Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia Kotak

4 Agustus 2010   17:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:18 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Cengar - cengir aku di kotak ini. Rasanya sumpek, mlbenek nggak keru-keruan. Sekalipun begitu aku bisa menilai duniaku, baik-jahat, benar-salah, panjang-pendek, besar-kecil, telanjang-berpakaian....dan sebagainya. Semua kunilai dari besarnya kotak yang kupakai ini. Sangat baik nan elok.

Pernah suatu ketika aku disindir oleh tetanggaku,
"Oe...., Lur (dari kata 'dulur', saudara), kau ini tak ubahnya (maaf) seperti, bahkan-identik-dengan "katak dalam tempurung".  Tapi dengan sindiran itu aku tak bergeming. Bagiku parameter yang pasti ya...sudut dan segi yang ada dikotakku ini. Perkara orang lain tak setuju ya silahkan..... Orang lain melihat dengan indra penglihatannya sendiri, yang pasti aku juga berada dalam kotakku sendiri. Aman sentosa.

Ada pula yang meragukan ukuran kotakku. Kata mereka terlalu kecil. Batinku, peduli setan. Kotakku yang kecil ini akan bertambah lebar dengan segala isi kepalaku. Aku orang berpendidikan, orang berpengajaran....apa yang tak dapat kukuasai. Segala ilmu, rumus, isi kitab apapun kukuasai. Aku profesional.....dalam per-kotak-an.

Suatu ketika terjadi bencana. Alam bergeser, banjir dimana-mana. Ukuran kotakku rupanya masih kalah dengan "kotak yang alami". Kotak yang diberikan sang Penguasa alam ini. Aturan dari A sampai Z yang kurumus didalam kotakku, semuanya buyar. Kini tak berfungsi lagi. Segala norma, martabat hidup yang pernah kurumus juga tak ada artinya. Orang punya cara untuk membawa kotaknya masing-masing dalam menyelamatkan diri.  Kotakku yang dulu kuisi dengan segala "aturan - aturan sempurna" itu tak bermakna lagi.

Aku berpikir, segala rumusan yang keluar dari kotakku, kepalaku, adalah rumusan baku. Baku plus menyelamatkan. Eh...rupanya, orang lain cuma menyatakan dengan sederhana. Rumusan itu mestinya bukan keluar dari kotak, dari kepala manusia. Tapi rumusan itu mestinya keluar dari hati, tembus dalam laku hidup. Dan "diterjemahkan" dalam hidup bermasyarakat, sebagai bagian pertanggungjawaban kepada Pencipta.  Hidup ini masih 'kasar', perlu diperhalus dengan titian nurani yang bermutu, bukan isi kotak, apalagi cuma komentar - mencerca - menyalahkan melulu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun