Kamu mungkin pernah merasa bahwa hidup harus dijalani sepenuhnya hari ini. Nikmati momen, kejar mimpi, raih prestasi itu semua sah-sah saja. Tapi di balik semangat "YOLO" dan kejar-kejaran pencapaian, ada satu hal penting yang nyaris dilupakan banyak anak muda: merancang masa tua.
Dalam kebisingan tentang startup, investasi kripto, dan tren gaya hidup bebas finansial, pembicaraan soal dana pensiun terdengar basi. Jangankan menabung untuk usia 60-an, bayar cicilan atau nongkrong akhir pekan saja sudah menguras isi dompet. Namun inilah jebakan halus yang sedang kita alami sebuah ilusi kebebasan yang justru menjebak dalam ketergantungan jangka panjang.
Membicarakan dana pensiun bukan soal menyerah pada tua, tapi tentang mengendalikan takdir hidupmu sendiri sebelum terlambat. Ini bukan alarm panik. Ini panggilan untuk bangun dari mimpi yang nyaman, dan melihat bahwa waktu tak akan selalu berpihak.
Mengapa Generasi Muda Rentan Mengabaikan Masa Depan
Salah satu alasan utama mengapa banyak generasi muda mengabaikan dana pensiun adalah karena bias waktu psikologis. Kita cenderung melebihkan nilai kebahagiaan saat ini, dan meremehkan kebutuhan masa depan. Dalam psikologi keuangan, ini disebut present bias. Kita lebih suka Rp100.000 sekarang ketimbang Rp200.000 enam bulan lagi, meski secara logika jelas tidak masuk akal.
Sifat ini sangat cocok dengan karakter zaman digital: serba cepat, instan, dan visual. Gaya hidup yang dibentuk media sosial juga memperparahnya. Narasi yang paling banyak mendapat sorotan adalah tentang "travel sekarang", "quit job sekarang", "enjoy dulu sebelum tua". Narasi ini memberi euforia, tapi menyembunyikan konsekuensi.
Laporan dari BPS dan OJK menunjukkan bahwa 8 dari 10 anak muda Indonesia tidak memiliki rencana keuangan jangka panjang yang jelas, termasuk untuk pensiun. Bahkan, lebih dari 60% tidak tahu berapa uang yang dibutuhkan untuk hidup layak setelah pensiun. Ini bukan karena mereka tidak peduli, tapi karena mereka tidak tahu harus mulai dari mana.
Banyak dari kita tumbuh tanpa contoh nyata tentang perencanaan pensiun. Kita melihat orang tua yang pensiunnya pas-pasan, hidup dari gaji terakhir atau bantuan anak. Karena itu, sebagian besar anak muda berpikir bahwa nasib mereka pun akan seperti itu padahal kenyataannya bisa diubah.
Realita Ekonomi Baru yang Menuntut Kesiapan Finansial Lebih Awal
Dulu, sistem kerja cenderung linier: sekolah, kerja tetap, pensiun, lalu hidup dari dana pensiun yang dijamin kantor. Sekarang? Dunia kerja telah berubah drastis. Fleksibilitas memang menawarkan kebebasan, tapi juga memindahkan tanggung jawab perencanaan pensiun dari perusahaan ke pundak individu.