Ada satu lagi alasan mengapa banyak orang merasa berat saat kembali dari kampung halamanyaitu waktu. Pulang kampung membuat kita sadar betapa cepat waktu berlalu. Orang tua yang dulu tampak kuat kini mulai membungkuk. Rumah yang dulu terasa besar kini tampak kecil. Teman-teman sebaya sudah menua, beberapa bahkan telah tiada.
Momen itu menyadarkan kita bahwa tidak semua bisa kita ulang. Ada hal-hal yang hanya bisa dinikmati sekali, dan tidak akan pernah kembali. Maka ketika kita meninggalkan kampung, kita juga meninggalkan sebagian dari momen yang tak akan bisa diulang. Ini menciptakan semacam kesadaran eksistensial yang sering kali tak terucap: "Berapa kali lagi aku bisa pulang? Berapa Lebaran lagi yang bisa kuhabiskan dengan mereka?"
Kesadaran ini membuat perasaan sedih itu menjadi lebih dalam. Ia bukan sekadar rindu, tapi juga cemas. Cemas bahwa waktu tak akan menunggu. Dan inilah yang membuat perasaan berat itu terus tinggal, bahkan setelah koper sudah dibongkar dan rutinitas sudah kembali berjalan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Indonesian Psychological Association pada tahun 2022, sekitar 63% responden mengaku mengalami penurunan semangat dan suasana hati yang buruk selama minggu pertama setelah Lebaran. Bahkan, 28% di antaranya menunjukkan gejala ringan dari post-holiday depression. Ini menunjukkan bahwa fenomena 'berat hati' setelah Lebaran bukan hanya perasaan subjektif semata, tetapi ada basis psikologis yang nyata.
Sementara itu, studi lain dari Universitas Gadjah Mada menyebutkan bahwa transisi emosional dari masa libur panjang ke masa kerja bisa memicu penurunan produktivitas dan kualitas tidur. Bahkan, jika tidak ditangani, bisa berdampak pada keseimbangan emosi dalam jangka panjang.
Apa artinya? Artinya, kita perlu menyadari bahwa perasaan berat ini wajar, tapi juga perlu dikelola. Jangan dibiarkan mengendap terlalu lama, karena bisa mengganggu produktivitas dan kualitas hidup. Memahami bahwa ini bagian dari dinamika emosional manusia, bisa membantu kita berdamai dengannya.
Menerima dan Mengolah Perasaan
Kamu tidak salah kalau merasa berat hati. Itu bukan tanda kelemahan, tapi justru tanda bahwa kamu masih terhubung dengan sisi manusiawimu. Tapi setelah menyadari dan menerima perasaan itu, langkah berikutnya adalah bagaimana mengolahnya. Jadikan momen Lebaran sebagai bahan bakar, bukan beban. Bukan sesuatu yang membuatmu murung, tapi yang menyemangatimu untuk tetap hidup dengan nilai-nilai yang kamu pelajari selama Ramadan.
Bawa semangat silaturahmi itu ke tempat kerja. Jadikan kehangatan keluarga sebagai alasan untuk bekerja lebih baik, agar bisa segera bertemu lagi. Jangan lupakan doa dan ibadah yang memberi ketenangan, walau Ramadan sudah lewat. Karena sejatinya, kedamaian itu bisa kamu bawa ke mana saja, jika kamu tahu cara merawatnya.
Kembali ke kota bukan berarti meninggalkan kampung halaman. Justru di sanalah ujian sejati: bagaimana membawa nilai-nilai kampung ke dunia yang keras. Bagaimana menjadi versi terbaik dari dirimu, bukan hanya saat libur, tapi juga di tengah hiruk-pikuk pekerjaan dan tuntutan hidup.
Berat Karena Berarti