Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Balaikambang (1)

20 Mei 2018   08:44 Diperbarui: 20 Mei 2018   11:13 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
frame.simplesite.com

SE-BAB 1: JAGAD (1)

Seorang pemuda tampan bertubuh kekar bernama Dewangga Indramanu berjalan sendirian menyusuri kelebatan hutan. Ia berjalan tak tentu rimbanya, sepertinya ia kehilangan jejak tujuannya. Sayup-sayup di arah barat pemuda itu mendengar suara manusia dengan jumlah yang cukup banyak. Dewangga berhenti sejenak dan menajamkan pemusatan indera pendengarannya. Sekilas ia merasakan sesuatu yang aneh, namun ia tidak menghiraukan notifikasi firasat buruknya itu. Ia mengganggap saat itu sebagai efek dari rasa laparnya.

"Owh... sepertinya aku bisa singgah sebentar di sana."

Pikir Dewangga sembari mempercepat langkahnya ke arah sumber gelombang suara yang dituju. Sudah lama ia tidak bertemu pemukiman setelah berhari-hari, bahkan berbulan-bulan menyusuri hutan-hutan dan gunung-gunung, hingga kini ia tidak tahu lagi berada di mana. Akhirnya ia tiba di sebuah desa.

Desa itu terletak di lembah pinggir sungai yang cukup besar, dengan banyak bunga-bunga yang indah tumbuh disekelilingi pinggir sungai itu. Dewangga pun tinggal di salah satu rumah warga desa bernama Ki Gajo. Diketahui darinya dan keadaan desa yang terlihat, ternyata desa itu sedang dalam suatu masalah. Desa itu diharuskan memberikan persembahan manusia kepada ular raksasa sakti dalam sungai itu. Dengan mengadakan undian setiap waktu ular itu meminta tumbal dan desa itu dalam kekuasaanya. 

Terkadang pula ular raksasa itu naik ke permukaan dan memangsa warga dan ternak penduduk desa, walau belum waktunya ditentukan persembahan. Warga desa semakin resah dengan jumlah warga dan sanak-saudara mereka berkurang cepat menjadi santapan ular raksasa itu. Dewangga heran, mengapa warga tidak melaporkan hal itu kepada pihak kerajaan. Ki Gajo mengatakan bahwa ular raksasa tersebut telah mengikat suatu lingkaran aneh di sekeliling desa agar para warga desa tidak dapat bepergian lebih dari lingkaran tersebut.

Jika warga desa melanggar lingkaran itu, maka penduduk desa seperti terkena bisa dengan sekujur tubuh berubah warna, kejang-kejang dan kaku. Pada akhirnya mati dan dimangsa ular raksasa itu.  Tetapi untuk orang dari luar yang datang ke desa itu dapat masuk dengan mudah dan bernasib sama seperti warga desa jika ingin meninggalkan desa itu. Maka dari itu, Ki Gajo sangat mencemaskan kedatangDewangga ke desanya. 

Dewangga pun mencoba mengajak para warga desa untuk mengalahkan ular raksasa tersebut, namun warga desa masih dirundung trauma. Beberapa pemuda tangguh di desa telah berusaha melawan kesaktian ular tersebut, namun akhirnya mereka hanya menjadi santapan renyah ular raksasa tersebut. Di depan mata-kepala sendiri, para warga desa menyaksikan tubuh  berlumuran darah para pemuda terkoyak dan tersantap sang ular raksasa.

Tapi kini Dewangga kembali meyakinkan semangat warga desa, bahwa ia mempunyai cara dan senjata ampuh untuk mengalahkan ular raksasa itu. Teringatlah ia pada perbekalan yang diberikan guru dan para sanak-saudara serta para kerabatnya. Dan mungkin ini takdirnya untuk dia hadir di desa ini dalam masalahnya.

Kemudian terkumpulah para pemuda tangguh desa yang masih tersisa, membahas pelaksanaan cara melawan ular raksasa tersebut. Pemuda juga berusaha mencari keterangan bagaimana ular raksasa tersebut dari tuturan pengamatan dan pengalaman warga desa berhadapan dengan mahkluk ganas tersebut. Pada akhirnya Dewangga mencoba menyusun siasat yang jitu dengan membagi tugas masing-masing untuk melawan ular raksasa itu.

Maka pada hari yang ditentukan, yaitu saat sang ular raksasa meminta persembahan secara rutin. Berangkatlah sore itu Dewangga dan para pemuda desa ke sungai tempat persemayaman ular raksasa. Diiringi para penduduk desa yang membawa bahan dan peralatan untuk tata upacara persembahan. Diantaranya kain lurik panjang untuk dibentangkan di kedua sisi sungai tempat ular raksasa tersebut muncul di sebelah utara jembatan gantung desa tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun