Namun bukan berarti teknologi harus ditinggalkan. Justru, ini waktunya untuk mengembangkan solusi yang benar-benar kontekstual. Seperti misalnya penggunaan chatbot kesehatan berbasis SMS untuk menjangkau daerah tanpa internet, atau aplikasi diagnosis suara untuk mengenali gangguan napas di tempat terpencil yang masih sulit layanan kesehatannya. Solusi kreatif seperti ini harus jadi prioritas utama.
Negara Kecil dengan Sistem Kesehatan Besar
Banyak orang berpikir bahwa hanya negara kaya yang bisa memberi layanan kesehatan gratis dan bermutu. Tapi kenyataan di lapangan berkata sebaliknya. Beberapa negara dengan PDB lebih rendah dari Indonesia justru berhasil membangun sistem kesehatan yang merata dan efektif dan menjangau semua kalangan.
Ambil contoh Sri Lanka. Negara ini punya sistem pelayanan primer yang sangat kuat, dengan fokus pada pencegahan penyakit. Mereka melatih tenaga kesehatan komunitas yang rutin mengunjungi rumah warga dan melakukan edukasi kesehatan. Hasilnya? Angka harapan hidup mereka salah satu yang tertinggi di Asia Selatan, meski anggaran kesehatannya lebih kecil dari Indonesia.
Atau lihat Brazil. Mereka menerapkan "Sistema nico de Sade" yang menjamin layanan gratis bagi semua warga tanpa perduli latar belakangnya, bahkan bagi yang tidak berdokumen resmi. Kuncinya ada di penguatan sistem primer dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Yang menarik, negara-negara ini tak terlalu sibuk bicara soal "asuransi", tapi lebih fokus pada keberadaan layanan. Karena yang paling dibutuhkan orang miskin bukan asuransi, tapi kehadiran dokter dan obat di dekat rumah mereka. Sering kali, solusi terbaik datang dari logika paling sederhana.
Layanan Kesehatan Bukan Barang Dagangan
Mungkin inilah akar persoalan paling dalam bagaimana kita memperlakukan kesehatan seperti barang dagangan. Semakin mahal, semakin eksklusif. Padahal, kesehatan adalah hak dasar yang harus dipenuhi tanpa memandang statusnya dan, bukan privilege.
Selama ini rumah sakit masih dipaksa beroperasi seperti perusahaan, selama dokter dihargai berdasarkan "jumlah tindakan", bukan hasil kesehatan pasien, maka kita akan terus melihat sistem yang tidak manusiawi. Pasien diperlakukan seperti pelanggan, bukan manusia yang butuh empati.
Sudah saatnya paradigma ini berubah. Negara harus hadir sebagai penjamin, bukan sekadar regulator. Pemerintah harus berani berinvestasi lebih besar, bukan cuma membangun gedung, tapi membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem.
Dan kamu, sebagai warga negara, punya peran penting. Gunakan hak suaramu untuk mendukung kebijakan kesehatan yang adil. Dorong pemerintah daerahmu agar fokus ke layanan dasar. Sebarkan informasi yang benar, lawan hoaks kesehatan yang bisa merusak kepercayaan publik.