Mohon tunggu...
Fitri Nur Alifa
Fitri Nur Alifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komunikasi Publik Megawati dalam Kasus Minyak Goreng: Ketiadaan Empati terhadap Kalangan Ibu Rumah Tangga

23 Juni 2022   10:52 Diperbarui: 23 Juni 2022   11:00 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

I. Pendahuluan 

Minyak goreng merupakan suatu komoditas penting bagi masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, minyak goreng dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia baik yang berada di perkotaan maupun perdesaan. Mereka menggunakan minyak goreng untuk menumis, menggoreng dalam jumlah yang sedikit maupun banyak. Minyak goreng dapat menyebabkan masakan terasa lebih sedap karena mempunyai ciri khas tersendiri. Selain itu, dengan menggoreng menggunakan minyak, masakan menjadi lebih krispi, renyah dan gurih, serta membuat penampilan lebih menarik dengan warna coklat keemasan. Namun, pada awal tahun 2022 masyarakat Indonesia dibuat kebingungan dengan langkanya minyak goreng tersebut. Kelangkaan tersebut tidak hanya terjadi di beberapa daerah, tetapi di seluruh Indonesia. Sulitnya menemukan minyak goreng di toko maupun supermarket membuat para ibu rumah tangga dan pedagang menjadi resah. Sekalipun ada stok di supermarket, membelinya pun dibatasi 2 liter setiap 1 orang. Langkanya minyak goreng ini juga membuat masyarakat menjadi heboh. Setiap ada stok di supermarket, mereka rela antri panjang dan berjam-jam demi mendapatkan minyak goreng tersebut. Jika antri tidak tertib, maka mereka bergerombol dan saling berebut. Hal tersebut sempat memakan korban hingga meninggal dunia karena terlalu lama mengantri.

II. Isi

Harga minyak goreng menjadi melonjak tinggi karena kelangkaannya. Semakin bermerk minyak tersebut, maka harganya semakin tinggi. Tak hanya itu, setiap liter harga minyak goreng yang tersedia di pasaran juga sangat berbeda jauh. Para pedagang kebingungan dengan tingginya harga minyak tersebut. Jika harga minyak tinggi, maka para pedagang terpaksa untuk menaikkan harga dagangan mereka. Kalau tidak, mereka akan rugi banyak. Semakin mendekati lebaran, harga minyak goreng tak kunjung turun. Dilansir oleh detik.com, kenaikan harga minyak goreng terjadi setelah ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) dicabut sehingga harga minyak goreng kemasan kini mengikuti harga pasar. Minyak goreng yang masih diatur HET hanyalah yang curah dengan patokan Rp 14.000 per liter. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, kenaikan harga minyak goreng mencapai 33,78% secara tahunan (year on year/yoy) pada Desember 2021. Rata-rata harga eceran yang beredar sebesar Rp 21.125 per liter. Pada tanggal 29 Maret, Tempo.co mengidentifikasi harga minyak goreng semakin naik. Terdapat perbedaan harga antara minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium. Harga minyak curah lebih rendah dibandingkan dengan harga minyak kemasan sederhana dan kemasan premium. Sulitnya di cari, menyebabkan minyak goreng curah banyak digunakan. Padahal, kualitas minyak goreng tersebut sangat rendah dan tak jarang dioplos dengan minyak jelantah atau bekas yang sudah karsinogenik. Minyak curah juga tidak baik bagi Kesehatan jika dikonsumsi dan dimasukkan ke tubuh. Dilansir JawaPos.com, Kemendag menemukan bahwa kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasaran ini terjadi karena pasokan untuk rakyat malah diserap oleh pihak yang sebenarnya tidak berhak mendapatkannya. Menurut M. Lutfi, Jika kita lihat masih terjadi kekeringan di sana-sini kerena ini ada gangguan jaringan distribusi. Kami melihat ini adalah rembes kepada industri yang mereka tidak berhak mendapatkan minyak untuk masyarakat. Selain itu, ditemukan bahwa ada beberapa pihak yang mengekspor minyak goreng tanpa izin dan pastinya melanggar hukum. Langkahnya minyak goreng dan hebohnya masyarakat yang rela antri berjam-jam membuat Megawati menyoroti hal tersebut. Megawati dibuat bingung dengan orang-orang yang rela antri sehingga ia sampai mengelus dada, bukan urusan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng, ia sampai berpikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng sampai begitu rebutannya? Ia menuturkan bahwa apakah tidak ada cara untuk merebus, lalu mengukus, atau seperti rujak. Rumit katanya. Megawati juga mengungkapkan, jika Ia disuruh mengantri minyak goreng maka ia tidak mau. Pernyataan Megawati memicu banyak kontroversi. Tak lama setelah Megawati berbicara tersebut, videonya menjadi viral dan banyak yang mempraktekkan saran dari Megawati tersebut. Mereka membuat video mulai dari membuat bakwan direbus, rempeyek rebus, sampai menggoreng lele menggunakan air, yang tentu berujung tidak berhasil. Jika membuat rempeyek dengan cara direbus, maka rempeyek tidak bisa mekar dan hasilnya tidak bisa krispi atau renyah. Ke-khas an rempeyek pun menjadi hilang jika dimasak menggunakan air. Lalu bagaimana bisa menggoreng tidak menggunakan minyak? Selain para netizen membuat video parodi tersebut, mereka juga menulis di kolom komentar dengan tulisan negative yang penuh kegeraman. Seperti akun @Rantini pada tikok yang berkomentar "Sama bu mega saya juga sampai ngelus dodo kok bisa bilang begitu ya bukan buat solusi malah bilang suruh rebus baiklah kalua begitu". Tak hanya itu, akun @K-conk Songo Songo berkomentar "Ini ketua partai wong cilik kok kayak gini". Selanjutnya, pada akun @Naura Shima ia mengatakan "kalau isi dompet atau ATM banyak emang enak ngomong, lah kami rakyat kecil dapat imbasnya doang". Pernyataan Megawati membuat masyarakat Indonesia menjadi geram. Mereka terheran-heran, seorang mantan Presiden Republik Indonesia yang kelima sekaligus Ketua Umum PDI-P bisa berbicara dan menanggapi kelangkaan minyak goreng dengan sepele. Megawati dirasa tidak memiliki empati terhadap rakyat-rakyat kecil yang masih membutuhkan bantuan. Saran yang diutarakan juga tidak masuk akal jika semua makanan harus direbus atau dikukus bahkan dimakan seperti rujak.

III. Kesimpulan

Pernyataan dari Megawati justru tidak semakin meredakan suasana. Dengan pernyataan tersebut, masyarakat Indonesia menjadi geregetan. Yang ada malah memperkeruh suasana. Tidak akan pernah ada solusi jika menggoreng menggunakan air. Setiap bahan baku yang ada memang dapat diolah dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi, setiap menu masakan apapun tentu menggunakan teknik paten yang tidak dapat dirubah. Tidak mungkin ingin menggoreng ayam krispi tetapi malah menggunakan air. Solusi dari Megawati tentu tidak membangun sama sekali dan tidak dapat menyelesaikan suatu masalah. Seharusnya, Megawati ikut berempati dan prihatin dengan kelangkaan minyak goreng yang menyebabkan ibu rumah tangga rela mengantri. Bukan malah mengkritik orang-orang yang ingin mendapatkan minyak goreng. Kasus kelangkaan minyak goreng ini sebaiknya segera di atasi. Para pihak yang berwajib harus segera menangani kasus ini agar masyarakat Indonesia tidak semakin resah. Jika terdapati orang yang korupsi, maka sebaiknya segera ditindak lanjuti sesuai hukum sebagaimana mestinya. Karena minyak goreng merupakan bahan pokok rumah tangga yang wajib ada. Tidak mungkin juga para ibu rumah tangga dan pedagang menggunakan stok minyak yang sudah dipakai berkali-kali. Saat ini, masyarakat Indonesia hanya menunggu kebijakan pemerintah dan pihak berwajib dapat segera menangani kelangkaan minyak ini. Sehingga, masyarakat Indonesia bisa kembali normal dan tidak kebingungan mengatur keuangan mereka. Dan untuk masyarakat Indonesia yang tidak mampu agar segera mendapat bantuan keringanan dari pemerintah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun