Operation and Process Lead

stories with a bit of this and that

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Selubuk Perkotaan, Di Samping Rel Kereta

6 Agustus 2022   13:29 Diperbarui: 6 Agustus 2022   19:25 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak muda Weekend ngapain saja?

Sebuah pertanyaan yang kerap terngiang saat bercengkerama hangat dengan teman-teman kerja yang lebih tua. Jika anda ditanya begitu, jangan melihat subjek "anak muda" tapi siapapun anda, apa yang anda lakukan di akhir minggu? Istirahat, tidur, bermain dengan teman atau anak, menulis, menyelesaikan buku, berolahraga, dan banyak lainnya. Ada yang lebih menarik? 

Akhir bulan Mei 2018 lalu saya mulai bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan jam kerja standard, 5 hari Senin sampai dengan Jumat dengan dua hari libur pada akhir minggu. Honestly ini adalah pekerjaan pertama saya yang memiliki hari libur di Sabtu dan Minggu karena pada dua pekerjaan sebelumnya saya bekerja di pabrik manufaktur yang selalu running 7x24 jam. 

"Now what?" Ujar saya dalam hati setiap akhir minggu datang menghampiri. Menulis di blog pribadi? Menyelesaikan novel klasik yang tengah saya baca? atau sekedar Netflix n' Chill? Bosan, semua bosan. Saya mau akhir minggu saya produktif, dan sebisa mungkin berguna untuk banyak individu lain. Hey, apa gunanya media sosial yang kita miliki kalau hanya untuk scrolling tanpa arti, hanya mencintai dengan dua kali ketuk tanpa hati, memberi komentar pujian atau makian tanpa empati. Sampai saya akhirnya menemukan sesuatu yang membuat saya terduduk dari posisi saya yang sebelumnya terbaring malas. 

Rumah Belajar Senen atau RBS namanya, sebuah komunitas belajar dengan akun Instagram yang juga ternyata diikuti oleh salah seorang senior saya bernama kak Saras saat kuliah dulu. Langsung saja saya mengkontak beliau dan bertanya banyak hal tentang RBS. Lucunya, saat saya bertanya itu bertepatan dengan momentum RBS yang sedang melakukan open recruitment. Disanalah saya, merasa bahwa alam mendukung saya dengan segala kekuatannya untuk ikut menjadi tenaga pengajar dan operasional di komunitas tersebut. Why not? 

Fast forward ke akhir minggu selanjutnya. Rute menuju lokasi belajarnya cukup mudah, namun saya agak skeptis saat melihat titik lokasinya di Google Maps karena melewati seluk beluk jalan kecil dengan lingkungan yang padat dan agak kumuh. Jarak yang berdempetan atar rumah dan jalan memberikan kesan sempit dan mumet. Jalur masuk ke lokasinya hanya bisa dilewati satu mobil, sehingga jika ada dua mobil yang berhadapan, harus saling mengalah, begitupun dengan pejalan kaki yang juga ikut terkena imbas macet.

Sedikit intermezzo, saya adalah seorang pengajar paruh waktu yang aktif sejak tahun 2012. Saya sempat mengajar di beberapa lembaga bimbingan belajar yang tentunya dibayar. Lumayan, untuk tambah-tambah jajan nasi padang 10 ribuan dekat kost. Saya suka mengajar, saya suka membagikan ilmu yang saya miliki, dan saya percaya mengajar adalah belajar yang dibayar, so it's a win-win for me. 

Seiring berjalannya waktu saya menyadari satu hal yang pastinya dihadapi banyak guru lainnya: murid yang kurang berminat. Saya adalah orang yang keras, jika murid itu mengalami kesulitan belajar dan mau untuk mengerti, saya akan cari cara terbaik sampai ia mengerti asalkan murid itu juga memiliki kemauan yang sama dengan saya. Sayangnya, tidak semua murid memiliki semangat yang sama dan saya yakin banyak guru lain yang merasakan hal yang sama. 

"Toh, kamu dibayar kan?" bisikan sisi pemalas saya bicara. Kalau murid itu nilainya jelek karena ia tidak berminat belajar bukan urusanmu juga, tinggal jelaskan saja ke orangtua mereka "anaknya malas". Tidak, idealisme garis keras saya tergelitik. Saya mau semua memiliki tingkat pemahaman, kemampuan, dan mendapatkan value yang sama setelah keluar dari kelas saya. So, saya keluar dari bimbingan belajar tersebut bersamaan dengan saya keluar dari pekerjaan lama saya. 

Di komunitas belajar ini kami, para kakak pembimbing, tidak dibayar sepeserpun begitupun adik-adik yang belajar bersama kami tidak ada biaya yang kami tarik sama sekali. Jadi, hanya rasa puas dari senyum adik-adik sepulang belajar dan kebahagiaan orang tua mereka setelah mendapati nilai rapor anak-anaknya membaik yang membuat kami datang lagi dan lagi. Saya memiliki sedikit kelebihan di mata pelajaran matematika dan fisika, sehingga disanalah saya membuat area of effect kepada adik-adik. Sedikit keras memang, bawaan cara belajar sedari kecil, namun imbas dari apa yang saya ajarkan jauh lebih terasa daripada mereka yang datang kepada saya di tempat bimbingan belajar sebelumnya hanya karena "terpaksa" karena sudah terlanjur dibayar oleh orangtua mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun