Kota-kota besar di Indonesia sudah lama dikepung oleh hiruk-pikuk kendaraan bermotor dan asap yang menyesakkan. Di tengah tantangan polusi udara yang kian menggila, muncul satu agenda rutin yang terlihat menjanjikan: Car Free Day (CFD). Di hari itu, jalanan yang biasanya padat kendaraan tiba-tiba lengang. Orang-orang bersepeda, berjalan kaki, atau sekadar bersantai menikmati suasana kota yang berbeda dari biasanya.
Tapi pertanyaan mendasarnya adalah: Apakah CFD sungguh membantu mengurangi polusi lingkungan atau hanya jadi rutinitas simbolik tanpa hasil nyata?
Menggali Akar Masalah Polusi Udara di Kota Besar
Polusi udara di kota-kota besar bukanlah isu baru, tapi belakangan ini kondisinya semakin parah. Jakarta, misalnya, sempat menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia menurut IQAir. Dalam udara yang kita hirup sehari-hari tersembunyi partikel-partikel mikro yang tak terlihat mata, namun bisa merusak paru-paru secara perlahan.
Sumber utama dari polusi ini tak lain berasal dari kendaraan bermotor. Gas buang dari mobil dan motor menghasilkan karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrokarbon, dan partikulat halus yang bisa masuk langsung ke sistem pernapasan. Efek jangka panjangnya mencakup asma, penyakit jantung, bahkan kanker paru.
Di tengah krisis ini, CFD hadir dengan niat baik: mengurangi emisi gas buang dari kendaraan dengan menghentikan aktivitas lalu lintas di ruas jalan tertentu pada waktu tertentu. Tapi, apakah langkah ini cukup?
CFD dan Dampak Langsungnya Terhadap Kualitas Udara
Secara teoritis, menghentikan kendaraan bermotor dari satu area dalam satu hari tertentu memang akan mengurangi emisi di titik itu. Dan memang benar, berbagai studi singkat di beberapa kota menunjukkan adanya penurunan konsentrasi polutan seperti PM2.5 dan PM10 selama pelaksanaan CFD.
Namun, penurunan ini hanya bersifat sementara. Begitu CFD berakhir dan jalan dibuka kembali, kendaraan kembali berdatangan, dan polusi pun naik lagi ke tingkat semula---atau bahkan lebih tinggi karena kemacetan di jalan-jalan alternatif yang harus menampung volume kendaraan yang dialihkan.
Di sisi lain, CFD juga membawa efek psikologis yang penting: pengalaman merasakan udara yang lebih bersih dan jalan yang lebih tenang membuat sebagian masyarakat menyadari betapa sesaknya udara yang mereka hirup selama ini. Ini menciptakan ruang dialog, walau masih terbatas, untuk membicarakan solusi jangka panjang.