Kesehatan jiwa bukanlah pilihan, tetapi hak asasi. Menghormati orang dalam gangguan jiwa adalah cerminan dari kemanusiaan kita.
Stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) masih menjadi tantangan besar di masyarakat. Banyak yang menganggap ODGJ sebagai ancaman atau beban, sehingga mereka kerap mengalami diskriminasi, pengucilan, bahkan perlakuan tidak manusiawi. Tidak jarang ODGJ menjadi korban kekerasan, baik dari keluarga, masyarakat, maupun aparat penegak hukum yang belum memahami pendekatan yang tepat. Menurut data Kementerian Kesehatan, ribuan ODGJ masih mengalami pemasungan atau perlakuan tidak layak, padahal hak mereka telah dijamin oleh Undang-Undang Kesehatan. Di sisi lain, masih terdapat kasus kriminalisasi terhadap ODGJ yang seharusnya mendapatkan perawatan, bukan hukuman. Peran aparat penegak hukum sangat krusial dalam membangun kesadaran publik dan memberikan perlindungan bagi ODGJ. Dengan kebijakan yang tepat dan pemahaman mendalam, aparat bisa membantu menciptakan lingkungan yang lebih adil dan inklusif. Bagaimana peran kepolisian, kejaksaan, hingga lembaga pemasyarakatan dalam memastikan keadilan bagi ODGJ? Bagaimana masyarakat bisa ikut serta dalam menghapus stigma ini?
Berita ini akan membahas bagaimana hukum bisa menjadi alat perlindungan bagi ODGJ, bukan sekadar alat penindakan. Dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif, stigma dapat dihapus, dan ODGJ bisa mendapatkan hak mereka sebagai warga negara yang setara.
Gangguan kesehatan jiwa adalah sindrom atau sekelompok gejala yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Stigma sosial terhadap ODGJ menyebabkan diskriminasi, pengucilan, dan kriminalisasi. Faktor utamanya adalah pemahaman yang salah tentang gangguan jiwa yang sering dianggap berhubungan dengan kekerasan. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan juga memperburuk stigma, karena banyak orang tidak tahu bahwa gangguan jiwa adalah kondisi medis yang dapat diobati. Media sering menggambarkan ODGJ secara negatif, memperburuk persepsi tersebut. Stigma juga menghalangi akses ODGJ ke layanan kesehatan yang layak, bahkan membuat mereka diperlakukan tidak manusiawi atau dikriminalisasi oleh sistem hukum. Masyarakat sering mengucilkan ODGJ karena dianggap sebagai ancaman atau beban.
ODGJ sering kali menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia di berbagai konteks, seperti keluarga, masyarakat, dan sistem hukum. Dalam keluarga, ODGJ sering diabaikan kebutuhan dasar mereka,. Stigma terhadap gangguan jiwa dalam keluarga dapat memperburuk kondisi mereka. Dalam masyarakat, ODGJ sering didiskriminasi, dikucilkan, atau dieksploitasi, misalnya melalui pekerjaan dengan upah rendah. Di sistem hukum, mereka sering diperlakukan tidak adil. Banyak ODGJ yang tidak mendapatkan akses ke peradilan yang adil, dan keputusan hukum sering merugikan mereka. Selain itu, ODGJ di rumah sakit jiwa sering diperlakukan buruk, termasuk kekerasan fisik atau psikologis oleh staf, yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia. ODGJ juga rentan terhadap kekerasan oleh aparat penegak hukum, dengan perlakuan kasar dan pengabaian perawatan medis yang sesuai.
Peran Penegak Hukum dalam melindungi ODGJ dapat digolongkan, yaitu:
Kepolisian
Kepolisian berperan untuk mengamankan, memberi perlindungan dan pelayanan kepada setiap masyarakat termasuk kepada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Contohnya adalah Bhabinkamtibmas yang melakukan pengawalan terhadap warga ODGJ menuju fasilitas kesehatan, yaitu Rumah Sakit Muhammadiyah Yasin. Biasanya Bhabinkamtibmas bekerja sama dengan keluarga pasien, medis setempat dan dinas sosial untuk memastikan kesiapan transportasi dan kelengkapan dokumen medis. Kemudian Bhabinkamtibmas sering menggunakan pendekatan persuasif kepada pasien untuk menghindari penggunaan cara-cara yang dapat menimbulkan trauma. Pengawalan oleh Bhabinkamtibmas terhadap warga ODGJ menuju Rumah Sakit Muhammadiyah Yasin ini adalah contoh nyata dari pendekatan humanis dalam tugas kepolisian.
Kejaksaan dan Pengadilan
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI menyatakan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di tempat perawatan jiwa apabila yang bersangkutan berpoteni membahayakan diri sendiri atau oranag lain.Dalam UU Kesehatan Jiwa dinyatakan bahwa ODGJ yang terlibat dalam tindak pidana harus menjalani pemeriksaan kesehatan jiwa untuk menentukan kapasitas mereka dalam mempertanggungjawabkan perbuatan. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa individu tersebut tidak mampu bertanggung jawab, maka proses hukum dapat dihentikan atau dialihkan ke rehabilitasi.
Lembaga Permasyarakatan dan Rehabilitasi