Mohon tunggu...
Firman Adi
Firman Adi Mohon Tunggu... Insinyur - ekspresi sederhana

arek suroboyo yang masih belajar menulis. nasionalis tak terlalu religius. pendukung juventus sekaligus liverpudlian. penggemar krengsengan, rawon dan tahu campur.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PPDB Zonasi, Pemerataan vs Keadilan

19 Juni 2019   21:36 Diperbarui: 25 Juni 2019   06:15 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring dimulainya tahun ajaran baru, orang tua disibukkan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Di tahun ajaran 2019-2020, melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51 Tahun 2018, Pemerintah memberlakukan sistem zonasi berikut sanksi bagi Pemerintah Daerah yang tidak bersedia menerapkan sistem ini.

Di Surabaya, sistem zonasi diberlakukan mulai SD sampai dengan SMA dengan beberapa ketentuan berbeda di setiap tingkatan, walaupun benang merahnya sama yaitu jarak domisili rumah (berdasar Kartu Keluarga) ke sekolah menjadi pertimbangan utama masuknya peserta PPDB ke suatu sekolah. 

Di Permendikbud 51 tahun 2018, nilai tidak lagi dijadikan acuan utama dalam seleksi PPDB, tetapi masih ada ketentuan kuota 5% untuk para peserta yang memiliki prestasi berdasarkan nilai UN atau prestasi non UN (olahraga, kesenian dsb.) serta 5% untuk perpindahan tugas orang tua.

PPDB dengan zonasi ini sebenarnya memiliki tujuan yang baik yaitu pemerataan akses terhadap pendidikan. Selama ini muncul label sekolah favorit yang kemudian menjadi rebutan dituju oleh para peserta PPDB. Fenomena sekolah favorit ini muncul berdasarkan kualitas lulusannya atau prestasi siswa-siswanya yang diraih dalam kurun waktu yang bertahun tahun.

Pertanyaan yang muncul adalah ketika prestasi akademik sebuah sekolah mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas, apakah keberhasilan itu dipicu karena dari awal kualitas input siswa-siswanya sudah cukup hebat atau oleh sistem manajemen pendidikan sekolahnya yang baik? Atau jika karena dua-duanya, manakah yang punya kontribusi lebih besar?

Selain kegiatan akademik, beberapa sekolah favorit juga memiliki kegiatan ekstra kurikuler unggulan misal SMAN A jago di bidang olahraga basket, SMAN B memiliki ekskul musik yang keren, SMAN Y dan Z memiliki paduan suara yang bagus. Tidak dipungkiri untuk kegiatan-kegiatan semacam ini di luar sekolah (misalnya lomba), kadang dibutuhkan dana operasional tambahan dari orang tua siswa.

Akhirnya sekolah favorit pun identik dengan siswa-siswa pintar yang mungkin sebagian besar secara ekonomi juga berkemampuan. Dengan komposisi siswa yang mayoritas pintar dan orang tua yang mampu secara ekonomi, manajemen sekolah favorit mampu menjalankan program-programnya (baik akademik maupun ekstra kurikuler) dengan lebih mudah. 

Belum lagi tingkat kompetisi diantara para siswanya sendiri mampu meningkatkan etos belajar masing-masing siswa. Pada akhirnya mayoritas lulusannya pun mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya (jika SMA) ke perguruan-perguruan tinggi ternama. Dan label sekolah favorit pun terus melekat di sekolah tersebut.

PPDB dengan sistem zonasi ingin memberikan akses yang lebih merata ke publik untuk menikmati pendidikan yang berkualitas. Label sekolah favorit seolah di-reset oleh Pemerintah karena nilai tidak lagi jadi acuan utama seleksi PPDB. 

Sekolah-sekolah favorit yang dulu bisa mengimplementasikan program-program pendidikannya lebih mudah, nantinya akan membutuhkan upaya yang lebih keras dikarenakan kemampuan akademik siswa dan tingkat ekonomi orang tua yang lebih bervariasi.  Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan merata menjadi tantangan bagi para stakeholder di bidang pendidikan.

Harus diakui kebijakan PPDB zonasi ini terkesan "grusa-grusu" dan tidak melalui studi kelayakan dan perencanaan yang matang. Hal-hal seperti pemerataaan sarana dan prasarana sekolah, tenaga guru yang berkualitas yang terdistribusi dengan baik, ketersediaan daya tampung sekolah terhadap demografi penduduk berdasarkan usia sekolah di suatu lokasi, seharusnya menjadi hal-hal yang dilakukan terlebih dahulu sebelum sistem zonasi ini diimplementasikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun