Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Akrab disapa Fitri Oshin | Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024. Spesialisasi menulis kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Anak Sastra Terjun Jadi Jurnalis

8 September 2019   21:08 Diperbarui: 9 September 2019   02:38 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan panjang menjadi jurnalis. (Ilustrasi pexels.com)

"Jurusan apa dulu? Kuliah di mana? Komunikasi ya? Atau jurnalistik?" 

Aku sudah bergabung menjadi pekerja media empat tahun lamanya, tapi pertanyaan tersebut masih seringkali mampir di telinga. Entah perbincangan saat bertemu teman sesama jurnalis dan narasumber. 

Terkadang mengobrol dengan para public relation (PR) atau humas suatu lembaga, mereka juga melontarkan pertanyaan serupa.

Aku pun menjawab, "Bukan komunikasi atau jurnalistik. Aku lulusan sastra. Bukan Sastra Indonesia malah, Sastra Jepang."

Jawabanku pun kerap dibalas, "Oh, lulusan sastra. Kok bisa jadi jurnalis?"

Ada juga yang membalas, "Dikira (lulusan) jurnalistik atau komunikasi. Wah, anak sastra ya. Tetap nyambung lah ya sama dunia tulis menulis."

Profesi sebagai jurnalis lebih terkesan berasal dari orang-orang lulusan komunikasi atau jurnalistik. Tak heran, aku mendapat pertanyaan dan tebakan, "lulusan komunikasi atau jurnalistik ya." 

Memang, sebagian besar teman yang menggeluti jurnalis dari jurusan komunikasi dan jurnalistik.

Walaupun begitu ada juga teman-teman sejawat dan senior yang menggeluti dunia jurnalis berasal dari lulusan sejarah, filsafat, ekonomi, dan politik. Alasan mereka bervariasi, dari menekuni hobi menulis sesuai bidang tertentu sampai yang tadinya sekadar mencoba berujung mencintai profesi jurnalis.

Berpindah dan berkarya dari satu perusahaan media ke media lain. Mencoba peruntungan mendirikan media daring sendiri, bahkan bisa mencapai posisi tinggi sebagai redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi, dan pemimpin redaksi.

Si Anak Seminar (ASem)

Karier aku sebagai jurnalis bukan mendadak tercebur atau terjebak, tapi berawal dari hobi menulis. Mungkin karena aku termasuk orang yang kalem, pendiam, dan tidak banyak ngomong, tulisan jadi media aku menyalurkan pikiran.

Sebenarnya, aku mulai menulis di blog pribadi saat SMP/SMA, sekitar tahun 2003 sampai 2009. Dulu yang namanya blog pribadi sedang tren.

Aku pun mampir ke warnet buat mengerjakan tugas IT sekaligus mengisi blog. Maklum, pada waktu itu aku belum punya komputer atau laptop sendiri. Di zaman itu juga warnet masih menjamur. Lama-lama blog pribadi tak terurus meski kalau dicari mungkin jejaknya masih ada.

Memasuki bangku kuliah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada 2009, aku pernah berencana untuk bergabung di badan pers mahasiswa. Geliat semangat masih membara sebagai mahasiswa baru. Aku sering membaca tulisan-tulisan mahasiswa yang dipublikasikan badan pers mahasiswa.

"Keren kali ya tulisan bisa dipublish dan dibaca sama teman-teman mahasiswa lintas fakultas lain," pikirku saat itu. Sayangnya, aku batal bergabung dengan badan pers mahasiswa. Jadwal rapat yang padat serta mata kuliah yang mengharuskan lebih banyak waktu belajar menjadi alasannya.

Gagal bergabung di badan pers otonom, aku mulai menulis di blog sosial Kompasiana pada 2011. Dari opini dan hal-hal sederhana hingga hasil seminar dan diskusi publik yang aku ikuti. 

Sepanjang kuliah, berbagai seminar, diskusi publik, dan workshop menarik, dari tema budaya, sejarah hingga jurnalistik banyak sekali aku ikuti.

Itulah hal yang paling menyenangkan dan berkesan selama kuliah. Seminar dan diskusi publik pun bukan hanya dari fakultas sendiri, tapi di fakultas lain. Aku pun bertualang mampir ke fakultas lain, seperti FISIP, Fasilkom, Fakultas Ekonomi dan Bisnis sampai Fakultas Psikologi. Semua itu demi menghadiri seminar.

Seringnya aku ikut seminar juga diketahui beberapa teman satu jurusan. Aku pun dijuluki ASem (Anak Seminar). "Loe mah ASem banget ya. Anak Seminar," begitulah komentar salah satu temanku. Tentunya, jadwal seminar dan diskusi publik yang aku ikuti tidak bertabrakan dengan jam kuliah.

Kirim Tulisan ke Media Cetak

Hasil seminar dan diskusi publik yang aku tulis di blog sosial semakin membuka pikiranku. Blog sosial seakan jadi tempat latihan aku menulis. Kian lama aku berpikir, "Kenapa enggak aku coba saja kirim tulisan ke media cetak?"

Ada media cetak ternama yang menerima kiriman tulisan dari mahasiswa. Acara hasil seminar maupun diskusi publik bisa dikirim. Sekilas sempat galau sebelum mencoba mengirim tulisan ke media cetak.

"Tulisanku takutnya belum mencapai standar media yang bersangkutan. Malu juga kalau tulisanku jelek." Namun, aku berpikir pastinya ada editor yang akan merapikan tulisan. Pada 2012, aku mulai mengirim tulisan ke beberapa media cetak. Tak terbayang, tulisan aku berhasil dimuat.

Aku pun rajin mengirimkan tulisan ke media cetak sepanjang 2012 sampai 2013. Tidak semua tulisan yang aku kirim diterbitkan. Masih banyak kiriman tulisan mahasiswa dari kampus lain yang juga tak kalah bagus.

Setiap kali tulisan dimuat, ada setangkup rasa senang dan bangga. Tulisan aku bisa layak terbit. Terbayang bukan, betapa sulit kiriman tulisan lolos muat. Apalagi banyak juga mungkin yang mengirim tulisan. Kompetisi bisa saja ketat.

Bukan hanya tulisan kegiatan seminar dan diskusi saja, aku pernah mengirim tulisan resensi buku dan dimuat. Hasil tulisan yang dimuat juga berkat membaca buku-buku penulisan populer, seputar pers dan jurnalistik. Rajin meminjam buku ke perpustakaan termasuk kebiasaanku.

Lucu kali ya kalau diingat-ingat, anak jurusan Sastra Jepang meminjam buku soal pers dan jurnalistik. Buku-buku penulisan jurnalistik melengkapi buku penulisan populer yang aku baca. 

Buku penulisan populer ini kumpulan tulisan mahasiswa fakultasku yang ikut mata kuliah Penulisan Populer Sastra Indonesia.

Melalui buku tersebut, aku berlatih menulis sendiri. Pada waktu itu, aku berniat mengambil mata kuliah Penulisan Populer. Sayangnya, mata kuliah tersebut tidak terbuka atau muncul di bagian sistem pengisian database jurusanku. Padahal, beberapa teman ada yang ikut mata kuliah tersebut.

Lika-liku Menuju Pekerjaan Impian

Setelah lulus kuliah pada 2014, pikiran pekerjaan apa yang bakal diambil jadi tantangan sendiri. Bagiku bukan perkara mudah mendapatkan pekerjaan pertama sebagai lulusan baru. Mungkin beberapa teman lain cukup menebar CV dan apapun itu pekerjaannya ya jalani dulu.

Cara tersebut tidak berlaku buatku. Pertanyaan seperti "Mau pilih profesi apa? Mau kerja apa? Cari-cari aja dulu dan coba melamar, enggak usah banyak pilih kerjaan. Yang penting dapat pengalaman."

Ada juga yang bilang, "Lulusan Sastra Jepang ya bisa melamar ke kedubes, bank Jepang, editor, penerjemah juga."

Sayangnya, aku tidak berminat profesi yang berhubungan dengan Jepang. Terlebih lagi nilai bahasa Jepangku pas-pasan. Ya, pas yang penting lulus. 

Lain cerita dengan nasib teman-temanku sejurusan. Kemampuan bahasa Jepang mereka yang mumpuni berhasil membuat mereka bekerja di berbagai perusahaan Jepang dan tinggal di Jepang.

Sambil mematut-matut, apa ya kelebihanku. Membuka tulisan-tulisan aku yang dimuat dan baca tulisan sendiri. Akhirnya, aku bertekad menggeluti dunia jurnalis. "Aku mau jadi jurnalis."

Mewujudkan menjadi jurnalis pun tak mudah. Aku pernah melamar untuk posisi Reporter Megapolitan dan News di media daring. Pada waktu itu, aku belum tahu bahwa jurnalis News itu termasuk berat juga.

Dan aku gagal beberapa kali lolos seleksi. Sekalinya tes tertulis dan psikotes lolos, yang gagal saat wawancara. Pernah juga gagal di psikotes. Seringkali aku menggerutu karena tesnya susah.

Aku pun mencoba magang di sebuah koran, lebih tepatnya jadi kontributor untuk berita di Depok. Sambil merasakan begini jadi jurnalis ya. Ibarat kata aku masih luntang-lantung setahun selepas kuliah. Sementara itu, teman-temanku sudah dapat pekerjaan.

Menjadi Jurnalis Sungguhan

Angin segar mengawali 2015 terasa. Sebuah kesempatan bergabung di perusahaan media Liputan6.com, yang sebelumnya berkantor di Senayan City, Jakarta (kini berkantor di Gondangdia, Menteng) terbuka. Posisi aku pada waktu itu mengelola forum komunitas. Pikiran menjadi jurnalis tertunda dulu.

Mungkin aku harus mengelola forum komunitas. Belajar mengenal bekerja di perusahaan media itu seperti apa. Kelak ada kesempatan buat aku sebagai jurnalis yang ditugaskan meliput ke lapangan.

Banyak pengalaman yang aku peroleh dari mengelola forum komunitas. Bertemu influencer, blogger, dan komunitas. Ada juga setiap weekend temu komunitas. Di awal 2016, ada juga ikut memegang kunjungan dan acara mahasiswa. Bertemu adik-adik mahasiswa menyenangkan.

Hingga di penghujung akhir Oktober 2016, aku ditawarkan kesempatan berpindah divisi. Bergabung ke kanal Health (Kesehatan) sebagai Reporter. Tanpa berpikir panjang, aku memang langsung menjawab bersedia masuk ke Health pada hari penawaran tersebut.

"Aku bisa liputan ke lapangan dan menjadi jurnalis sungguhan," pikirku waktu itu. Sebuah kesempatan yang patut aku coba. Pikiran akan meliput isu kesehatan menjadi hal baru buatku.

Sejak November 2016, aku baru terjun ke lapangan. Baru resmi jadi Reporter Health. Aku belajar banyak hal, dari mengetik cepat di ponsel, wawancara narasumber, mencari berita bagus, dan menulis berita. Meski sudah punya dasar tulis menulis, tetap harus berlatih dan belajar menulis lebih banyak lagi.

Bertemu teman-teman sesama jurnalis di lapangan dan belajar dari mereka. Itulah hal yang aku lakukan sampai sekarang. Pengalaman teman-teman di lapangan menjadi pelajaran berharga buatku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun