Mohon tunggu...
Fitri Gracia
Fitri Gracia Mohon Tunggu... -

lay me down

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kasus Pajak BCA, Negara Tidak Dirugikan?

4 Mei 2015   15:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:23 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14307293251714180838

[caption id="attachment_364357" align="aligncenter" width="600" caption="Pajak BCA Sumber: inilah.com"][/caption]

Jika kita membahas kasus pajak BCA sepertinya tidak akan ada habisnya karena kasus ini banyak menimbulkan pro dan kontra. Selain banyak menimbulkan pro dan kontra, banyak pihak yang memberikan tanggapan-tanggapannya terkait kasus pajak BCA ini.

Akibat kasus pajak BCA ini, Negara dianggap mengalami kerugian karena tidak mendapatkan penerimaan yang berasal dari pajak BCA. Akan tetapi, apakah benar bahwa Negara dianggap mengalami kerugian akibat kasus pajak BCA tersebut?

Ada sebuah artikel yang membahas mengenai kasus pajak BCA dengan judul Pajak BCA – Pajak BCA, Baru Tahu Kalau Ternyata Negara Tidak Dirugikan. Tulisan inimengupas bahwa ternyata sebenarnya Negara tidak mengalami kerugian, melainkan mendapatkan keuntungan. Selain itu, tulisan tersebut juga di posting di kanal lain dengan judul yang sama yaitu Pajak BCA – Pajak BCA, Baru Tahu Kalau Ternyata Negara Tidak Dirugikan.

Kenapa bisa begitu? Saya akan memaparkan penjelesan dari artikel tersebut di dalam tulisan saya ini.

Pada tahun 1998 ketika Indonesia diterpa oleh krisis moneter, Bank BCA ternyata ikut terkena imbasnya dan mengalami kerugian fiskal sebesar Rp 29,2 triliun. Berdasarkan undang-undang yang berlaku, kerugian BCA tersebut dapat dikompensasi dengan penghasilan (tax loss carry forward) mulai tahun pajak berikutnya sampai lima tahun berturut-turut. Selain itu, status BCA pun menjadi termasuk ke dalam kategori BTO (Bank Take Over) yang 92,8 persen sahamnya dimiliki pemerintah RI.

Jadi, segala wewenang, direksi, komisaris, RUPS, dan total aset, termasuk piutang macet dan jaminan milik BCA senilai Rp5,77 triliun dialihkan ke BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Hal ini berdasarkan instruksi Menteri Gubernur Bank Indonesia (BI).

Selanjutnya pada tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) untuk memeriksa laporan keuangan BCA pada tahun 1999. Dalam pemeriksaaan tersebut, ada sebuah hal yang menjadi awal permasalahan dari kasus pajak BCA yaitu mengenai laba fiskal BCA.

Menurut Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan (SKPN PPh), laba fiskal BCA adalah Rp 174 miliar. Akan tetapi menurut DJP, laba fiskal BCA adalah Rp 6,7 triliun dan ada koreksi sebesar Rp 5,77 triliun dalam laba fiskal BCA. Koreksi 5,77 triliun tersebut dianggap oleh DJP sebagai penghapusan piutang macet.

DJP menilai bahwa dengan adanya penghapusan piutang macet tersebut, beban BCA menjadi berkurang dan laba fiskal BCA menjadi Rp 6,7 triliun sehingga BCA diwajibkan untuk membayar pajak Rp 375 miliar. Sementara itu, BCA menganggap bahwa Rp 5,77 triliun tersebut merupakan pengalihan piutang macet karena pada tahun 1999 BCA berstatus sebagai BTO dan piutang macet sebesar Rp 5,77 triliun sudah dialihkan ke BPPN.

BCA menganggap bahwa pengalihan piutang macet tidak menyebabkan kas BCA bertambah sehingga laba fiskal BCA tidak mungkin menjadi sebesar Rp 6,7 triliun. Oleh karena itu, BCA mengajukan keberatan atas kewajibannya membayar pajak Rp 375 miliar dan dikabulkan oleh Hadi Poernomo yang pada pada saat itu menjabat sebagai Badan Pemeriksa Keuangan dan Dirjen Pajak.

Terkait hal tersebut, Hadi Poernomo dan BCA dianggap telah merugikan Negara karena diskon pajak yang diperoleh BCA telah mengakibatkan Negara tidak mendapatkan pemasukan sebesar Rp 375 miliar.

Satu hal yang tidak boleh kita lupa bahwa ternyata BPPN berhasil menagih piutang macet yang merupakan piutang macet dari pengalihan oleh BCA ke BPPN. Piutang macet tersebut berhasil ditagih ke debitur dan dari penagihan itu, BPPN berhasil mendapatkan Rp 3,29 triliun.

Lalu, apakah BCA mendapatkan bagian dari Rp 3,29 triliun tersebut? Ternyata tidak, karena status BCA merupakan BTO sehingga tidak berhak mendapatkan bagian dari Rp 3,29 triliun tersebut. Jadi, Negara (BPPN) telah mendapatkan Rp 3,29 triliun hasil dari pengalihan piutang macet BCA.

Jadi, apakah anggapan bahwa Negara telah dirugikan oleh diskon pajak BCA? Bukankah negara malah diuntungkan dengan mendapatkan Rp 3,29 triliun hasil dari pengalihan piutang macet BCA?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun