Mohon tunggu...
firyallulunurfuad
firyallulunurfuad Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

saya suka melihat berita dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Refleksi Hukum Sambung Rambut Dalam Islam: Antara Tren Kecantikan Dan Kebutuhan

14 Oktober 2025   18:10 Diperbarui: 14 Oktober 2025   18:06 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada saat ini, tren kecantikan menjadi semakin pesat dan beragam. Salah satu fenomena yang cukup populer adalah sambung rambut atau hair extension. Ada yang melakukannya di layanan salon kecantikan maupun tutorial di media sosial sekarang sudah sangat banyak beredar. Sambung rambut itu menjadi pilihan bagi banyak orang untuk mempercantik diri, menambah rasa percaya diri, atau sekadar mengikuti arus tren.

Fenomena ini tidak hanya dikalangan tertentu saja, tetapi sudah meluas ke berbagai lapisan masyarakat, terutama di kalangan anak muda yang lebih terpapar budaya global. Tujuan tulisan ini adalah untuk merefleksikan fenomena sambung rambut dari sudut pandang Islam. Saya ingin mengetahui dan mengevaluasi bagaimana pandangan pribadi saya mengalami perubahan atau pendalaman setelah memahami dalil syariat dan perdebatan ulama tentang hukum sambung rambut dalam kehidupan sehari-hari.

Refleksi ini bermula dari sebuah cerita sederhana yang saya dengar langsung dari ibu saya. Beliau pernah bercerita tentang salah seorang temannya yang berniat melakukan sambung rambut. Temannya itu merasa kurang percaya diri dengan kondisi rambutnya yang tipis dan mulai mengalami kerontokan. Ia kemudian berencana pergi ke salon untuk melakukan hair extension agar terlihat lebih tebal dan indah. Dari ceritanya, saya bisa merasakan betapa kuatnya pengaruh tren kecantikan di masyarakat, sampai-sampai banyak orang rela mengeluarkan biaya besar hanya demi mendapatkan tampilan rambut yang dianggap lebih sempurna. Kisah itu membuat saya berpikir lebih jauh. Di satu sisi, keinginan memperbaiki penampilan merupakan hal yang wajar, apalagi dalam lingkungan sosial yang sering kali menilai seseorang dari tampilan luar. 

Selain cerita pribadi tersebut, saya juga mengamati banyak anak muda di lingkungan sekitar yang tertarikdengan tren sambung rambut, baik karena alasan estetika, acara khusus, maupun tekanan sosial dari media digital. Namun di sisi lain, saya juga menyadari bahwa praktik sambung rambut ini bukan sekadar urusan estetika, melainkan juga menyentuh aspek hukum Islam.

Dari obrolan itu, saya mulai mempertanyakan “apakah sambung rambut semata-mata hanya bagian dari gaya hidup, atau justru ada konsekuensi syariat yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim?”. Di sekitar kita, banyak orang yang mulai akrab dengan hair extension, baik karena kebutuhan karena medis, acara khusus, maupun sekadar mengikuti tren media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa praktik sambung rambut telah menjadi bagian dari gaya hidup modern, dan karenanya penting untuk dikaji lebih dalam dari perspektif syariat.Pembahasan mengenai sambung rambut dalam Islam memiliki dasar yang cukup jelas.

Nabi Muhammad melarang tegas praktik menyambung rambut, sebagaimana terdapat dalam hadis sahih riwayat Nasai No 5155:

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ بِنْتًا لِي عَرُوسٌ وَإِنَّهَا اشْتَكَتْ فَتَمَزَّقَ شَعْرُهَا فَهَلْ عَلَيَّ جُنَاحٌ إِنْ وَصَلْتُ لَهَا فِيهِ فَقَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ  

Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad Ibnul Mutsanna ia berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Hisyam ia berkata, telah menceritakan kepadaku Fatimah dari Asma berkata, "Seorang wanita datang menemui Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya puteriku akan menikah, tetapi rambutnya rontok. Maka apakah aku berdosa jika aku sambung rambutnya?" beliau lalu menjawab, "Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta untuk disambung rambutnya". 

Dari hadis ini, para ulama menyimpulkan bahwa menyambung rambut dengan rambut manusia hukumnya haram. Larangan ini tidak hanya menyangkut aspek penampilan semata, tetapi juga menyangkut prinsip penting dalam syariat yaitu menjaga keaslian ciptaan Allah, menghindari penipuan, dan tidak menyerupai kebiasaan jahiliyah yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ada alasan lain mengapa sambung rambut dengan rambut manusia dilarang adalah karena adanya unsur penghinaan terhadap martabat manusia.

Rambut merupakan bagian dari tubuh yang seharusnya dihormati. Menggunakannya sebagai bahan tambahan untuk tujuan kosmetik dianggap tidak sesuai dengan adab Islam yang menempatkan tubuh manusia pada posisi mulia. Karena itu, hampir tidak ada ulama yangmembolehkan penggunaan rambut manusia untuk sambungan, baik dalam kondisi normal maupun untuk tujuan estetika semata.Namun, perkembangan zaman menimbulkan variasi baru yang tidak ada di masa Nabi.

Saat ini, praktik sambung rambut tidak hanya dilakukan dengan rambut manusia, tetapi juga dengan bahan sintetis, serat buatan, maupun rambut hewan. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat. Sebagian melarang seluruh bentuk sambung rambut, dengan alasan menyerupai larangan seperti dalam hadis. Sementara sebagian lainnya memberikan keringanan, khususnya jika bahan yang digunakan bukan rambut manusia dan tidak bertujuan menipu orang lain. Misalnya, jika seseorang menggunakan sambung rambut dari serat sintetis hanya untuk memperbaiki penampilan tanpa bermaksud mengelabui, maka hukumnya dapat dianggap mubah atau makruh, bergantung pada niat dan konteks penggunaannya. Hal yang menarik adalah ketika sambung rambut dipandang bukan lagi sekadar kebutuhan estetika, melainkan sebagai bagian dari kebutuhan medis. Sebagai contoh, banyak pasien kanker yang kehilangan rambut akibat menjalani kemoterapi. Kehilangan rambut ini tidak hanya berdampak pada kondisi fisik, tetapi juga memengaruhi kesehatan psikologis, seperti menurunnya rasa percaya diri, rasa malu, bahkan depresi. Dalam kasus seperti ini, penggunaan wig atau sambung rambut sintetis menjadi salah satu cara untuk memulihkan kondisi mental pasien. Para ulama fikih membuka adanya rukhsah (keringanan hukum). Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih “ad-dharūrāt tubīḥ al-maḥẓūrāt” (keadaan darurat membolehkan yang terlarang).

Di era modern, tekanan sosial untuk selalu tampil sempurna melalui media sosial sangat kuat. Banyak orang merasa harus memenuhi standar kecantikan tertentu meski terkadang bertentangan dengan nilai syariat. Dilema ini seringkali membawa tantangan baru bagi muslim dalam menjaga komitmen terhadap hukum halal haram di tengah budaya populer yang global.

Refleksi ini menunjukan banwa hukum halal dan haram dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk membatasi, melainkan bersifat dinamis dan kontekstual juga untuk melindungi manusia dari mudharat yang lebih besar. Larangan sambung rambut menjaga kita dari penipuan, kesombongan, dan perilaku menyalahi fitrah. Sementara kelonggaran pada kondisi medis menunjukkan bahwa Islam tidak menutup mata terhadap realitas kehidupan yang penuh tantangan. Dengan begitu, saya merasa bahwa memahami hukum Islam bukan sekadar mengetahui boleh atau tidaknya suatuperbuatan, tetapi juga menggali hikmah di baliknya, sehingga kita bisa menjalani kehidupan dengan lebih bijaksana.

Bagi saya pribadi, pembahasan ini memberikan kesadaran penting bahwa dalam menjalani kehidupan modern, seorang Muslim tidak boleh hanya terjebak pada arus tren semata, melainkan harus selalu menimbang setiap tindakan berdasarkan nilai syariat. Namun di sisi lain, saya juga belajar bahwa Islam bukanlah agama yang kaku dan mengekang, melainkan agama yang penuh kasih, memberi ruang bagi manusia untuk tetap menjalani hidup dengan baik sekalipun dalam keterbatasan. Dari sini, saya semakin yakin bahwa memahami halal dan haram tidak hanya membuat kita lebih taat, tetapi juga membantu kita menjadi pribadi yang lebih bijak, seimbang, dan peka terhadap realitas kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun