08 Mei bukan sekadar tanggal dalam kalender. Bagi sejarah gerakan buruh di Indonesia, itu adalah hari duka, hari perlawanan, dan hari pengingat bahwa suara rakyat kecil bisa dibungkam dengan kekerasan. Nama Marsinah kini abadi sebagai simbol keberanian yang tak lekang oleh waktu. Ia, seorang buruh perempuan biasa dari Nganjuk, menjadi martir setelah bersuara lantang membela hak-hak kaum pekerja.
Marsinah tidak memiliki pangkat, jabatan, atau kekuasaan. Namun, dengan pena dan semangatnya, ia menyusun surat tuntutan kepada perusahaan, mendorong rekan-rekannya memperjuangkan upah layak, dan mengorganisasi perlawanan terhadap pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang. Sikap kritisnya dianggap ancaman oleh penguasa, hingga pada Mei 1993, ia diculik, disiksa, dan ditemukan tak bernyawa di hutan Wilangan, Nganjuk.
Kematian yang Membuka Luka Bangsa
Tubuh Marsinah ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Luka memar di wajah, retakan di tengkorak, dan tanda-tanda penyiksaan menyelimuti jasadnya. Dunia sontak terkejut. Bagaimana mungkin seorang buruh bisa mengalami penyiksaan sekejam itu? Siapa yang tega menghabisi nyawa seorang perempuan karena ia menuntut keadilan?
Penyelidikan dilakukan, namun penuh kejanggalan. Alih-alih mengungkap dalang utama, aparat justru menangkap beberapa buruh dan memaksa pengakuan lewat tekanan. Komnas HAM, LBH Surabaya, hingga lembaga internasional seperti Amnesty International menyoroti kasus ini sebagai tragedi kemanusiaan dan kegagalan sistem hukum.
Namun hingga hari ini, tiga dekade lebih berselang, kasus Marsinah belum pernah terungkap tuntas. Keadilan masih tertahan di balik tembok kekuasaan yang membungkam.
Perempuan, Buruh, dan Ketakutan yang Diciptakan
Marsinah adalah perempuan. Ia buruh. Ia bagian dari kelompok yang selama ini rentan: mereka yang suaranya sering dianggap tidak penting dalam proses politik dan hukum.
Kematian Marsinah bukan hanya pembunuhan fisik. Itu adalah pesan. Sebuah teror sistematis bahwa siapa pun yang melawan akan dilenyapkan. Bahwa suara rakyat kecil harus tunduk pada korporasi dan negara.
Namun, pesan itu justru dibalikkan oleh sejarah. Karena hari ini, nama Marsinah menjadi inspirasi di setiap gerakan buruh, di setiap aksi Hari Perempuan, di setiap forum keadilan sosial.
Warisan Perjuangan yang Tak Pernah Padam