Mohon tunggu...
fleo
fleo Mohon Tunggu... Konsultan - ASN

Praktisi kehumasan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cukai Minuman Berpemanis? Yay or Nay?

5 Maret 2020   09:20 Diperbarui: 5 Maret 2020   09:28 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Baru-baru ini pemerintah mengusulkan agar minuman yang mengandung pemanis dikenakan cukai.  Rencana ini didasarkan oleh semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang terkena penyakit tidak menular (PTM) akibat konsumsi gula berlebih yang didapatkan dari gula tambahan pada makanan dan minuman siap saji. 

Wacana ini langsung menimbulkan pertanyaan publik dan menjadi polemik. Apakah memang benar minuman berpemanis menjadi salah satu pemicu penyakit dewasa ini? 

Apakah kajian tentang hal tersebut bisa dipertanggunggjawabkan? Minuman apa sajakah yang dimaksud minuman berpemanis? Apakah pengenaan cukai bisa mengerem kebiasaan orang mengkomsumsi minuman berpermanis? Dan masih banyak lagi pernyataan masyarakat yang belum terjawab.

Data Berbicara

Kementerian Keuangan tidak sendiri membuat kebijakan cukai minuman berpemanis, namun usulan ini juga didorong oleh Kementerian Kesehatan.  Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan, tingkat obesitas pada orang dewasa di Indonesia semakin meningkat. 

Tahun 2013, angka obesitas mencapai 14,8% yang kemudian melonjak menjadi 21,8% pada tahun 2018. Disebutkan dalam majalah The Economist (2014) bahwa pertumbuhan tingkat obesitas di Indonesia peringkat ketiga tertinggi di negara ASEAN dalam rentang waktu 2010 -- 2014, dibawah Vietnam dan Thailand.

Selain obesitas, gula juga mengakibatkan tingginya penyakit diabetes melitus type 2 (DM2) di Indonesia. DM2 adalah jenis diabetes yang disebabkan kurangnya hormon insulin dan merupakan diabetes dengan jumlah pasien terbanyak. 

Gaya hidup modern seperti buruknya pola makan dan kurangnya aktivitas fisik penyebab tingginya penyakit ini. Riskedas memaparkan bahwa dari 100 orang Indonesia, 11 diantaranya terindikasi DM2. DM2 ini nantinya berimplikasi pada PTM seperti stroke, jantung, dan ginjal kronis.

Jauh sebelumnya,  hasil penelitian Malik, Schulze, dan Hu (2006) yang diterbitkan dalam jurnal US National Library of Medicine National Institute of Health juga menyimpulkan terdapat hubungan positif antara konsumsi minuman berpemanis dan berat badan serta risiko obesitas yang lebih besar, baik pada anak-anak maupun dewasa. 

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi minuman berpemanis dengan risiko sindrom metabolisme dan DM2. Seseorang yang mengkonsumsi minuman berpemanis sebanyak 1-2 kaleng/hari secara reguler memiliki risiko DM2 sebanyak 26% lebih besar dibandingkan orang yang jarang mengkonsumsi minuman berpemanis. 

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie tanpa mengonsumsi minuman berpemanis pun, tubuh manusia sebenarnya sudah mendapat gula dari sumber  karbohidrat, termasuk nasi.

Kehadiran Pemerintah

Wacana ekstensifikasi obyek cukai mulai digagas Pemerintah sejak tahun 1998 mengingat selama ini objek cukai hanya tiga yaitu hasil tembakau (terutama rokok), etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun