Mohon tunggu...
Fitri Kurnia Mayasari
Fitri Kurnia Mayasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya bermain bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Defisit Anggaran Pemerintah Kabupaten Pasuruan dan Ketergantungan pada Dana Pusat

29 April 2024   12:08 Diperbarui: 29 April 2024   12:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks, Pemerintah Kabupaten Pasuruan menghadapi persoalan defisit anggaran yang signifikan. Defisit anggaran, sebuah kondisi di mana pengeluaran pemerintah melebihi pendapatannya, telah menjadi sebuah dilema yang persisten. Lebih jauh, situasi ini diperparah oleh ketergantungan yang tinggi pada dana pusat, yang menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan fiskal dan otonomi daerah. Sebagai bagian dari pembahasan yang lebih luas mengenai keuangan publik, situasi ini menuntut analisis yang mendalam untuk mengungkap akar masalah dan mencari solusi yang berkelanjutan.Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Pasuruan tahun anggaran 2025 menuai sorotan dari berbagai pihak. Polemik utama yang muncul adalah defisit anggaran yang cukup besar serta ketergantungan yang tinggi pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat.

Selama beberapa tahun terakhir, defisit anggaran di Kabupaten Pasuruan telah menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Ini bukan hanya sebuah indikator dari ketidakseimbangan keuangan, tetapi juga refleksi dari tantangan yang lebih besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Di sisi lain, ketergantungan pada dana pusat menimbulkan pertanyaan tentang kapasitas daerah dalam mengelola sumber daya dengan mandiri dan efisien.

Defisit anggaran terjadi ketika total pengeluaran pemerintah melebihi total penerimaannya dalam periode tertentu. Kondisi ini umumnya dianggap negatif karena bisa menunjukkan ketidakseimbangan keuangan yang berkelanjutan dan berpotensi mengurangi kemampuan pemerintah dalam menyediakan layanan publik. Implikasinya terhadap perekonomian dan pembangunan sosial tidak dapat diabaikan, karena defisit yang berkelanjutan dapat mengikis kepercayaan publik serta investor, dan pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Defisit anggaran dapat diartikan sebagai indikator dari beberapa masalah yang lebih dalam, termasuk pengelolaan keuangan yang kurang efektif, pendapatan daerah yang terbatas, serta prioritas pengeluaran yang mungkin belum sepenuhnya disesuaikan dengan kebutuhan nyata masyarakat. Selain itu, implikasi dari defisit anggaran ini juga mencakup keterbatasan dalam pelaksanaan program-program pembangunan yang bersifat strategis dan berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah Kabupaten Pasuruan untuk memahami implikasi jangka panjang dari defisit anggaran yang berkelanjutan. Pendekatan yang komprehensif dan strategis diperlukan untuk mengatasi defisit anggaran, yang mencakup peningkatan pendapatan daerah, pengelolaan pengeluaran yang lebih efisien, serta reformasi dalam administrasi dan tata kelola keuangan daerah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Pasuruan, defisit anggaran dalam RAPBD 2025 diproyeksikan mencapai angka Rp457,3 miliar. Angka ini meningkat cukup signifikan dibandingkan defisit anggaran tahun 2024 yang hanya sebesar Rp321,2 miliar.

"Defisit anggaran yang besar tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kami. Apalagi, sumber pembiayaan untuk menutup defisit ini masih sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat," ungkap Suyanto, Ketua Banggar DPRD Kabupaten Pasuruan.

Berdasarkan rincian RAPBD 2025, dari total pendapatan daerah yang diproyeksikan sebesar Rp2,87 triliun, sebanyak Rp2,14 triliun atau sekitar 74,6% berasal dari dana perimbangan. Angka ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2024 yang sebesar 72,8%.

Rincian dana perimbangan tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,47 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp387,2 miliar, serta Dana Bagi Hasil (DBH) Rp285,6 miliar.

Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pasuruan pada 2025 hanya diproyeksikan sebesar Rp508,4 miliar atau sekitar 17,7% dari total pendapatan daerah. Angka ini bahkan mengalami penurunan dibandingkan realisasi PAD tahun 2024 yang mencapai Rp524,8 miliar.

"Pemerintah Kabupaten Pasuruan harus benar-benar serius dalam upaya mengoptimalkan PAD. Ketergantungan yang tinggi pada dana pusat tentu tidak ideal untuk kemandirian daerah," tegas Suyanto.

Ketergantungan pada dana pusat memiliki sejumlah dampak signifikan terhadap pemerintahan daerah, termasuk mengurangi kemampuan daerah untuk merencanakan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan secara mandiri. Dana pusat, meskipun penting dalam mendukung keuangan daerah, seharusnya tidak menjadi sumber utama pendanaan karena dapat mengurangi insentif daerah untuk mengembangkan sumber pendapatan sendiri dan meningkatkan efisiensi pengeluaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun