Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah sesuatu yang kita wajib miliki sebagai pengguna kendaraan bermotor. SIM dibagi menjadi sim A, B1, B2, C dan D. Nah masalahnya, ternyata masih banyak pengendara yang belum memiliki SIM di Indonesia, Kenapa? Banyak yang beralasan karena masalah biaya. Ya, karena belum pnya uang untuk membuatnya.
Tapi, sebenarnya biaya pembuatan SIM itu tidak terlalu mahal, berikut rinciannya:
SIM A baru = Rp 120.000
SIM A Perpanjang = Rp 80.000
SIM B1 baru= Rp 120.000
SIM B Perpanjang= Rp 80.000
SIM B2 baru= Rp 120.000
SIM B2 perpanjang= Rp 80.000
SIM C baru = Rp 100.000
SIM C perpanjang = Rp 75.000
SIM D baru = Rp 50.000
SIM D perpanjang = Rp 30.000
Biaya di atas belum termasuk biaya asuransi sebesar Rp 30.000 dan biaya Surat Keterangan Uji Klinik Pengemudi (SKUKP) khusus untuk SIM B1, B2 dan SIM umum sebesar Rp 50.000
Kalau kita lihat rincian di atas, tentu bisa dibilang tidak mahal karena bisa kita gunakan selama 5 tahun. Rincian biaya di atas bisa kita dapatkan selama kita mengikuti prosedur yang resmi, alias tidak "Nembak". Kenapa banyak orang yang belum punya SIM dengan alasan biaya bikin SIM mahal. Karena yang mereka pikirkan adalah bikin SIM dengan "Nembak". Biaya bikin SIM nembak memang tergolong mahal kalau dibandingkan dengan bikin secara resmi. Biayanya pun bervariasi antara Rp 700.000 sampai Rp 1.000.000. Itulah kenapa banyak orang bilang bikin SIM mahal.
Lalu kenapa jika lewat jalur resmi murah banyak orang yang masih memiih "Nembak"? Itu dikarenakan jalur resmi untuk pembuatan SIM sangat susah. Okelah, kalau untuk proses pendaftaran dan pengisian form itu tidak ada masalah, mungkin hanya butuh kesabaran dan waktu untuk mengantrinya saja.Â
Yang jadi masalah, waktu proses ujiannya. Untuk ujian ada 2, yaitu ujian teori dan ujian praktek. Pada waktu ujian teorinya ini kita diminta untuk menjawab beberapa lembar soal yang sudah disediakan oleh petugas, mirip seperti ujian diwaktu sekolah. Hanya bedanya, soanya ini meliputi tentang kendaraan bermotor dan rambu-rambu lalu lintas (baca juga: fungsionalitas rambu lalulintas di jakarta).Â
Setelah kita dinyatakan lulus, kita masih harus menjalani ujian praktek. Tentunya kita harus berkendara sesuai dengan SIM yang akan kita buat. Ujian prakteknya inilah yang banyak orang memutuskan untuk membuat SIM secara "nembak". Karena ujian prakteknya ini benar-benar susah. Kita diharuskan berkendara melewati rintangan yang sudah disiapkan, diproses inilah para pembuat SIM banyak yang tidak lulus. Bukan hanya banyak, bahkan mungkin hampir semua yang bikin SIM tidak lulus dalam ujian pertamanya.
Kita memang diberikan kesempatan untuk ujian ulang satu minggu setelahnya, bahkan jika gagal lagi kita bisa mengulangnya lagi dan lagi sampai kita lulus tanpa ada biaya tambahan lagi. Tapi, tidak semua orang memiliki waktu lagi di kemudian hari untuk datang dan mengulangnya lagi. Apalagi sampai harus 3-4 kali datang.
Yang membuat kita tidak lulus ujian prakteknya ini, karena rintangan yang harus dilewati kita para pembuat SIM. Bukan hanya harus berkendara maju dan mundur, kita juga harus berkelak-kelok di cone yang sudah disiapkan petugas.Â
Kenapa dibuat seperti itu, mungkin agar kita benar-benar mahir dalam berkendara. Tapi, itu terlihat terlalu berlebihan, di jalanan tidak akan seperti di rintangan itu.
Kalau memang SIM itu diwajibkan untuk setiap pengendara, kenapa tidak dibikin mudah proses pembuatannya khususnya dalam proses ujian praktek. Okelah ujian praktek, tapi seharusnya tidak perlu sesusah itu, harusnya seperti apa yang kita alami saat berkendara di jalan. Terlebih lagi kan katanya mau memberantas korupsi atau suap-menyuap, sogok-menyogok. Jadi kalau dibuatnya tidak sesusah itu, kita para pencari SIM, akan bisa mendapatkan SIM dalam 1 hari dengan melalui proses yang seharusnya tanpa harus "menembak" dan mengeluarkan biaya banyak.
Dengan begitu, semua pengendara akan mudah mendapatkan SIM dengan biaya yang terjangkau dan dengan prosedur yang seharusnya tanpa harus "menembak''.