Namun, saya selalu berusaha untuk tegar. Saya sungguh menyadari bahwa selama saya masih berziarah di dunia ini, kekhawatiran, kecemasan, kegelisahan, ketakutan seringkali kali juga datang menghampiri.Â
Rasanya tidak ada yang salah bila mengalami semuanya itu. Tuhan Yesus yang saya imani juga mengalami ketakutan yang amat sangat, sampai-sampai berpeluhkan darah ketika berdoa di taman Getsemani. Demikian juga ketika tergantung di salib, merasa ditinggalkan oleh Bapa-Nya, Ia berseru dengan suara nyaring" "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?".
Bagaimana kemudian sikap berhadapan dengan rasa takut, khawatir dan gelisah agar tidak menjadi penghalang untuk bertumbuh dan berkembang, kiranya menjadi hal yang sangat penting.
Memiliki harapan kiranya menjadi sebuah keharusan dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Kekhawatiran, ketakutan, kegelisahan memang selalu menjadi bagian dari hidup. Namun, seperti Paus Fransiskus mengingatkan, "Jangan sampai mereka mencuri harapanmu!"
"Harapan hanya akan ada bila ada kasih", demikian Paus Emeritus Benediktus XVI pernah menulis. Di mana saya menjumpai kasih itu? Dalam diri Tuhan Yesus sendiri, yang telah rela menderita, wafat dan bangkit.
Setelah bangkit dari mati Ia menampakkan diri kepada para murid. Ia menyertai perjalanan dua murid yang kembali ke Emaus, yang nampak kehilangan harapan setelah Guru mereka mati disalib. Ia menjumpai dan menyapa murid-murid-Nya dengan penuh kasih: "Damai sejahtera bagi kamu!"
Saya sungguh yakin Tuhan akan senantiasa menyertai peziarahan hidup saya. Ia bersabda: "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
So,...lanjutkan hidup dan tetaplah memiliki harapan!!!