Judul tulisan ini saya pinjam dari kata-kata Santo Bernardus "De Maria Numquam Satis" (Tentang Maria Tidak Pernah Cukup). Dari kata-kata St. Bernardus ini, saya berpikir bahwa cocok juga untuk sosok Jokowi. Jadinya, tentang Jokowi tidak pernah cukup. Barangkali itulah yang bisa di katakan tentang sosok yang satu ini. Jokowi atau Joko Widodo menjadi sosok presiden yang merakyat. Sosoknya sangat lekat dengan kesederhanan karena ia secara pribadi menghidupi arti kesederhanaan itu. Kesederhaannya pun tidak perlu dibuktikan dengan banyak kata, tetapi cukup melihat sepak terjangya dalam memimpin. Salah satu yang viral akhir-akhir ini yakni ketika lawatannya ke Mauamere, NTT. Masyarakat tumpah ruah di jalan demi bertemu atau melihat sosok yang satu ini. Mengapa tidak? Ia menjadi presiden yang paling sering berkunjung ke NTT dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya. Tidak sebatas berkunjung saja, ia juga membangun banyak proyek di NTT. Maka jangan heran jika rakyat NTT sangat mengagumi sosok ini.
Serupa Raja Daud
Kehadirannya yang disambut oleh banyak orang di Maumere mengingatkan saya akan kisah Daud dalam Kitab Suci. Daud, sang raja Israel yang termasyur disambut oleh banyak orang ketika ia pulang dari berperang. Semua orang mengeluh-eluhkan namanya. Seperti kisah Daud, Jokowi juga mengalami hal yang sama, ia dieluh-eluhkan oleh masyarakat sebagai presiden yang benar-benar merakyat dan adil. Kemiripan lain dari kedua tokoh ini yakni di bawah masa pemeritahan mereka, negeri yang mereka pimpin begitu sejatera dan adil. Pencapaian mereka ini tidak terletak pada benyaknya kata untuk merayu rakyat, tetapi karena banyaknya perbuatan untuk rakyat.
Sosok Dialogal
Manusia adalah makhluk dialogal. Kehadirannya selalu mencerminkan kedialogitasanya. Prof. Dr. Armada Riyanto mengatakan bahwa kodrat manusia adalah dialog. Artinya, kesadaran akan Aku adalah kesadaran akan Aku yang dialogal. Aku yang terbuka untuk berdialog dengan Liyan. Aspek dialogal inilah yang sangat tampak dalam diri Jokowi. Kediriannya yang dialogal ini tampak dalam setiap tindakan-tindakannya. Lihat saja, Jokowi berdialog dengan para pekerja jalan di Papua, mama-mama tua di Maumere, dan masih banyak lagi. Intinya, aspek dialogal Jokowi itu berciri trasenden. Artinya, aspek dialogalnya mengatasi batas dan sekat, tidak terbatas pada kalangan atas, tetapi merangkum Liyan yang kerapkali diabaikan dalam masyarakat. Singkatnya, semua tindakan siakp dan tindakan Jokowi selalu mencerminkan ke-Aku-anya yang yang dialogal. Artinya, ke-aku-annya selalu menegaskan penghormatan, kesederhanaan, rasa senasib sepenanggungan dengan Liyan.
Jokowi, ia tetap saja sosok yang tidak bisa dikupas dengan kata-kata belaka. Ia sosok pemimpin yang antik. Pemimpin yang lain dari yang lain. Pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Akhirnya, ia tetap menjadi pribadi yang tidak akan pernah cukup untuk dibicarakan. De Jokowi Numguam Satis.
Sumber
Armada Riyanto. Relasionalitas-Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen. Â Â Â Â Â Yogyakarta: Kanisius, 2013.