Sejak 2011, pemerintah melalui Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 27 Tahun 2011 telah mengeluarkan pedoman umum audit komunikasi di lingkungan instansi pemerintah. Namun hingga 2017 ini, rupanya masih banyak yang tak siap saat audit komunikasi disodorkan kepada pemerintah daerah utamanya pada unit-unit kerja yang menangani komunikasi Kepala Daerah.
Penulis telah melakukan wawancara terhadap 35 perwakilan staf kehumasan kepala daerah kabupaten/kota se-Jawa Tengah, dan hasilnya memang masih jauh panggang dari api. Jangankan melaksanakan audit komunikasi, sebagian besar dari mereka justru mengaku belum begitu memahami istilah audit komunikasi.
Padahal diakui oleh sebagian pranata humas, gagasan audit komunikasi termasuk gencar disodorkan oleh pemerintah pusat dalam berbagai pertemuan organisasi profesi kehumasan pemerintah.
Maka tak bisa dipungkiri jika kemudian publik umumnya lebih banyak melekatkan kosakata audit pada segala hal yang terkait dengan catatan keuangan. Tak banyak yang mengetahui bahwa proses komunikasi pun dapat diperiksa, dievaluasi dan diukur dengan cermat dan sistematis.
Itulah mengapa di lembaga pemerintahan sekali pun, audit semacam ini belum banyak yang mengaplikasikan. Padahal semua kegiatan pemerintahan termasuk kegiatan komunikasi kepala daerah dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Mengingat APBD merupakan uang rakyat, maka semestinya anggaran untuk komunikasi kepala daerah juga harus selalu mengedepankan skala prioritas dan kemanfaatan anggaran.
Sayangnya di era pemilihan kepala daerah secara langsung saat ini, anggaran komunikasi kepala daerah seringkali disusun berdasarkan tarik menarik kepentingan politik ketimbang faktor skala prioritas dan kemanfaatan.
Sudah jadi rahasia umum jika pimpinan media massa yang oplah medianya kecil bisa mendapatkan belanja iklan yang lebih besar karena sejak awal ikut andil sebagai tim sukses Kepala Daerah. Sementara itu, media yang sudah punya reputasi dan memiliki pelanggan setia, kadang harus gigit jari lantaran dalam masa kampanye sudah memilih untuk mengambil jarak dari Sang Pimpinan Daerah Terpilih.
Terkadang posisi tawar kepala daerah pun menjadi lemah saat dihadapkan dengan media abal-abal dan LSM yang giat mencari celah kelemahan Kepala Daerah. Jika Kepala Daerah beserta pejabat dan staf komunikasi tak punya nyali dan pengetahuan yang cukup terkait kredibilitas, jangkauan, dan pengaruh media yang menjadi partner kerjanya, maka bisa dipastikan mereka akan terus menjadi bulan-bulanan media. Walhasil, uang rakyat (baca : APBD) lah yang kemudian dijadikan jalan keluarnya.
Selanjutnya bisa ditebak, lima tahun masa kepemimpinannya, anggaran APBD akan semakin tersedot untuk menaikkan menjaga citra kepala daerah ketimbang menjual potensi daerah.
Andaikan Kepala Daerah dan pejabat Humas di daerah mampu lepas dari tarik menarik kepentingan politik dan bisa bebas dari ancaman LSM/media abal-abal, maka audit komunikasi yang diperkenalkan pertama kali oleh George Odioerne ini tentunya akan menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.
Dengan audit komunikasi, tuntutan adanya akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggaran komunikasi kepala daerah akan lebih mudah terealisasi.
Ini karena menurut Odioerne, berbagai bentuk kegiatan komunikasi itu dapat diukur, sehingga kualitas dan kinerja Kepala Daerah, para pejabat dan staf komunikasi, dapat diketahui dan bila diperlukan, dapat diperbaiki secara sistematis sehingga efektivitas maupun efisiensi komunikasi juga dapat ditingkatkan.
Semisal dalam satu periode anggaran, Pemerintah Daerah mengeluarkan anggaran sekian rupiah untuk program hubungan media atau media relations, maka ketika di periode berikutnya anggaran komunikasi akan diusulkan, Pemerintah Daerah sudah memiliki hasil audit yang terukur guna menentukan keberlanjutan kegiatan komunikasi tersebut.
Audit yang professional, kredibel, dan transparan, selain bermanfaat bagi Pemkab juga akan menjadi tolok ukur yang fair bagi semua media lokal untuk melihat performance mereka dalam menyuguhkan berita yang berkualitas kepada publik.
Bila diperlukan, Pemda juga bisa membuat aplikasi khusus yang dapat diakses dan di-download warga melalui play store di masing-masing ponsel android. Aplikasi akan semakin interaktif saat para penggunanya bisa berpartisipasi untuk memberikan rating dan testimoni atas media cetak, online, dan elektronik yang beroperasi di daerah tersebut.
Bila aplikasi ini berkembang, dampak jangka panjangnya, warga pun akan teredukasi untuk memilih media mana saja yang terpercaya dan layak untuk mereka konsumsi. Partisipasi dan dukungan publik melalui aplikasi ini dalam skala besar akan menjadi kekuatan bagi Kepala Daerah.
Kepala daerah jadi punya posisi tawar yang tinggi terhadap semua media, karena Kepala Daerah tahu secara pasti detail jangkauan, oplah, segmen media, sebaran bahkan karakteristik khalayak masing-masing media. Pilihan kepala daerah akan lebih rasional dan tak lagi mengandalkan sentimen politik. Hebatnya, testimoni masyarakat di aplikasi ini juga bisa dijadikan dasar untuk melegitimasi kebijakan komunikasi kepala daerah.
Memang tak bisa dipungkiri, gaya dan isi pesan yang disampaikan oleh seorang Kepala daerah amat mempengaruhi opini publik. Bahkan dalam banyak kasus, ketimpangan komunikasi antara Kepala Daerah dengan jajaran birokrasi dan warga masyarakatnya sering berdampak pada ketidakpastian informasi, bahkan ketidakpercayaan di antara mereka, sehingga mengakibatkan rusaknya kinerja birokrasi, serta jatuhnya wibawa pemerintah daerah di hadapan warganya.
Bila ini terjadi maka akan berdampak besar pada efektivitas dan kinerja Pemkab sebagai organisasi publik yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat.
Seperti dikemukakan JN Bailey bahwa "kehidupan organisasi tidak akan mungkin dipisahkan dengan prinsip-prinsip komunikasi efektif, karena itu komunikasi disadari sebagai darah kehidupan organisasi" (dalam Everett M Rogers, 1976).
Dalam konteks inilah, audit komunikasi amat diperlukan. Selain dapat untuk mengukur efektifitas kerjasama dengan media, audit ini dapat dilakukan secara internal maupun eksternal pada hal-hal yang terkait dengan proses penyampaian pesan, gaya komunikasi, partisipasi anggota organisasi, bahkan model komunikasi yang diterapkan antara atasan dengan bawahan.
Sayangnya hingga kini audit komunikasi masih kalah populer dengan audit keuangan. Bagi sebagian praktisi, audit ini juga seringkali menemukan hambatan saat akan diterapkan.
Ada sejumlah alasan yang menjadi penyebabnya, antara lain karena pertama, audit komunikasi sifatnya kompleks dan terdiri atas banyak tahapan yang membutuhkan waktu yang lama.
Kedua, audit komunikasi juga membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang mendalam di bidang-bidang non komunikasi seperti bisnis, dan manajemen.
Ketiga, adanya faktor-faktor politis yang tak dapat diabaikan oleh para pejabat komunikasi.
Tapi kendala dan tantangan ini dapat diatasi jika pihak-pihak yang berkepentingan memiliki itikad kuat untuk menerapkannya. Karena bagaimana pun juga audit ini amat krusial karena dapat memberikan gambaran yang jelas dan terukur tentang apa yang telah dilakukan Pemerintah Daerah, juga sebagai pedoman untuk memutuskan, perubahan apa yang harus dilakukan.
Pasca Pilkada serentak tahun ini, tawaran audit komunikasi sebenarnya bisa dijadikan starting point bagi upaya membangun kinerja serta akuntabilitas birokrasi di awal kepemimpinan kepala daerah.
Agar hasilnya maksimal, audit komunikasi juga harus ditindaklanjuti dengan komunikasi partisipatif melalui berbagai aktivitas komunikasi yang "menyentuh" langsung kalangan akar rumput. Ini merupakan instrumen yang ampuh untuk menghapus jarak psikologis antara pimpinan dengan rakyat.
Namun perlu disadari semua pihak bahwa berbagai janji kepala daerah saat masa kampanye sebenarnya amat membutuhkan kontrol dan pengawalan. Salah satu bentuk ikhtiar untuk mengawalnya adalah dengan memperluas jangkauan komunikasi serta mengefektifkan media yang ada, sehingga publik senantiasa mengetahui dan mengikuti dinamika pemerintahan dalam mewujudkan janji-janji tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI