Satu hal yang menarik dari sosok Bunda Maria adalah ia dikenal sebagai pribadi yang tidak banyak bicara, tapi bekerja lewat tindakannya . Dalam Injil Lukas 2:19 tertulis, "Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya." Ini bukan hanya soal keheningan, tapi juga refleksi yang dalam. Maria tidak buru-buru menilai, ia lebih memilih mendengar dan memahami sebelum bereaksi.
Dalam dunia parenting sekarang, kadang orang tua terlalu sibuk memberikan ceramah atau nasihat panjang yang justru tidak masuk ke hati anak. Padahal, anak-anak jauh lebih mudah belajar lewat contoh daripada lewat kata-kata.
Keteladanan Maria bisa menjadi cermin. Ketika kita ingin anak disiplin, kita harus menunjukkan kedisiplinan. Saat kita berharap anak jujur, kita harus membiasakan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Bunda Maria mengajarkan bahwa mendidik anak adalah tentang konsistensi antara ucapan, tindakan, dan nilai yang dianut.
Dengan menjadi teladan hidup, orang tua tak hanya membentuk perilaku, tapi juga menginternalisasi nilai moral dan spiritual dalam diri anak. Efek jangka panjangnya akan sangat signifikan, karena nilai-nilai itu akan terbawa hingga anak dewasa.
Membesarkan Anak dengan Kepercayaan, Bukan Ketakutan
Saat Maria menerima panggilan untuk menjadi ibu dari Sang Juruselamat, ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi ia memilih percaya. Tidak mudah membesarkan anak dengan takdir yang besar, tapi Maria tidak menolak takdir itu ia mengalir bersama prosesnya.
Ini menjadi pesan penting dalam pola asuh anak masa kini. Banyak orang tua takut membiarkan anaknya memilih jalan hidup sendiri, terutama jika pilihan itu berbeda dari harapan orang tua. Tak jarang orang tua mendorong anak mengikuti jurusan kuliah tertentu, pekerjaan tertentu, bahkan pergaulan tertentu bukan karena itu yang terbaik bagi anak, tapi karena itu yang paling "aman" menurut pandangan orang tua.
Padahal, setiap anak punya panggilan hidupnya sendiri. Dalam parenting ala Bunda Maria, kita diajak untuk belajar mempercayai proses kehidupan anak, sambil terus mendoakan dan membimbing mereka. Bukan mengekang, tetapi mendampingi. Bukan mendikte, melainkan membuka jalan agar anak bisa menemukan versi terbaik dirinya sendiri.
Memiliki iman terhadap rencana Tuhan atau terhadap potensi anak sendiri adalah salah satu bentuk cinta tertinggi. Ini bukan soal membiarkan anak berjalan sendiri, tapi memberikan fondasi kuat agar anak siap menghadapi dunia dengan keberanian dan nilai-nilai yang kokoh.
Kekuatan dalam Kelembutan , Sabar Tapi Tidak Lemah