Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan untuk Berubah dan Memperbaiki Diri

21 Mei 2025   19:34 Diperbarui: 21 Mei 2025   19:34 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Self-reflection merupakan salah satu cara agar kita memahami diri sendiri.(Freepik) 

Sebuah perubahan besar selalu dimulai dari niat kecil. Tapi ironisnya, justru niat itulah yang sering terhenti di tengah jalan. Kita semua, pada satu titik dalam hidup, pernah merasa perlu memperbaiki diri. Tapi begitu niat itu muncul, kita langsung dihantam oleh kebingungan harus mulai dari mana? Apa yang seharusnya dilakukan lebih dulu? Kenapa rasanya seperti tak pernah cukup baik, padahal sudah mencoba?

Tulisan ini bukan sekadar ajakan untuk "jadi versi terbaik dirimu" seperti kutipan motivasi yang banyak berseliweran di media sosial. Kita akan menyelami lebih dalam apa sebenarnya yang membuat memperbaiki diri itu terasa begitu sulit. Dan kenapa, meskipun kita punya akses ke banyak informasi, proses perubahan tetap seperti memanjat tebing tanpa tali pengaman.

Ketika Dunia Menuntut Cepat, Diri Sendiri Justru Perlu Waktu

Kamu hidup di era yang serba instan. Makanan cepat saji, koneksi internet cepat, bahkan harapan untuk berubah pun harus cepat. Ketika kamu mulai memperbaiki diri, ada tekanan yang sering didapat justru dari lingkungan sekitar yang seolah menuntut kamu harus langsung jadi 'baru' dalam semalam.

Padahal kenyataannya, manusia tidak diciptakan untuk berubah dalam sekali klik. Otak kita menyimpan kebiasaan, trauma, dan pola pikir lama seperti data di dalam server. Menghapus dan menggantinya butuh proses, dan proses itu sering kali menyakitkan.

Penelitian psikologi memberi tahu bahwa membentuk kebiasaan baru memerlukan waktu minimal 21 hari, tapi itu untuk kebiasaan kecil. Untuk perubahan karakter atau pola hidup, butuh waktu yang jauh lebih panjangbahkan bisa tahunan. Di sinilah banyak orang menyerah. Bukan karena mereka tak punya kemauan, tapi karena mereka mengira prosesnya terlalu lama atau mereka terlalu rusak untuk diperbaiki.

Masalahnya, dunia tidak memberi ruang untuk gagal. Kita dituntut untuk selalu produktif, bahagia, dan penuh motivasi. Padahal memperbaiki diri sering kali berarti menerima bahwa kamu tidak baik-baik saja. Dan di masyarakat kita, menjadi tidak baik-baik saja masih dianggap lemah.

Inilah ironi zaman ketika kamu ingin berubah, tapi juga takut dilihat sebagai "bermasalah".

Terlalu Banyak Jalan Membuatmu Tidak Melangkah

Satu lagi jebakan dalam proses memperbaiki diri adalah ilusi pilihan. Kamu membuka YouTube, melihat puluhan video tentang "5 cara jadi lebih produktif", "7 langkah self healing", "10 kebiasaan orang sukses". Makin banyak kamu tonton, makin besar tekanan untuk berubah secara instan dan cepat. Akhirnya, kamu malah kelelahan sebelum memulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun