Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagaimana Membangun Karir di Era Digital?

15 Mei 2025   14:10 Diperbarui: 15 Mei 2025   12:30 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun untuk itu, kamu harus mengubah cara pandang soal “bekerja”. Tidak lagi menunggu panggilan, tapi menciptakan peluang. Bukan hanya mencari pekerjaan, tapi membangun keahlian yang bisa “dijual” ke pasar global.

Portofolio Lebih Bicara dari CV

Masih banyak Gen Z yang terjebak pada logika konvensional yaitu lulus, bikin CV, kirim lamaran, lalu tunggu balasan. Padahal, kenyataan hari ini tidak seindah itu. Banyak HRD bahkan tak membaca CV sampai habis. Mereka mencari sesuatu yang bisa langsung “dilihat” dan “dirasakan”. Maka, portofolio menjadi kartu truf yang tak bisa diabaikan.

Di era digital, kamu dituntut punya jejak karya. Kalau kamu desainer, mana hasil desainmu? Kalau kamu penulis, mana artikelmu? Kalau kamu marketer, mana campaign-mu? Dunia tidak menilai dari apa yang kamu katakan bisa, tapi dari apa yang sudah kamu buktikan pernah lakukan. Portofolio jadi bukti nyata bahwa kamu bukan cuma teori.

Dan menariknya, kamu tidak harus menunggu proyek “resmi” untuk membuatnya. Banyak Gen Z hari ini yang membangun portofolio dari project passion, akun media sosial pribadi, atau bahkan konten TikTok yang edukatif. Dunia kerja kini lebih menghargai inisiatif daripada formalitas. Bahkan perusahaan teknologi besar seperti Google dan Tesla sudah tidak lagi mewajibkan gelar sarjana. Mereka lebih peduli pada skill dan hasil kerja nyata.

Belajar Bukan Lagi di Sekolah atau Kampus

Kalau kamu pikir setelah kuliah selesai kamu bisa berhenti belajar, maka kamu sedang menggali lubang untuk masa depanmu sendiri. Di era digital, belajar bukan lagi tugas siswa, tapi kebutuhan hidup. Skill yang kamu kuasai hari ini bisa jadi basi dalam dua tahun ke depan. Dunia bergerak terlalu cepat untuk orang yang diam.

Artificial Intelligence, blockchain, augmented reality, data science semuanya berkembang pesat. Dan celakanya, tidak semua hal itu diajarkan di kampus. Maka, kamu perlu mengubah pola pikir: belajar itu bukan kewajiban dari dosen atau guru, tapi tanggung jawab pribadi. Apalagi sekarang semua ada di ujung jari. Kamu bisa belajar gratis di YouTube, ikut kursus murah di Udemy, atau ambil sertifikasi internasional secara daring.

Dan ini kabar baik bagi kamu yang merasa “bukan anak pintar”. Karena di era digital, yang dihargai bukan sekadar kepintaran, tapi ketekunan. Kamu tidak perlu menjadi yang terbaik sejak awal. Tapi kamu harus menjadi yang terus berkembang setiap hari.

Dunia Digital Tidak Ramah, Tapi Bisa Ditaklukka

Meski era digital memberi banyak peluang, ia juga menghadirkan tekanan besar. Ekspektasi tinggi, budaya kerja yang cepat, persaingan global, dan ketidakpastian ekonomi semua jadi tantangan nyata. Banyak Gen Z yang merasa cemas, burnout, bahkan kehilangan arah. Di sinilah pentingnya membangun daya tahan mental selain karir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun