Mohon tunggu...
Francius Matu
Francius Matu Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati lingkungan pembenci kemunafikan dan pembenaran.

Selanjutnya

Tutup

Money

Usaha Monopoli Murni Pertamina-PLN Bisa Rugi?

30 Juli 2015   09:39 Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:14 1636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua perusahaan besar BUMN Pertamina dan PLN sangat jelas sebagai dua perusahaan yang berjalan secara monopoli murni di pasar Indonesia, bisa merugi sampai puluhan triliun rupiah. Bagaimana bisa perusahaan yang memonopoli murni tidak memiliki saingan dalam pasar yang sama bisa rugi ? Sementara semua konsumen sangat tergantung dengan produksi Pertamina dan PLN. Kerugian PT. Pertamina sebesar Rp. 12 Triliun, kerugian PT.PLN sebesar Rp. 10,5 Triliun. Kerugian kedua BUMN ini menunjukkan sebuah kegagalan manajemen dan salah urus.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menyatakan pada 7/4/2015 dalam dua bulan Januari-Februari 2015 Pertamina (Persero) mengalami kerugian sebesar 212 juta dollar AS. Hal ini ditandai pada bulan Januari 2015 Pertamina rugi Rp.107 juta dollar AS dan Februari 2015 Pertamina rugi Rp. 105 juta dollar AS. Hal ini setara dengan kerugian sebesar Rp. 2,84 Triliun. Hal ini sudah dikritisi oleh Ferdinand Hutahean Direktur eksekutif Energy Watch mengatakan kerugian PT.Pertamina yang disampaikan Direktur Utama Pertamina itu, terlalu mengada-ada karena stok BBM sisa 2014 masih ada sementara diawal tahun 2015 harga minyak dunia justru mengalami penurunan, jadi dimana dasar kerugiannya ? Dugaan Ferdinand, stok minyak yang dimiliki perseroan sudah lenyap dipergunakan untuk menutupi kerugian. "Kalau bicara akibat stok masa lalu sangat tidak mungkin kerugian sebesar itu. Stok masa lalu hanya sekitar 9 juta barel minyak BBM, yang infonya sudah dijual untuk menutupi kerugian," jelasnya. Untuk itu, ia meminta agar Badan Pengawas Keuangan (BPK) turun tangan langsung melakukan audit kepada perusahaan pelat merah tersebut. Dengan dilakukannya audit, maka akan diketahui secara jelas apa penyebab kerugian tersebut. (sumber disini)

Bahkan pada hari Jum’at 24/7/2015 Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Sudirman Said mendapatkan laporan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas, PT.Pertamina, kumulasi kerugian sudah mencapai hingga Rp 12 triliun. Karena kerugian yang diderita Pertamina cukup besar, pemerintah tak akan serta merta menurunkan harga BBM, meski harga dunia terus merosot saat ini. Keputusan tersebut  merupakan cara memberikan kompensasi kepada Pertamina menutup kerugian tersebut.

Menurut penulis, PT. Pertamina sebenarnya tidak pantas mengalami kerugian, jika PT. Pertamina menyajikan laporan keuangannya secara transparan serta benar kepada publik. Di Amerika Serikat saja, harga di konsumen sebelum Pajak, RON92 berharga (kurs 18/4/2015) Rp.7.058,- per liter ($.0,546/liter), lalu di konsumen Malaysia RON95 dijual dengan harga Rp.6.044,- per liter (RM.1.70,-/liter). Kita ketahui RON92 dan RON95 adalah setara Pertamax Rp. 9.300,- /liter dan Pertamax Plus di Indonesia yang harganya Rp.10.200,-/liter . Selanjutnya apakah RON92 atau RON95 yang diimpor PT. Pertamina (Persero) sebagai Pertamax atau Pertamax Plus dari jenis yang mana ? Bisa saja Pertamax Plus sebagai RON92 dan Pertamax sebagai RON90, karena kita sebagai konsumen tidak pernah diberi kepastian dari budaya ketertutupan manajemen PT. Pertamina (Persero) selama ini. RON88 yang sudah tidak dipakai lagi dibanyak Negara, Indonesia menjualnya sebagai Premium dengan harga Rp. 7.400,-/liter. Dengan kata lain, BBM yang dijual di Indonesia selalu lebih mahal dengan BBM sejenis yang dijual di Negara maju dan makmur. Dimanakah dasar logika kerugian PT.Pertamina ?

PT. PLN (Persero) mengalami rugi bersih Rp.10,5 triliun pada semester pertama 2015 atau turun Rp.25 triliun dibandingkan periode sama 2014 saat mencetak laba bersih Rp.14,5 triliun. Sekretaris Perusahaan PLN Adi Supriono dalam siaran pers di Jakarta, Rabu mengatakan, kerugian terutama karena rugi selisih kurs Rp.16,9 triliun pada semester pertama 2015 dibandingkan laba kurs Rp.4,4 trilliun pada semester pertama 2014. Padahal, menurut Adi Supriono, dari sisi penjualan listrik pada semester pertama 2015 mengalami kenaikan cukup signifikan yakni Rp.15,5 triliun atau naik 18,1 persen menjadi Rp.101,3 triliun dibanding periode sama 2015 Rp.85,7 triliun. Bayangkan saja, pada akhir semester 2015 jumlah pelanggan tercatat meningkat naik 6,82% sehingga total jumlah pelanggan PT.PLN sebanyak 59,5 juta dibandingkan periode tahun 2014 hanya 55,7 juta pelanggan.

Kerugian yang dialami oleh PT.PLN sebenarnya adalah lemahnya kemampuan manajemen PT.PLN yang tidak dapat melakukan efisiensi operasional juga dalam bidang penggunaan energi BBM, gas serta batu bara yang bisa dicari energi yang paling murah untuk digunakan disamping itu, pengelolaan berbagai proyek-proyek yang masih terus berjalan terutama proyek pembangkit dan transmisi harus diterapkan tingkat efisiensi yang tinggi. Selama ini kita saksikan kedua BUMN ini, belum memperlihatkan kinerja yang mengutamakan efisiensi disegala bidang, serta transparansi laporan keuangan dan harga pokok energi yang sebenarnya. Sehingga bagi seluruh rakyat dan Negara tidak mendapatkan apa yang sebenarnya terjadi pada kedua BUMN ini sehingga terjadi kerugian yang cukup besar. Sangat disayangkan Pemerintah Jokowi tidak berupaya keras untuk memperbaiki kinerja kedua BUMN ini menjadi lebih efisien lagi sehingga budaya kedua BUMN ini bukan budaya merugikan rakyat dan negara. (Fransius Matu)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun