Apa yang terlintas di pikiranmu ketika mendengar nama Bunda Maria? Mungkin sosok ibu suci yang penuh kelembutan, penuh kasih, dan menjadi simbol keibuan dalam banyak kisah keagamaan. Namun, pernahkah kamu mencoba melihat Bunda Maria dari perspektif yang lebih dekat sebagai seorang ibu yang membesarkan anak di tengah berbagai tantangan kehidupan?
Di zaman sekarang, ketika dunia parenting dibanjiri teori modern, gaya asuh otoritatif, gentle parenting, hingga konsep pola asuh berbasis psikologi, justru menarik untuk kembali menengok ke belakang. Ada warisan nilai yang luar biasa dalam sosok Bunda Maria sebagai ibu: sederhana, spiritual, dan penuh hikmah. Bukan sekadar tokoh religius, tapi juga representasi dari figur ibu yang bisa kita teladani dalam menjalani peran sebagai orang tua, khususnya seorang ibu.
Bunda Maria mengajarkan bahwa menjadi orang tua bukan sekadar soal memberi makan dan pendidikan formal, tapi juga soal bagaimana membentuk jiwa, karakter, dan fondasi spiritual seorang anak..
Membangun Hubungan Emosional yang Aman
Salah satu nilai paling mendasar dari sosok Bunda Maria adalah cintanya yang tanpa syarat. Sejak menerima kabar luar biasa tentang kelahiran Yesus, Maria tak memberikan penolakan. Ia memilih percaya, bahkan ketika masyarakat sekitarnya mungkin mencibir atau tak memahami kondisinya. Di titik inilah kita melihat bahwa cinta seorang ibu sejati tak diukur dari keadaan, melainkan dari ketulusan menerima dan mendampingi.
Dalam praktik parenting hari ini, banyak orang tua terjebak dalam bentuk kasih bersyarat mengasihi ketika anak berprestasi, namun mengkritik keras saat anak gagal. Padahal, anak-anak sangat membutuhkan ruang aman secara emosional. Mereka ingin diterima apa adanya, bukan karena pencapaian semata.
Bunda Maria tidak pernah menuntut Yesus menjadi "anak sempurna". Ia mendampingi dari balik layar, bukan menjadi pusat sorotan. Ia hadir ketika Yesus kecil hilang di Bait Allah, ia juga ada di kaki salib ketika anaknya diperlakukan tidak adil oleh dunia. Kasih seperti ini tidak hanya menyentuh, tapi juga membangun fondasi psikologis yang kuat pada diri anak. Anak yang tumbuh dalam cinta tak bersyarat akan lebih percaya diri, lebih empati, dan lebih tahan banting dalam menghadapi tekanan hidup.
Mendidik Lewat Contoh, Bukan Ceramah
Satu hal yang menarik dari sosok Bunda Maria adalah ia dikenal sebagai pribadi yang tidak banyak bicara, tapi bekerja lewat tindakannya . Dalam Injil Lukas 2:19 tertulis, "Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya." Ini bukan hanya soal keheningan, tapi juga refleksi yang dalam. Maria tidak buru-buru menilai, ia lebih memilih mendengar dan memahami sebelum bereaksi.
Dalam dunia parenting sekarang, kadang orang tua terlalu sibuk memberikan ceramah atau nasihat panjang yang justru tidak masuk ke hati anak. Padahal, anak-anak jauh lebih mudah belajar lewat contoh daripada lewat kata-kata.
Keteladanan Maria bisa menjadi cermin. Ketika kita ingin anak disiplin, kita harus menunjukkan kedisiplinan. Saat kita berharap anak jujur, kita harus membiasakan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Bunda Maria mengajarkan bahwa mendidik anak adalah tentang konsistensi antara ucapan, tindakan, dan nilai yang dianut.
Dengan menjadi teladan hidup, orang tua tak hanya membentuk perilaku, tapi juga menginternalisasi nilai moral dan spiritual dalam diri anak. Efek jangka panjangnya akan sangat signifikan, karena nilai-nilai itu akan terbawa hingga anak dewasa.
Membesarkan Anak dengan Kepercayaan, Bukan Ketakutan
Saat Maria menerima panggilan untuk menjadi ibu dari Sang Juruselamat, ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi ia memilih percaya. Tidak mudah membesarkan anak dengan takdir yang besar, tapi Maria tidak menolak takdir itu ia mengalir bersama prosesnya.
Ini menjadi pesan penting dalam pola asuh anak masa kini. Banyak orang tua takut membiarkan anaknya memilih jalan hidup sendiri, terutama jika pilihan itu berbeda dari harapan orang tua. Tak jarang orang tua mendorong anak mengikuti jurusan kuliah tertentu, pekerjaan tertentu, bahkan pergaulan tertentu bukan karena itu yang terbaik bagi anak, tapi karena itu yang paling "aman" menurut pandangan orang tua.
Padahal, setiap anak punya panggilan hidupnya sendiri. Dalam parenting ala Bunda Maria, kita diajak untuk belajar mempercayai proses kehidupan anak, sambil terus mendoakan dan membimbing mereka. Bukan mengekang, tetapi mendampingi. Bukan mendikte, melainkan membuka jalan agar anak bisa menemukan versi terbaik dirinya sendiri.
Memiliki iman terhadap rencana Tuhan atau terhadap potensi anak sendiri adalah salah satu bentuk cinta tertinggi. Ini bukan soal membiarkan anak berjalan sendiri, tapi memberikan fondasi kuat agar anak siap menghadapi dunia dengan keberanian dan nilai-nilai yang kokoh.
Kekuatan dalam Kelembutan , Sabar Tapi Tidak Lemah
Bunda Maria sering kali digambarkan lembut, sabar, dan penuh kasih. Namun, jangan salah. Di balik kelembutannya, ada ketangguhan luar biasa. Ia melewati masa kehamilan yang tidak mudah, melarikan diri ke Mesir demi melindungi anaknya, hingga menyaksikan penderitaan anaknya di salib. Semua itu dijalani tanpa menyalahkan, tanpa menggugat, tapi dengan hati yang kuat.
Dunia parenting hari ini juga menuntut kekuatan semacam itu. Membesarkan anak bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan konsistensi, keteguhan, dan keberanian untuk mengatakan "tidak" ketika memang harus. Orang tua harus sabar mendampingi tumbuh kembang anak, yang kadang penuh drama, perlawanan, bahkan kekecewaan.
Namun, sabar bukan berarti lemah. Justru kesabaran adalah bentuk kedewasaan emosional orang tua. Saat orang tua mampu merespon dengan tenang, bukan reaktif, anak akan belajar mengelola emosinya sendiri. Dan di sinilah, karakter mulai terbentuk.
Kelembutan ala Maria bukan kelembutan pasif. Itu adalah kelembutan yang kuat, karena lahir dari cinta yang dewasa. Dunia saat ini butuh lebih banyak ibu yang seperti ini lembut namun berprinsip, sabar tapi tahu batas.
Menanamkan Nilai Spiritualitas  Sejak Dini
Satu hal yang tak bisa dipisahkan dari sosok Bunda Maria adalah spiritualitasnya yang dalam. Ia bukan hanya membesarkan Yesus secara fisik, tapi juga mendampingi secara spiritual. Kehadiran spiritual dalam keluarga sering kali menjadi hal yang dilupakan dalam pola asuh modern yang terlalu fokus pada pencapaian duniawi nilai akademik, prestasi, atau status sosial.
Parenting ala Maria mengajarkan pentingnya membentuk anak secara holistik: jasmani, emosi, dan spiritual. Ini bukan soal doktrin agama semata, tapi soal membangun kesadaran akan nilai kehidupan, kebaikan, belas kasih, dan tanggung jawab sosial.
Anak-anak yang tumbuh dengan spiritualitas sehat tidak menghakimi, tapi penuh empati dan pengertian cenderung menjadi pribadi yang lebih stabil dan bijak dalam mengambil keputusan. Mereka punya pegangan dalam hidup, dan tidak mudah goyah saat menghadapi tekanan.
Membiasakan doa bersama, membicarakan nilai-nilai kebaikan dalam percakapan harian, serta menghadirkan suasana keluarga yang hangat dan penuh syukur semua ini adalah bentuk sederhana tapi berdampak besar dalam membentuk karakter anak. Dan di sinilah, warisan Maria tetap relevan hingga hari ini.
Menjadi Orang Tua yang Hadir Sepenuh Hati
Parenting ala Bunda Maria bukan hanya milik keluarga religius. Nilai-nilainya bersifat universal tentang cinta yang tulus, keteladanan, kepercayaan, dan ketangguhan. Ini adalah gaya parenting yang tidak mengandalkan kontrol, tapi kehadiran yang otentik dan spiritualitas yang membumi.
Di tengah gempuran pola asuh modern yang sering kali membuat orang tua kelelahan mencari yang "terbaik", pendekatan ala Bunda Maria mengajak kita untuk kembali ke hal-hal mendasar: cinta, kesabaran, keteladanan, dan kepercayaan pada proses.
Menjadi orang tua bukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang menjadi hadir secara fisik, emosional, dan spiritual. Jika ada satu warisan yang bisa kita ambil dari Bunda Maria, itu adalah bahwa membesarkan anak bukan soal besar kecilnya prestasi, tapi soal bagaimana kita mencintai, membimbing, dan mempercayai mereka menjadi manusia seutuhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI