Comparison of Weton Calculation traditions in Demak community marriages: study of customary law and Islamic law
perbandingan tradisi Perhitungan Weton dalam pernikahan masyarakat demak : studi hukum adat dan hukum islam
Lathifah Hanim1,Anang Dwi Syahputra2,Muhammad Ulin Nuha3
1 Universitas Islam Sultan Agung Semarang,
2 Universitas Islam Sultan Agung Semarang,
3 Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Email Korespondensi: anangsyahputra53@gmail.com
Abstract
Javanese people, especially in Demak Regency, have a diverse set of cultures, including the practice of calculating weton which has a significant role in the marriage process. Until now, some individuals still face difficulties in marriage because it is not in line with Javanese weton rules, both among those who are Muslim and other religions. The research was carried out by utilizing a literature approach with an anthropological approach, as well as interviews in order to gain a better understanding of the different views on weton and the principles of weton in marriage decisions according to customary and Islamic law. The research results show that basically, marriages that consider or do not consider weton involve problems within the family and individual spheres. The study concluded that the principle of calculating weton in marriage is acceptable, as long as it does not conflict with Islamic teachings.
Keywords : Javanese Tribe, Weton Calculation, Marriage, Islamic Law, Customary Law.
Abstrak
Masyarakat Suku Jawa Khususnya di Kabupaten Demak memiliki serangkaian kebudayaan yang beragam, termasuk praktik perhitungan weton yang memiliki peran signifikan dalam proses pernikahan. Sampai sekarang, beberapa individu masih menghadapi kesulitan dalam pernikahan karena tidak sejalan dengan aturan weton Jawa, baik di antara yang beragama islam maupun agama lainnya. Penelitian dilaksanakan dengan memanfaatkan pendekatan kepustakaan dengan pendekatan antropologis, serta wawancara guna memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan pandangan terhadap weton serta prinsip weton dalam keputusan pernikahan menurut hukum adat dan Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya, pernikahan yang mempertimbangkan atau tidak mempertimbangkan weton melibatkan permasalahan dalam lingkup keluarga dan individu. Studi menyimpulkan bahwa prinsip perhitungan weton dalam pernikahan bisa diterima, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Keywords : Suku Jawa, Perhitungan Weton, Pernikahan, Hukum Islam, Hukum Adat.
A.Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Sejak lahir, manusia selalu membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial. Oleh karena itu, Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan pernikahan.
Menurut Bachtiar (2004) defenisi pernikahan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan.
Salah satu pernikahan di masyarakat Suku Jawa yang merupakan suku terbesar di Indonesia persebaran hampir merata di Indonesia , Dalam SP 2010 BPS menyebutkan jumlah populasi Suku Jawa mencapai 95.217.022 jiwa. Angka ini mewakili 40,22 persen jumlah penduduk Indonesia. Dalam data BPS tersebut, Suku Jawa didefinisikan sebagai gabungan dari Suku Jawa itu sendiri, lalu Suku Osing, Tengger, Samin, Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, dan suku lain di Pulau Jawa.
Ketika mendengar kata Jawa Sebagai suku yang penuh tradisi sejarah Hindu Budha dan kental akan keIslamnya maka Tidak lengkap apabila tidak membahas Kabupaten Demak.Kabupaten Demak dikenal oleh banyak orang dengan sebutan Kabupaten Wali karena sejarah panjanya tentang proses awal kejayaan islam. Masyarakat Demak juga merupakan salah satu masyarakat adat Jawa Tengah yang masih menjunjung tinggi kepercayaan dan tradisi adat dari leleuhur. suku Jawa juga mempunyai tradisi, adat dan budaya. Tradisi yang dimiliki suku jawa dikenal dengan istilah nama tradisi kejawen  yang meliputi aturan pernikahan,sebagaimana halnya di banyak komunitas suku adat tradisional yang ada di Indonesia yang melibatkan serangkaian tradisi, kepercayaan, dan norma yang mengatur prosesi pernikahan.
Demak memiliki sejarah yang erat dengan Kerajaan Majapahit, khususnya di masa pemerintahan Prabu Kertabumi. Raden Fatah, putra Prabu Kertabumi, lahir di Palembang karena ibunya, Putri Cempa, diberikan kepada Aria Damar di sana. Setelah belajar dari Sunan Ampel dan menikahi putrinya, Nyai Ageng Maloka, Raden Fatah menetap di Glagah Wangi (Bintoro) untuk menyebarkan Islam. Mendapat dukungan dari Prabu Kertabumi, ia mendirikan masjid di Bintoro.Bintoro tumbuh menjadi pusat agama, politik, militer, perdagangan, dan budaya Islam. Raden Fatah diangkat sebagai Adipati Notopraja, dan Demak memperluas pengaruhnya hingga ke Cirebon. Demak juga mengirim ekspedisi ke Malaka untuk melawan penjajah Portugis pada tahun 1512 M. Budaya Islam berkembang pesat, menciptakan tradisi baru seperti perayaan Idul Fitri, Idul Adha, dan lainnya, yang masih dilakukan di berbagai tempat di Indonesia.Tradisi dan seni Islam berkembang luas di pusat-pusat bekas kerajaan seperti Cirebon, Banten, Mataram, Aceh, dan wilayah lainnya, yang menunjukkan keberagaman budaya Islam yang terus bertahan hingga kini. Â Dalam hal ini tradisi yang masih banyak diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Demak adalah tradisi perhitungan weton sebelum pernikahan.
Dalam masyarakat Demak Salah satu aspek yang penting dalam persiapan pernikahan adalah perbandingan tradisi perhitungan weton sebelum pernikahan, yang merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan untuk menentukan tanggal baik bagi pasangan yang akan menikah berdasarkan kalender Jawa. Meskipun perhitungan weton merupakan peninggalan warisan budaya suku Jawa namun tidak semua orang Jawa khususnya masyarakat Demak mengikuti atau mempercayai praktik ini dalam menentukan hari baik berdasarkan tanggal lahir dan pemilihan hari tertentu, namun tradisi perhitungan weton masih umum dilakukan di kalangan masyarakat Demak.
Dalam masyarakat Demak, tradisi weton yang masih sering dipraktikkan oleh masyarakat Demak menunjukkan bahwa tradisi weton masih memiliki peran penting dalam masyarakat Demak. Namun, di sisi lain, tradisi weton juga menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan umat Islam di Demak walaupun hanya bebeapa kalangan kecuali islam kejawen (islam Jawa) yang mencampurkan alkulturasi budaya kedalam ajaran agama Islam.
Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat Demak untuk sangat berhati-hati dalam memutuskan berlangsungnya suatu pernikahan, karena dari sinilah awal kehidupan sebenarnya dimulai. Berbagai macam ujian dan cobaan akan dilalui oleh pasangan suami istri dan mereka harus mampu menghadapinya. Â Kemudian dijelaskan oleh firman Allah SWT Â dalam Al-Quran surah At-Tahrim ayat 6 yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(At-Tahrim : 6).
Inti dari pernikahan adalah adanya perjanjian yang mengizinkan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang sebelumnya tidak diizinkan, menunjukkan bahwa secara dasarnya hukum dalam pernikahan adalah diperbolehkan atau tidak dilarang. Melalui proses perjanjian pernikahan, hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi diperbolehkan. Seperti yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam Surat An-Nuur Ayat 32 : "Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui" (An-Nur : 32).Ayat ini menunjukan seharusnya apabila telah ada kesiapan dan kemampuan untuk menikah dianjurkan setiap orang melakukanya tidak memandang kaya atau miskin,tinggi atau pendek,putih atau gelap warna kulit,tetapi tujuan dari pernikahan itu sendiri sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Dalam artikel ini, fokus akan diberikan pada perbandingan antara tradisi weton sebelum pernikahan dalam perspektif hukum adat dan hukum Islam di masyarakat Demak. Hukum adat, yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Demak sejak zaman dahulu, memegang peranan penting dalam menentukan berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam ritual pernikahan. Sementara itu, hukum Islam sebagai ajaran agama yang juga kuat mempengaruhi pandangan dan praktik masyarakat, turut memainkan peran dalam proses pernikahan. Perbandingan ini akan mengungkap perbedaan, persamaan, dan interaksi antara hukum adat dan hukum Islam dalam persiapan pernikahan di masyarakat Demak.
Dengan memahami kedua perspektif ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai interaksi nilai-nilai tradisional dan agama dalam kehidupan sosial masyarakat Demak. Kemudian embahas aspek-aspek penting terkait tradisi weton sebelum pernikahan, termasuk prinsip-prinsipnya, proses pelaksanaannya, serta dampak sosial dan budaya yang dihasilkan. Dengan mendalami pemahaman terhadap dua sistem hukum yang berbeda, diharapkan dapat menemukan keselarasan antara tradisi lokal dan ajaran agama, serta implikasinya terhadap harmoni dan keberlangsungan budaya di Demak. Tujuan utama adalah menjadi dasar untuk melestarikan tradisi lokal sambil mempertimbangkan ajaran agama Islam, agar tetap terjaga dan dihormati di tengah perubahan zaman yang terus berlangsung. Dengan demikian, diharapkan kajian ini akan memberikan kontribusi penting dalam pemahaman hubungan antara hukum adat dan hukum Islam dalam konteks pernikahan di masyarakat Demak.
B.Metode
Artikel ini menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan, yang mengandalkan studi pustaka sebagai metodenya. Karakteristik khusus yang menjadi landasan pengembangan pengetahuan dalam penelitian ini meliputi fokus pada data atau teks yang tersedia, tidak melibatkan pengumpulan data langsung dari lapangan atau pengalaman mata kuliah, peneliti hanya berinteraksi dengan sumber-sumber yang telah tersedia di perpustakaan atau data yang sudah tersedia, dan juga menggunakan data sekunder sebagai bahan utama dalam analisisnya (Snyder, 2019).
Mendes, Wohlin, Felizardo, & Kalinowski (2020) mengemukakan bahwa penelitian kepustakaan melibatkan evaluasi literatur dan analisis topik yang relevan yang digabungkan. Proses pencarian literatur dapat memanfaatkan berbagai sumber seperti jurnal, buku, kamus, dokumen, majalah, dan sumber lainnya tanpa memerlukan investigasi lapangan. Apriyanti, Syarif, Ramadhan, Zaim, & Agustina (2019) menggarisbawahi bahwa kontribusi teori baru dapat terwujud melalui penggunaan teknik pengumpulan data yang sesuai, yang tercermin dalam tinjauan literatur. Teknik yang diterapkan dalam pengumpulan data untuk studi ini menggunakan data sekunder, yaitu dengan mengumpulkan informasi tidak langsung dengan melakukan analisis terhadap objek yang bersangkutan. Penggunaan data sekunder ini diyakini relevan terkait dengan penggunaan model pembelajaran berbasis Augmented Reality.
Artikel ini juga menggunakan pendekatan Antropologis yang memungkinkan pemahaman agama melalui observasi langsung terhadap praktik keagamaan dalam masyarakat. Adapun metode yang digunakan melalui pendekatan antropologi adalah metode holistik, artinya dalam melihat suatu fenomena sosial harus diteliti dalam konteks totalitas kebudayaan masyarakat yang dikaji. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam (terjun langsung ke dalam masyarakat). Â Pendekatan antropologis membantu mengaitkan agama dengan konteks masalah yang dihadapi masyarakat dalam dakwah, serta memberikan penjelasan dan solusi terhadap masalah tersebut.
C.Hasil dan Pembahasan
1.Sejarah Kabupaten Demak, Letak Geografis Kabupaten Demak, Keadaan Sosial Kabupaten Demak, Kondisi Sosial Keagamaan.
Kabupaten Demak merupakan kabupaten yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Kerajaan Majapahit, khususnya pada masa pemerintahan Prabu Kertabumi dan Raden Fatah. Raden Fatah merupakan putra dari prabu kertabumi, yang lahir di Palembang karena ibunya diberikan kepada Aria Damar di sana. Setelah dewasa Raden Fatah belajar dari Sunan Ampel dan kemudian menikahi putri dari sunan Ampel yaitu Nyai Ageng Maloka.Setelah Menikah Raden Fatah menetap di Bintoro untuk menyebarkan Islam dan dengan dukungan Prabu Kertabumi, Raden Fatah mendirikan masjid di Bintoro pada abad ke -15. Bintoro menjadi pusat agama, politik, dan budaya Islam. Raden Fatah diangkat sebagai Adipati Notopraja dan pengaruh Demak meluas hingga Cirebon. Kerajaan Demak juga menyerang Malaka pada tahun 1512 M untuk melawan penjajah Portugis. Alkulturasi agama islam menimbulkan budaya Islam berkembang pesat, memperkenalkan tradisi baru seperti perayaan Idul Fitri, Idul Adha, dan lainnya yang masih diperingati di Indonesia. Warisan budaya Islam tumbuh di bekas pusat-pusat kerajaan seperti Cirebon, Banten, Mataram, Aceh, menunjukkan keanekaragaman budaya Islam yang masih lestari.
Menurut Prof.DR. Hamka Beliau menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab "dama" yang artinya mata air. Kemudian, Sholihin Salam menguraikan bahwa asal-usul nama "Demak" berasal dari bahasa Arab, yaitu dari frasa "dzimaa in" yang mengartikan sesuatu yang mengandung air, seperti (rawa-rawa). Â Fakta ini menunjukkan bahwa wilayah Demak memang memiliki banyak air; karena terdapat banyak rawa dan tanah dengan kadar garam tinggi, yang menyebabkan adanya banyak kolam atau semacam telaga untuk menampung air.
Demak merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah secara geografis terletak pada koordinat 6 derajat 43"26" - 7 derajat 09"43" Lintang Selatan dan 110 derajat 27"58" - 110 derajat 48"47" Bujur Timur. Jarak terjauh dari barat ke timur 49 km dan dari utara ke selatan sepanjang 41 km. Â Batas wilayah kabupaten Demak yaitu: Utara = Kabupaten Jepara dan Laut Jawa, Timur = Kabupaten Kudus dan kabupaten Grobogan, Selatan = Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan, Barat = Kabupatenmadya Semarang. Â Kabupaten Demak Terdiri dari 14 Kecamatan dan 249 Desa serta Kelurahan.Berikut ini daftar Nama-Nama Kecamatan serta jumlah desa di Kabupaten Demak sebagai berikut: Kecamatan Mranggen (19 Desa), Kecamatan Karangawen (12 Desa), Kecamatan Guntur (20 Desa), Kecamatan Sayung (20 Desa), Kecamatan Karangtengah (17 Desa), Kecamatan Wonosalam (21 Desa), Kecamatan Dempet (16 Desa), Kecamatan Gajah (18 Desa), Kecamatan Karanganyar (17 Desa), Kecamatan Mijen (15 Desa), Kecamatan Demak (19 Desa), Kecamatan Bonang (21 Desa), Kecamatan Wedung (20 Desa), Kecamatan Kebonagung (14 Desa).
Kabupaten Demak memiliki luas wilayah seluas 1.149,07 km, yang terdiri dari daratan seluas 897,43 km, dan lautan seluas 252,34 km. Kabupaten Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 Km, terbentang di 13 desa yaitu desa Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung), kemudian Desa Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak, Purworejo dan Desa Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa Wedung, Berahankulon, Berahanwetan, Wedung dan Babalan (Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak ditumbuhi vegetasi mangrove seluas sekitar 476 Ha.
Sebagian besar area di Kabupaten Demak terdiri dari jenis tanah halus (lanau) dan tanah sedang (lempung). Area dalam 3 kilometer dari Demak dicakup oleh lahan pertanian (61%) dan pohon (24%), dalam 16 kilometer oleh lahan pertanian (55%) dan pohon (19%), dan dalam 80 kilometer oleh air (39%) dan lahan pertanian (27%).Suhu udara rata-rata di wilayah ini sekitar 24 - 33 C, Â dengan ketinggian rata-rata dari permukaan air laut berkisar antara 0-100 mdpl. Curah hujan rata-rata tiap tahunnya berkisar antara 375 mm hingga 2.436 mm, dengan Daerah Mijen memiliki jumlah hari hujan terbanyak, sementara Daerah Jatirogo memiliki curah hujan tertinggi. Â Kondisi alam Kabupaten Demak sangat mendukung sistem pertanian musiman berdasarkan kondisi alam yang ada.
Pada tahun 2015, Kabupaten Demak memiliki total penduduk sekitar 1.117.901 orang, dengan laki-laki 553.876 (49,55%) dan perempuan 564.025 (50,45%). Terjadi peningkatan sekitar 1,04% dari tahun sebelumnya. Mayoritas penduduk berusia 15-64 tahun, yakni 758.944 orang, sementara 296.880 di bawah 15 tahun dan 62.077 di atas 65 tahun.Penduduk usia kerja, 15 tahun ke atas, yang bekerja berjumlah 534.301 orang (316.456 laki-laki dan 217.845 perempuan). Pencari kerja sekitar 6.455 orang, mayoritas dengan pendidikan setara SLTA (3.752 orang). Kepadatan penduduk rata-rata Kabupaten Demak adalah 1.246 orang/km persegi, tertinggi di Kecamatan Mranggen (2.494 orang/km) dan terendah di Kecamatan Wedung (517 orang/km).
Sesuai dengan data dari Badan Pusat Stastistik Kabupaten Demak (BPS) Tahun 2020, Dilihat dari banyaknya pemeluk agama yang diakui diindonesia, penduduk Kabupaten Demak mayoritas beragama Islam yaitu mencapai 99,16 persen atau sekitar 2,214,104 jiwa dari total penduduk. Selebihnya, penduduk yang memeluk agama Kristen dan Katolik sebesar 0,79 persen atau untuk agama Kristen sebanyak 13,143 dan Katolik 2,275, Kemudian yang memeluk agama Hindu dan Budha sebesar 0,05 persen atau untuk agama Budha sebanyak 244 dan Hindu Sebanyak 102,yang terakhir penganut ajaran agama lainnya sebesar 0,1 persen sebanyak 26 jiwa. Â Dengan kebanyakan penduduk Kabupaten Demak menganut agama Islam, sehingga budaya keagamaan di daerah tersebut lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam. Meskipun demikian, semangat toleransi antara pemeluk agama di Kabupaten Demak cukup kuat, terbukti dari sikap saling menghormati dan menghargai dalam perayaan hari besar agama masing-masing.
2.Pengertian Weton, Fungsi Weton ,dan Cara Perhitungannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), weton adalah hari kelahiran seseorang yang terkait dengan pasarannya, yang di antaranya terdiri dari Legi, Pahing, Wage, Pon, dan Kliwon. Weton memiliki arti sebagai hari di mana seseorang dilahirkan. Istilah weton berasal dari Bahasa Jawa, yakni "Wetu," yang mengandung makna keluar atau lahir. Berdasarkan hari lahir masehi yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu, serta pasaran Legi, Pahing, Wage, Pon, dan Kliwon, maka setiap individu memiliki weton masing-masing. Â istilah Weton juga sering disebut dengan Petung Weton.
Weton merupakan sistem penanggalan yang dipergunakan oleh Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan turunannya yang dipengaruhi olehnya. Diinisiasi oleh Sultan Agung Hanyokrokusuma pada tahun 1633 M, sistem penanggalan ini unik karena menggabungkan elemen-elemen dari sistem penanggalan Islam, Penanggalan Hindu, dan sedikit dari penanggalan Julian yang berasal dari kebudayaan Barat. Dengan demikian, Weton bisa dianggap sebagai hasil kolaborasi dari ketiga sistem penanggalan tersebut. Â Mulai dari saat itu, sistem penanggalan itu diberlakukan di semua wilayah di Pulau Jawa, kecuali di Banten, Batavia, dan Banyuwangi.
Secara umum, di zaman dahulu, orang-orang Jawa lebih memprioritaskan perhitungan weton dibandingkan dengan kalender Masehi. Karena itulah, wajar jika pengetahuan mereka tentang perhitungan weton lebih mendalam daripada perhitungan kalender Masehi. Sebagai contoh, seseorang yang lahir pada hari Senin-Pahing akan merayakan slametan pada hari tersebut. Bagi mereka, hari tersebut dianggap suci karena merupakan hari kelahirannya. Dalam kejadian-kejadian penting yang berkaitan dengan rezeki atau musibah, masyarakat Jawa menggunakan hari tersebut untuk melakukan slametan, seperti pada hari Senin-Pahing. Mereka juga menyelenggarakan slametan saat mendapatkan rezeki yang melimpah. Di samping itu, weton dapat dijelaskan sebagai kombinasi dari hari dan pasaran ketika seorang bayi lahir. Contohnya seperti Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi, atau sebutan lainnya. Weton seringkali diasosiasikan dengan prediksi terkait sifat, kepribadian individu, dan hari yang dianggap membawa keberuntungan.
Masyarakat jawa menganggap penggunaan weton sangat diperlukan karena nantinya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan seperti ; pertama, untuk perhitungan suatu pasangan cocok atau tidak untuk menjalani pernikahn.Perhitungan weton melibatkan penggunaan angka-angka spesifik, yakni dengan menghitung neptu (tanggal lahir) serta kedua pasangan pasaran. Hasil perhitungan ini menentukan kebaikan atau ketidakbaikan pasangan tersebut. Di samping itu, weton juga digunakan untuk menafsirkan karakter dan perilaku seseorang dalam budaya Jawa. Â Kedua, apabila seseorang mengetahui weton individu lain, informasi ini berguna dalam membaca sifat orang tersebut. Lebih lanjut, kejadian tertentu dapat diramalkan dengan mempertimbangkan waktu kejadian sesuai dengan kalender tradisional yang menggabungkan 7 hari dalam seminggu dan 5 hari pasaran Jawa. Metode perhitungannya mencakup penggabungan hari-hari tersebut. Ketiga, weton juga dapat digunakan untuk mencapai kesuksesan secara berkelanjutan. Untuk memastikan kesuksesan di masa depan, sebagian orang Jawa sering mengadakan slametan pada hari peringatan weton mereka. Upacara slametan ini diselenggarakan sebagai bentuk ucapan syukur serta untuk mencapai keselamatan dan keberhasilan yang berkelanjutan. Â Keempat, weton juga bermanfaat untuk menghindari bencana atau nasib buruk. Dalam agama Islam, ada ajaran yang dianjurkan oleh Nabi, seperti berpuasa pada hari ulang tahunnya. Sementara dalam budaya Jawa, terdapat pemilihan hari untuk berpuasa yang dilakukan setiap weton individu. Selain sebagai perayaan kelahiran, puasa ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan perlindungan dan keselamatan.
Setiap individu orang Jawa memiliki weton, yang merujuk pada hari kelahirannya yang sesuai dengan salah satu dari lima hari Pasaran Jawa, yakni Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage. Sejarah penyebutan lima hari pasaran ini dapat ditelusuri hingga zaman dahulu ketika nama-nama tersebut diambil dari identifikasi lima roh, yaitu Batara Legi, Batara Paing, Batara Pon, Batara Wage, dan Batara Kliwon. Kelima roh ini dianggap sebagai bagian integral dari jiwa manusia, menjadi pengetahuan dan kepercayaan yang dipegang oleh leluhur orang Jawa sejak zaman purba hingga masa kini. Untuk mempermudah dalam memahami pembagian dan perhitugan weton,dibawah ini disajikan Tabel Daftar Neptu Dino dan Pasaran serta Tabel Hasil Penjumlahan Weton sebagai berikut :
Tabel 1 : Daftar Neptu Dino dan Pasaran
Daftar Neptu Dino dan Pasaran
NoNepu DinoNeptu Pasaran
1Minggu5Pahing9
2Senin4Pon7
3Selasa3Wage4
4Rabu7Kliwon8
5Kamis8Legi5
6Jumat6
7Sabtu9
Tabel 2 : Makna Hasil Hitungan Weton Kedua
Tabel Hasil Penjumlahan Weton
1Pegat10Ratu19Jodoh28Topo
2Ratu11Jodoh20Topo29Tinari
3Jodoh12Topo21Tinari30Padu
4Topo13Tinari22Padu31Sujanan
5Tinari14Padu23Sujanan32Pesthi
6Padu15Sunjanan24Pesthi33Pegat
7sujanan16pesthi25Pegat34Ratu
8Pesthi17Pegat26Ratu35Jodoh
9Pegat18Ratu27Jodoh36Topo
Dari tabel diatas terdapat makna perhitungan serta arti yaitu sebagai berikut :
1)Pegat : Memiliki arti cerai atau berpisah Pasangan yang hasl perhitungannya pegat akan menghadapi masalah yang berujung pada perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi maupun perselingkuhan yang kemungkinan besar dapat menyebabkan perceraian. Karena hal ini berhubungan dengan falsafah masyarakat Jawa yang mengutamakan keselarasan, kesesuaian, dan kecocokan dalam kehidupan. Sehingga pernikahan yang tidak didasarkan pada keselarasan akan berdampak pada perceraian
2)Ratu : Memiliki arti sosok yang dihormati, pasangan ini bisa dikatakan sudah cocok dan berjodoh. Sangat dihargai dan disegani oleh tetangga maupun lingkungan sekitar.
3)Jodoh : Memiliki arti pasangan tersebut memang heneran cocok dan berjodoh. Pasangan ini hisa saling menerima segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Rumah tangga pasangan jodoh ini bisa rukun sampai tua
4)Topo : Memiliki arti dalam pasangan akan sering mengalami kesusahan di awal musim karena masih saling memahami tapi akan bahagia pada akhimya
5)Tinari : Memiliki arti bahwa pasangan akan menempuh kehidupannya. dipenuhi dengan kebahagiaan dan memiliki kondisi keuangan yang baik serta berkecukupan
6)Padu : Memiliki arti pasangan akan sering mengalami pertengkaran namun meskipun sering bertengkar, tidak sampai cerai. Masalah pertengkaran. tersebut bahkan bisa dipicu dari hal-hal yang sifatnya cukup sepele.
Dalam masyarakat Jawa ada peribahasa, "rukun agawe santoso, crah agawe bubrah, ojo seneng padudon mundhak ngadohke paseduluran". Peribahasa tersebut bermakna dalam hidup harus terbuka.
Tata cara untuk memanfaatkan angka tujuh ialah dengan melakukan penjumlahan dari neptu kedua pasangan yang akan menikah, kemudian hasil penjumlahan tersebut dihubungkan dengan signifikansi atau makna dari total weton yang dihasilkan. Sebagai contoh perhitungannya seperti berikut ; Bagus lahir pada hari Sabtu Pon (9+7= 16). Sedangkan Tia lahir pada Senin Pahing (4+9=  13).  Berarti  jumlah  dari weton  Bagus dan Tia adalah  16+13=  19 (Jodoh = Memiliki arti pasangan tersebut memang heneran cocok dan berjodoh. Pasangan ini hisa saling menerima segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Rumah tangga pasangan jodoh ini bisa rukun sampai tua)
3.Pandangan Perhitungan Weton Pernikahan Dalam Hukum Adat dan Hukum Islam di Masyarakat Demak.
Masyarakat kabupaten Demak merupakan mayoritas masyarakat beragama islam,Tetapi Kehidupan keseharian mereka tak bisa dipisahkan dengan tradisi yang diwariskan dari sejak dahulu kala. Seperti masyarakat Jawa pada umumnya,Tradisi perhitungan weton masih banyak dilaksanakan oleh masyarakat Demak. Menurut masyarakat Demak Saat calon pasangan menuju pernikahan, penting untuk memilih pasangan sesuai dengan prinsip-prinsip keagamaan. Kualitas keluarga sangat dipengaruhi oleh karakter dan kesesuaian kedua individu yang akan membangun rumah tangga. Peran penting suami sebagai pemimpin keluarga juga sangat mempengaruhi dinamika rumah tangga. Pernikahan bukan hanya tentang formalitas, tetapi juga mencakup implikasi hukum terkait hak dan kewajiban keduanya. Di samping mempertimbangkan panduan agama dalam memilih pasangan hidup, masyarakat Jawa juga menggunakan penghitungan weton sebagai bagian dari adat dan kebiasaan lokal mereka.
Dari wawancara singkat penulis dengan salah satu masyarakat asli dari Kabupaten Demak, Beliau menjelaskan dengan bahasa daerah kurang tepatnya sebagai berikut : "Kapisan, petungan weton nduweni nilai kapercayan sing kuat gegayutan karo warisan budaya sing diwarisake turun-temurun, dadi bagian penting saka urip masyarakat lokal, lan angel dibusak kanthi gampang. Kaping kalih niku, kapitadosan menika taksih dipunugemi dening saperangan masarakat amargi sampun dados perangan ingkang boten saged dipunpisahaken saking tradhisi ingkang sanget dipunkurmati. Masyarakat ngarep-arep supaya tradhisi iki bisa nuwuhake panguripan sing aman, ayem lan seneng ing desane. Katelu, diyakini yen petungan weton nduweni pengaruh marang kulawargane sing bakal nikah. Yen asil petungan weton nuduhake asil sing apik, ngarep-arep kulawarga bisa tenang, dilindhungi lan lancar entuk rezeki. Nanging, yen asile ora apik, bisa nyebabake pengaruh negatif kanggo kulawarga."
Poin-poin penting yang dapat disimpulkan dari wawancara tersebut yaitu masyarakat memiliki alasan kuat untuk mempertahankan tradisi leluhur mereka, karena mereka yakin bahwa penghitungan weton adalah bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya mereka. Mereka meyakini bahwa hal ini penting dalam menciptakan kehidupan yang aman, damai, dan bahagia di desa mereka. Selain itu, mereka percaya bahwa penghitungan weton dapat memengaruhi keberuntungan keluarga yang akan menikah, dengan harapan bahwa hasil yang baik akan membawa ketenangan dan kelancaran rezeki. Kasus di mana keluarga mengalami masalah karena mengabaikan perhitungan weton menjadi bukti bagi mereka.Tetapi dari kebanyakan masyarakat Kabupaten Demak juga beberapa yang tidak begitu memeperhatikan weton saat menikah,karena memiliki pemahaman bahwa weton sudah kuno dan kental dengan nuansa animisme.
Sedangkan dalam Islam sendiri, sebetulnya sama sekali tidak disebutkan perhitungan Weton jodoh. Pandangan Islam terhadap penetapan hukum weton sejatinya mengakar pada prinsip dasar penetapan hukum suatu hal pada sumber hukumnya yang asli. Prinsip ini selaras dengan suatu aturan dai imam Syafi'iy yang menyatakan: "Pada dasarnya hukum segala sesuatu adalah boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya." Hal ini yang menjadikan perdebatan bagi beberapa masyarakat Demak yang beragama islam karena perbedaan padnangan perhitungan weton.
Al Quran dan Hadis sendiri menyarankan untuk memilih jodoh yang memenuhi kriteria bibit, bebet, bobot dalam arti kualitas watak dan karakternya, bagaimana latar belakangnya, seperti yang disarankan Nabi Muhammad untuk mencari jodoh yang cantik atau tampan secara agama dan budi pengertinya. Â Khusus bagi laki-laki diberikan anjuran dalam masalah jodoh oleh Rasulullah SAW, Beliau bersabda, "Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang mempunyai agama niscaya kamu beruntung" (H.R. Muslim).
Hal ini membuktikan bahwa perhitungan jodoh dalam Islam tidak ditemukan. Bahkan, Al Qur'an surat An-Nur ayat 26 yaitu : "Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia."(Q.S An Nur : 26). secara eksplisit menjelaskan jodoh setiap manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT dan tidak akan tertukar,serta ayat ini menjadi pengingat dan janji allah kepada hambanya bahwa jodoh yang ditetapkan oleh Allah adalah pilihan terbaik utuk orang yang baik pula,begitupun sebaliknya.
Dalam ajaran Islam, disarankan untuk melakukan sholat istikharah sebelum memutuskan untuk menikah, Â bukan mencari neptu seperti yang dilakukan dalam hitungan Jawa. Tujuannya adalah agar diberikan petunjuk yang baik dari Allah untuk memastikan apakah calon pasangan yang diinginkan adalah jodoh terbaik atau tidak.
Dikalangan masyarakat Demak banyak orang islam yang berpendapat mengenai konsep weton pernikahan dalam pandangan islam ini. Tentu saja sebagian ada yang membolehkan dan sebagian ada yang melarang keras konsep ini karena dianggapnya hal ini akan menciderai syariat dalam Islam. Tetapi dalam fakta praktik yang dijalankan oleh masyarakat khususnya yang beragama islam, mereka juga banyak yang masih menggunakan perhitungan weton, alasanya bermacam-macam,tetapi intinya adalah menhindari hal-hal buruk kedepanya saat telah berumah tangga. Artinya masyarakat mungkin juga tidak ingin meninggalkan tradisi leluhurnya tetap disisi lain nilai agama harus didahulukan maka terjadilah alkulturasi antara budaya dan tradisi oleh masyarakat Demak yang sampai saat ini masih dilaksanakan dan sulit untuk ditinggalkan.
Namun, menurut penulis, ada beberapa keluarga yang menikah tanpa memperhatikan penghitungan weton, namun tidak menghadapi masalah serius dalam kehidupan keluarga mereka. Ini menunjukkan bahwa ketika hubungan suami istri dibangun di atas dasar ketulusan cinta dan saling pengertian antara kedua belah pihak, termasuk dukungan dari kedua keluarga, keyakinan ini memastikan kelangsungan keberlangsungan rumah tangga yang baik. Penulis juga berpendapat bahwa meskipun penghitungan weton merupakan bagian dari tradisi lokal, dampak dari kepercayaan ini bergantung pada setiap keluarga yang akan menikah. Kemungkinan besar, keyakinan masyarakat ini yang akan mempengaruhi hasil dari pernikahan tersebut.
D.Simpulan
Salah satu tradisi masyarakat Demak adalah perhitungan weton. Perhitungan weton yang berasal dari penanggalan Jawa adalah bagian penting dari warisan budaya. Tradisi ini biasanya dilakukan sebelum acara pernikahan dan tetap populer di masyarakat Jawa, terutama di Kabupaten Demak, walaupun tidak semua orang mempraktikkannya atau percaya pada perhitungan hari lahir dan pemilihan hari yang baik. Penelitian dari artikel ini menunjukkan bahwa konsep perhitungan weton dalam pernikahan dapat diterima asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran dan syariat Islam. Dengan tidak adanya hukum yang secara tegas melarang perhitungan weton, kegiatan ini dapat dianggap boleh dilakukan.
E.Referensi
Akbar Takim, "Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974," Al-Mizan: Jurnal kajian Hukum dan Ekonomi Volume: 08,No. 1 (2022) : 26, https://e-jurnal.staibabussalamsula.ac.id/index.php/al-mizan/article/view/69/55
Julia Safitri, Skripsi: "LORASI ETNOMATEMATIKA PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN SUKU LAMPUNG, JAWA, DAN BALI" (Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2020), Hal. 29.
William Ciputra, 10 Suku dengan Populasi Terbanyak di Indonesia, Minangkabau dan Batak Masuk Daftar, Kompas.com, 05 Januari 2022, 21:20 WIB, https://regional.kompas.com/read/2022/01/05/212041478/10-suku-dengan-populasi-terbanyak-di-indonesia-minangkabau-dan-batak-masuk?page=all
Awalia Ramadhani, Mengenal Raden Patah: Keturunan Raja Majapahit Pendiri Kesultanan Demak, detikEdu, Januari 6, 2023, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6501350/mengenal-raden-patah-keturunan-raja-majapahit-pendiri-kesultanan-demak
Umi Shofi'atun,Akhmad Said, "PERHITUNGAN WETON DALAM PERNIKAHAN JAWA (Studi Kasus di Desa Kendalrejo Kecamatan Bagor, Nganjuk)," Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf Volume 7,No. 2 (2021) : 191, https://doi.org/10.53429/spiritualis.v7i2.347
Pebri Yanasari, "Pendekatan Antropologi dalam Penelitian Agama bagi Sosial Worker," EMPOWER : Jurnal Pengembangan Masyarakat Vol. 4, No. 2, Desember 2019, hlm. 230, file:///C:/Users/asus/Downloads/5450-15204-1-PB.pdf
Setyaningrum Puspasari, Sejarah Kerajaan Demak, Kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa, Kompas.com, 2 April 2023, diakses pada 20 Desember 2023 22 : 29 WIB, dari https://regional.kompas.com/read/2023/05/02/231002378/sejarah-kerajaan-demak-kerajaan-islam-pertama-di-pulau-jawa?page=all
Herminingsih, TEORI TENTANG ASAL USUL NAMA DEMAK, BKPP Demak, 28 Maret 2020, diakses pada 20 Desember 2023, Pukul 23 : 25 WIB, dari https://bkpp.demakkab.go.id/2020/03/teori-tentang-asal-usul-nama-demak.html
Pemerintahan Kabupaten Demak, Sejarah Singkat Kabupaten Demak, Demak,kab.co.id, https://demakkab.go.id/sejarah/demak (diakses pada Desember 23, 2023)
Pengadilan Negri Demak, Â Wilayah Yuridiksi, https://pn-demak.go.id/main/index.php/tentang-pengadilan/profile-pengadilan/wilayah-yuridiksi#:~:text=Kabupaten%20Demak%20Terdiri%20dari%2014,.%20Kecamatan%20Mranggen%20(19). (diakses pada 23 Desember 2023)
Universitas STEKOM, Â Kabupaten Demak, Ensiklopedia Dunia, https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Kabupaten_Demak#cite_ref-Demak_6-0 (diakses pada Desember 23, 2023)
Weather Spark, Iklim dan Cuaca Rata-Rata Sepanjang Tahun di Demak, weatherspark.com, https://id.weatherspark.com/y/121555/Cuaca-Rata-rata-pada-bulan-in-Demak-Indonesia-Sepanjang-Tahun (diakses pada Desember 23, 2023)
Badan Pusat Stastistik Kabupaten Demak, Penduduk Menurut Agama dan Kecamatan (Jiwa), 2020, demakkab.bps.go.id, https://demakkab.bps.go.id/indicator/12/134/1/penduduk-menurut-agama-dan-kecamatan.html (diakses pada Desember 23, 2023)
Rizaluddin. F, Alifah. S, Khakim. M, "KONSEP PERHITUNGAN WETON DALAM PERNIKAHAN MENURUT PRESPEKTIF HUKUM ISLAM," YUDISIA : JURNAL PEMIKIRAN HUKUM DAN HUKUM ISLAM Vol. 12, No. 1, Juni 2021, hlm. 143 , file:///C:/Users/asus/Downloads/9188-36063-1-PB%20(3).pdf
Puput Saputro, Pengertian Weton Jawa dan Neptu Menurut Primbon, Ketahui Juga Cara Menghitungnya, Kapanlagi.com, 25 Agustus 2023 07:30 WIB, https://plus.kapanlagi.com/pengertian-weton-jawa-dan-neptu-menurut-primbon-ketahui-juga-cara-menghitungnya-c816b8.html?page=3
Abdur Rohman, Slametan: Studi Antropologi Agama dan Budaya Jawa. Ponorogo: Calina Media, 2019, 28.
Ki Tirto Moyo Sandy, "Menguak Rahasia Nasib Manusia", dalam http://kitirto.blogspot.com/2015/12/nasib-dilihat-dari-weton-dan-angka.html. 23 Desember 2023. 15.20.
Iman Santosa, (2021), Spiritualisme Jawa: Sejarah, Laku, dan Intisari Ajaran, Bantul : yogyakarta, hlm 53
Shofi'atun. U, Said. A, "PERHITUNGAN WETON DALAM PERNIKAHAN JAWA (Studi Kasus di Desa Kendalrejo Kecamatan Bagor, Nganjuk)," Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf Volume 7,No. 2 (2021) : 195-196, https://doi.org/10.53429/spiritualis.v7i2.347
Arif. M, Hidayat. D, Usmawati. A, NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI PENENTU HARI PERNIKAHAN DALAM TRADISI MASYARAKAT DESA BULUJOWO, Tadris, Volume 17,No.2 Tahun, hlm 31-32. http://ejournal.iainutuban.ac.id/index.php/tadris/article/view/618/412
Simamora. A, Ruwaida. I, Makarima. N, Raharja. B, Risma. N, Saputro. R, Ardhian. D, "ANALISIS BENTUK DAN MAKNA PERHITUNGAN WETON PADA TRADISI PERNIKAHAN ADAT JAWA MAYARAKAT DESA NGINGIT TUMPANG (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK)," Jurnal Budaya FIB UB Analisis Bentuk dan Makna Perhitungan Weton,Vol. 3 No. 1, August 2022, hlm 48, file:///C:/Users/asus/Downloads/admin,+Andika+Simora-Template+Jurnal+Budaya.pdf
Khanifah. N, Skripsi, KAIDAH FIQHIYAH MENGENAI HUKUM ASAL SESUATU MENURUT IMAM SYFI'IY DAN IMAM AB HANFAH (STUDI KOMPARATIF), UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG, http://etheses.uin-malang.ac.id/4178/1/01210042.pdf
Pratiwi. A, Memilih Pasangan Yang Ideal dalam Perspektif Islam, Institut Agama Islam Negeri Metro, https://shorturl.at/DEJT2 (diakses pada Desember 24, 2023)
Universitas Islam An Nur Lampung, Shalat Istikharah : Tata Cara, Dalil, Waktu Pengerjaan, dan Jawaban Istikharah, Tim Humas, November 24, 2020, https://an-nur.ac.id/shalat-istikharah-tata-cara-dalil-waktu-pengerjaan-dan-jawaban-istikharah/
Izzati. A, Pentingnya Istikharah Sebelum Menikah Hingga Capai Sakinah Mawaddah wa Rahmah, NUonline, Oktober 19, 2022, diakses pada 24 Desember 2023, dari https://www.nu.or.id/nasional/pentingnya-istikharah-sebelum-menikah-hingga-capai-sakinah-mawaddah-wa-rahmah-4nmOZ
Tulus, Anang Syahputa. Desember 2023. Banjarejo, Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI