Pengantar: Terinspirasi dari Ruang Komunitas Digital #007
Artikel saya tulis karena terinspirasi dari diskusi di Ruang Komunitas Digital (RKD) #007 yang ditayangkan di TV Desa RKD #007. Dalam acara tersebut, Zainal Abidin (BUMDes Karya Muda Krandegan) dan Dwinanto (Kepala Desa Krandegan) membahas "Membangun Desa Berbasis Peta Digital". Nah, narasumber ternyata menggunakan teknologi Quantum GIS (QGIS) dalam membuat peta digital.
Setelah mengikuti diskusi interaktif hampir dua jam, saya kemudian tergerak untuk belajar sejenak dari berbagai referensi terkait QGIS. Nah, dari sinilah akhirnya saya menulis peranan QGIS dalam ketahanan pangan di desa. Jika desa ingin swasembada, maka QGIS adalah kuncinya. Dengan teknologi ini, desa bisa memetakan lahan, mengatur pola tanam, hingga mendistribusikan hasil panen dengan lebih efektif.
Gagasan ini sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita ke-6: "Membangun dari Desa dan dari Bawah untuk Pemerataan Ekonomi dan Pemberantasan Kemiskinan". Tapi, bagaimana QGIS bisa menjadi kunci pangan? Mari kita bahas lebih dalam.
QGIS: Teknologi yang Mengubah Pertanian Desa
Di era digital, data adalah kekuatan. Pertanian yang masih mengandalkan metode tradisional akan sulit berkembang. QGIS hadir sebagai solusi untuk memberikan data akurat tentang kondisi lahan, cuaca, dan distribusi pangan, sehingga desa bisa lebih mandiri dalam mengelola pertaniannya. Beberapa peran utama QGIS dalam mendukung ketahanan pangan desa adalah sebagai berikut:
1. Pemetaan Lahan untuk Pertanian yang Lebih Produktif
Dengan QGIS, pemerintah desa dapat memetakan lahan pertanian secara lebih detail. Pertama, yang bisa dipetakan adalah jenis tanah. Hal ini dipergunakan untuk menentukan area yang subur dan cocok untuk tanaman tertentu. Kedua, pemetaan bisa dilakukan pada luas sawah aktif. Kegunaan pemetaan luas sawah aktif ini adalah untuk memonitor berapa luas sawah yang benar-benar produktif.
Kemudian ketiga, pemetaan terhadap alih fungsi lahan. Fungsinya adalah untuk mengawasi agar lahan pertanian tidak berubah menjadi perumahan atau industri. Dengan data ini, desa bisa mengoptimalkan produksi pangan dan menghindari krisis akibat salah kelola lahan.
2. Prediksi Panen dan Pola Tanam yang Lebih Akurat