Mohon tunggu...
Franhky Wijaya
Franhky Wijaya Mohon Tunggu... Praktisi Perencanaan Properti

Setelah bertahun-tahun berkecimpung di dunia properti, saya merasa waktunya berbagi insight yang bisa berguna bagi sesama praktisi dan keluarga Indonesia. Fokus saya di bidang perencanaan, mulai dari pengembangan rumah tapak, ruko, pergudangan, hingga apartemen.

Selanjutnya

Tutup

Home Artikel Utama

Rumah yang Tak Pernah Meminta Kita Sempurna

2 Oktober 2025   10:54 Diperbarui: 2 Oktober 2025   13:09 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inspirasi desain ruang tamu dalam pameran Local Heroes yang diadakan Kisah Ruang.(Dok Kisah Ruang via Kompas.com)

Dalam banyak kasus, saya melihat bahwa fleksibilitas adalah kunci. Fungsi ruang bisa berubah sesuai kebutuhan. Dulu ruang tamu, sekarang jadi ruang kerja. Dulu kamar tidur tamu, sekarang jadi ruang bermain anak. Bahkan dapur juga bisa dibuat lebih sederhana dan semua alat bisa dijangkau dengan mudah. 

Banyak orang muda yang tidak punya waktu untuk memasak yang rumit, jadi dapur yang efisien dan mudah dibersihkan jauh lebih penting daripada dapur yang cantik. Rak gantung bisa diganti dengan rak terbuka di bawah meja, kompor bisa dipindah agar tidak berdekatan dengan area bermain anak, dan pencahayaan bisa disesuaikan agar tidak menyilaukan.

Hal-hal kecil seperti itu membuat rumah terasa lebih ramah. Saya pernah melihat bagaimana satu perubahan sederhana bisa memberi dampak besar. Seorang teman memindahkan sofa agar jalur gerak di ruang keluarga lebih lega. 

Ia bilang, "Sekarang anak saya bisa lari-lari tanpa nabrak meja." Perubahan itu tidak mahal, tidak rumit, tapi sangat berarti. Rumah yang baik bukan yang sempurna, tapi yang bisa beradaptasi dengan kebutuhan anggota keluarganya.

Di sisi lain, saya juga banyak belajar dari rumah-rumah yang dihuni oleh orang tua. Salah satu pengalaman yang paling membekas adalah ketika saya membantu seorang ibu berusia enam puluhan yang tinggal sendiri di rumah dua lantai peninggalan suaminya. Ia mulai kesulitan naik tangga, tapi tidak ingin pindah rumah. "Saya sudah terlalu banyak kenangan di sini," katanya. 

Kami tidak melakukan renovasi besar. Kami hanya mengubah fungsi ruang tamu belakang menjadi kamar tidur kecil, menambahkan toilet di sudut, dan memindahkan beberapa furnitur agar jalur gerak lebih lega. Hasilnya sederhana, tapi dampaknya besar. Ia bisa tidur dengan tenang, tidak perlu merasa tergantung pada orang lain hanya untuk ke kamar mandi.

Dalam proses itu, saya belajar bahwa desain yang baik bukan soal gaya, tapi soal perhatian. Lansia tidak butuh rumah yang mewah, mereka butuh rumah yang bisa mendukung gerak tubuh yang melambat. Jalur yang lebar, lantai yang tidak licin, dan pencahayaan yang cukup bisa membuat perbedaan besar. Bahkan memindahkan satu rak atau mengganti posisi sofa bisa membuat rumah terasa lebih ramah.

Saya juga pernah melihat bagaimana dapur bisa menjadi ruang terapi. Seorang ibu yang baru pensiun merasa kehilangan arah. Ia tidak tahu harus mengisi hari-harinya dengan apa. Lalu ia mulai menghabiskan waktu di dapur, mencoba resep-resep baru, menata ulang rak bumbu, dan mengganti kompor lama dengan model yang lebih mudah dijangkau. Kami bantu menyesuaikan tinggi meja agar tidak membuat punggungnya sakit. Kami juga mengganti rak gantung dengan rak terbuka di bawah meja. Ia bilang, "Sekarang saya merasa punya ruang sendiri. Nggak harus sempurna, tapi saya bisa bernapas."

Ruang seperti itu tidak harus besar. Bahkan sudut kecil di dekat jendela bisa menjadi tempat paling penting di rumah. Saya punya klien yang meminta dibuatkan kursi kecil di bawah jendela kamar, hanya untuk duduk dan membaca. Ia bilang, "Saya cuma butuh tempat buat diam." Dan memang, tidak semua orang butuh ruang kerja atau ruang tamu yang luas. Kadang yang dibutuhkan hanya satu sudut yang bisa memberi ketenangan.

Saya pernah bertemu pasangan muda yang memutuskan untuk tidak mengecat ulang dinding yang penuh coretan anak mereka. Mereka bilang, "Itu bagian dari sejarah rumah ini." Mereka hanya menambahkan papan tulis kecil di sampingnya agar anaknya bisa menulis di tempat yang lebih aman. Rumah itu tidak sempurna, tapi terasa hidup. Dan mungkin, itulah arsitektur yang paling penting. Bukan yang memukau mata, tapi yang menyentuh hati. Bukan yang mengikuti tren, tapi yang mengikuti kehidupan.

Rumah yang baik bukan hanya soal bentuk, tapi soal rasa. Rasa diterima, rasa aman, dan rasa dimengerti. Rumah yang tidak pernah meminta kita sempurna, tapi selalu siap menjadi tempat pulang. Dalam dunia yang terus bergerak cepat, rumah bisa menjadi satu-satunya tempat di mana kita boleh lambat. Di mana kita boleh tidak tahu arah. Di mana kita boleh menjadi versi paling jujur dari diri kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun