Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024

Akrab disapa dengan panggilan Fitri Oshin. Lebih banyak menulis isu kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tidak Semua Rilis Berita Naik Tayang di Media Daring

4 Desember 2019   16:52 Diperbarui: 4 Desember 2019   21:11 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak semua rilis berita bisa naik tayang di media daring. (Ilustrasi pexels)

"Maaf ya Mbak/Mas, rilis beritanya belum bisa naik (tayang) dulu." (Kututup kalimat dengan emoticon sedih)

Pesan singkat tersebut rasanya sudah puluhan kali kusampaikan kepada public relations (PR), media relations atau humas suatu lembaga. Setiap kali menulis permintaan maaf atas rilis yang tidak ditayangkan di media daring, tempatku bekerja, terasa berat.

Berat karena aku ikut memikirkan perasaan sang PR atau humas yang bersangkutan. Berat karena cemas. Mungkin aku tidak akan dikirimkan lagi rilis dan agenda liputan.

Berat karena aku berpikir, hubungan kerjasama dengan PR atau humas renggang. Tanpa mereka, aku tidak mungkin tahu ada acara apa saja yang seharusnya diliput.

Saking memikirkan perasaan berat itu, aku butuh waktu lama membalas pertanyaan sang PR. Pertanyaannya singkat, "Mbak Fitri, bagaimana tanggapan soal rilis yang kemarin kami kirimkan? Sudah tayangkah?"

Aku pun membalas, "Maaf Mas, rilisnya tidak bisa dinaikkan dulu." Dan kata 'Maaf' lagi-lagi kuucapkan.

Ketika rilis berita tak ditayangkan, aku tahu bagaimana perasaan para PR atau humas. Pasti ada rasa kecewa, sedih, kesal, dan sebal atas rilis yang tidak tayang. Apalagi Anda mungkin harus melapor kepada atasan dan klien terkait rilis beritanya.

Nilai Kelayakan Berita

Lantas kenapa rilis berita ada yang tidak bisa naik tayang di media daring? Jawabannya, tidak atau masih kurang layak untuk naik tayang.

Setiap berita yang naik tayang harus punya nilai kelayakan berita (news value). Pun berlaku dengan kiriman rilis berita atau istilahnya siaran pers (press release).

"Jangan sampai berita yang aku tulis terkesan terlalu ngiklan." Begitulah pikiran tiap kali hendak mengolah rilis berita. Karena editor bisa saja menegur tatkala artikel rilis yang ditulis malah kesannya ngiklan.

Posisi reporter yang kuampu ibarat garda terdepan, apakah rilis-rilis berita yang masuk ke surel (surat elektronik/email) layak ditayangkan. 

Memang, pada akhirnya tulisanku diedit oleh editor. Editor punya hak, apakah artikel yang ditulis layak naik tayang. Editor juga yang menentukan jam tayang artikel.

Meski editor ikut menentukan, kelayakan berita, reporter yang menulis rilis berita harus punya kecermatan. Cermat memilah dan memilih rilis berita yang akan ditulis. Cermat menilai isi berita yang disampaikan di dalam rilis perlu diketahui publik.

Cari Keunikan

Dalam menentukan rilis berita layak atau tidak tayang, aku biasa membaca terlebih dahulu seluruh tulisan. Butuh waktu beberapa menit untuk membaca rilis berita, terlebih lagi rilis berita yang cukup panjang.

Terkadang aku harus membaca 2-3 kali untuk memahami sekaligus mencari bagian mana yang unik untuk disorot. Kita biasa menyebutnya, sudut pandang (angle). Pemilihan sudut pandang ini pun juga dibutuhkan untuk menaikkan rilis berita. 

Misalnya, rilis berita alat teknologi kesehatan dari merek tertentu. Aku akan mencari sudut pandang: bagaimana keterkaitan alat untuk menangani penyakit yang dimaksud, manfaat, cara penggunaan, dan efek samping alat (jika ada).

Apabila rilis berita mengenai suatu acara (diskusi, seminar, puncak kegiatan), sudut pandang yang harus kucari: inti acara, berkaitan dengan peringatan hari tertentu atau penyakit, pesan penting yang disampaikan narasumber, hasil penelitian/survei (jika ada), menyentil suatu pengobatan dan perawatan penyakit, tanggapan pakar maupun organisasi/lembaga dan pemerintah.

Sebagai catatan penting, perlu juga mengetahui ciri khas media daring masing-masing. Rilis berita yang mungkin tidak cocok untuk ditayangkan ya dipertimbangkan kembali. 

Kadang aku pernah ragu-ragu ingin menulis rilis berita. Layak muat, tapi apakah cocok tayang di media sendiri. Pada kondisi itulah, aku akan bertanya dengan editor. Apakah boleh menayangkan rilis berita ini. Kalau editor berkata, sebaiknya tidak ditayangkan dulu, akupun tidak menulisnya. 

Balasan Terima Kasih

Di kala, aku tidak menemukan angle yang menarik atau rilis berita terlalu ngiklan, permintaan 'maaf' pun terucap bila ada PR atau humas yang bersangkutan bertanya.

Rasa berat hati untuk mengetik kata 'Maaf' menyelimutiku. Namun, baru-baru ini, aku cukup terkesan membaca balasan pesan singkat salah seorang PR.

Rilis berita yang ia kirimkan tentang peresmian teknologi kesehatan tidak kutulis. Setelah membaca keseluruhan isi rilis, aku tidak memeroleh sudut pandang yang tepat.

"Oh, rilisnya belum bisa tayang ya Mbak. Belum layak buat ditayangin di redaksi ya. Tidak apa-apa, Mbak. Terima kasih sudah memberitahu," tulisnya.

Ya, sekali lagi maaf. Semoga lain waktu, ada kiriman rilis lagi yang bisa kutulis dan layak tayang. Begitulah ucapku dalam hati sembari menutup ponsel sejenak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun